Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Rahasia Hati Nadin

31 Oktober 2021   07:30 Diperbarui: 31 Oktober 2021   07:36 137 7
Sejak pandemi, Nadin punya hobi baru, mendongeng dan bermain peran dengan dua boneka tangannya. Bocah kelas 1 SD itu serius menekuni lakon Gaga (berbentuk gajah) dan Momo (berbentuk monyet) hampir seharian penuh.

Nadin selalu membawa duo sahabatnya itu, kecuali saat ke kamar mandi. Begitu pula saat latihan persiapan lomba mendongeng pagi ini, Momo-Gaga ikut mendampingi di sisinya. Mereka menjadi hiburan bagi Nadin di kala bosan hinggap selama pembinaan berlangsung.

Nadin memang hobi mendongeng. Tapi seperti anak lainnya, dia kadang tergoda dengan gadget atau sekadar lengah karena malas. Untung dia selalu ingat pesan Bu Sasa, sang guru pembina mendongeng: perlu latihan setiap pagi agar lebih luwes.

"Bu Sasa paham latihan daring ini tidak mudah, tapi kita tidak boleh lengah, Nadin. Lawanmu juga gigih berlatih!" katanya menyemangati.

Usai pembinaan daring, Nadin lanjut bercengkrama dengan Momo-Gaganya. "Alhamdulillah, selesai. Yuk, main!" ajaknya girang. Semangatnya pulih.

Nadin mengangkat tangan kirinya. Gaga sudah nangkring di sana, siap menjalankan peran sesuai kehendak Nadin. "Ayo, ceritakan rahasiamu!" Jangan bayangkan suaranya menggemparkan layaknya gajah. Alih-alih versi cempreng Nadin yang terdengar.

"Rahasia apa?" sahut Momo, ikut penasaran. Suaranya sama, Nadin belum bisa mengubah suaranya jadi beberapa versi untuk menghidupkan karakter tokoh-tokoh yang dia mainkan.

Sambil bekerja dari rumah, ibu bersyukur Momo-Gaga bisa menemani buah hatinya bermain. Jadi dia tetap fokus bekerja dari rumah. Sementara itu, diam-diam, dia mendengar percakapan rahasia Nadin dengan kedua sahabatnya ....

"Sst, ra-ha-si-a! Aku nggak mau ibu dengar rahasia ini, cuma untuk kita!" bisik Nadin. Sesaat kemudian, air mukanya berubah sendu. Matanya berkaca-kaca. Terbata-bata, dia membuka cerita, "Aku bosan belajar sendiri. Meski ada kalian, aku kangen belajar di kelas dengan teman-teman."

Sambil menyeka air matanya, Nadin berpikir sejenak. Lalu dia beraksi menggerakkan tangan kanannya. Gaga pun merespon, "Ingat kata Bu Guru, ini cuma sementara, Nadin. Bersabarlah!"

Momo menimpali, "Kamu gak boleh nangis! Kamu bisa melakukan hobimu. Seperti mendongeng atau berolahraga."

"Kita sedang mendongeng, tapi aku masih merasa sendirian. Mungkin aku kesepian. Atau bosan?" keluh Nadin sambil terisak. Tidak lagi berbisik, Nadin lupa rencana obrolan mereka rahasia.

Dia menggerakkan pergelangan tangannya hingga Momo-Gaga mengangguk, sepakat sedih bersama-sama. Setidaknya, dia tidak sedih sendirian, pikirnya. Ibu ingin mendekat dan bergabung, tapi langkahnya tertahan saat mendengar percakapan selanjutnya.

"Sebenarnya, aku berharap pandemi terus berlangsung. Aku bisa ikut banyak lomba mendongeng sejak pandemi." Nadin menyeka air matanya.

"Ya, bu guru selalu memilihmu ikut lomba sejak dia menemukan video iseng obrolan kita... Yang kamu unggah di Youtube," tambah Momo.

"Ayah dan ibu juga jadi sayang sama kamu karena juara terus! Mereka mau menemanimu latihan. Semangat, jangan cengeng hanya karena kangen teman-teman!" imbuh Gaga.

Mendengar ungkapan hati Nadin dengan boneka tangannya, ibu merasa kini saatnya meluruskan. Dia lanjut mendekat, tidak lagi mengintip dari jauh. Ibu mengetuk pintu kamar putrinya yang sedikit terbuka. "Ibu boleh ikut ngobrol sama Nadin, Momo, dan Gaga?"

Nadin mengangguk. Wajahnya merah tersipu. Dia tak menyangka ibu sudah muncul di depan kamarnya. Sejak kapan? Apakah ibu mendengar obrolan rahasianya?

"Nadin sayang, kamu boleh menangis secukupnya, biar lega." Ibu mengusap air mata yang menggantung di pipi bakpao gadis itu.

"Ibu bangga, Nadin semangat ikut lomba. Mau belajar, berlatih tiap hari. Tetap jaga kesehatan, Nak. Kalau bosan dan capek, boleh istirahat sebentar. Gaga-Momo biar istirahat juga," Ibu tersenyum, melirik Gaga-Momo bergantian yang sedang tidur, sebab Nadin meluruskan kedua tangannya di lutut. "Sekarang ibu tanya, Nadin ingin apa?"

"Nadin lebih senang kalau ibu nggak kerja terus, bisa menemani Nadin, mumpung lagi sama-sama di rumah."

Sebelum pandemi melanda, mereka memang bertemu di waktu terbatas. Sore sepulang kerja hingga petang sebelum tidur. Belum lagi jika orangtuanya harus lembur.

"Maafkan ibu-ayah masih sibuk bekerja ya. Di pandemi ini, kebutuhan kita tetap banyak, Nadin. Ibu dan ayah perlu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kita."

"Nadin paham. Nadin sayang ibu-ayah," Senyumnya mengembang tulus. Dia pandangi wajah ibunya dengan kantong mata tebal dan bermata panda itu. Jelas sekali jejak lelah di sana.

"Ibu-ayah selalu sayang Nadin, bukan saat Nadin juara saja. Yang penting, Nadin sehat dan bahagia. Mulai sekarang, ibu usahakan lebih sering menemani Nadin ya."

Hati Nadin terasa hangat mendengarnya, dengan Gaga-Momo masih melekat di ujung tangannya, dia langsung memeluk ibu. Mereka (berempat) berpelukan. Nadin juga bersyukur, ibu mendengar ungkapan rahasia hatinya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun