Pemilu bukan hanya menjadi ajang kompetisi politik domestik, tetapi juga berpengaruh kepada perekonomian global. Dilansir dari Times, negara-negara yang terlibat dalam pemilu ini melibatkan sekitar 49% populasi di dunia serta 60% Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini tercermin dari forum G20 yang berisikan 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Terdapat sembilan anggota, Indonesia, Amerika Serikat, Meksiko, India, Rusia, Korea Selatan, Uni Eropa, Inggris Raya, dan Afrika Selatan, yang melangsungkan pemilihan umum kemarin. Memunculkan ketidakpastian yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Pemilu di sembilan anggota G20 berpotensi mengubah arah kebijakan ekonomi yang telah ada. Mengingat bahwa G20 mencakup negara-negara yang menyumbang sekitar 80% dari ekonomi dunia, 75% perdagangan internasional, dan 60% populasi dunia, keputusan yang diambil oleh pemimpin baru setelah pemilu dapat mempengaruhi hubungan perdagangan internasional dan investasi. Hal ini menciptakan situasi yang unik dan menarik, di mana politik domestik dapat memiliki dampak signifikan terhadap konflik internasional, seperti ekonomi internasional dan hubungan sosial di berbagai belahan dunia.
Hubungan Pemilu Dunia Mempengaruhi Ekonomi Internasional dan Domestik
Tahun 2024 menjadi tahun pemilu dunia setelah sekitar 56 negara mengadakan pemilihan umum negaranya. Dengan sebanyak sembilan dari 20 negara anggota G20, yang mempresentasikan 80% produk domestik bruto dunia, melaksanakan pemilihan presiden, tentu akan mengubah lanskap politik dunia yang akan sangat mempengaruhi peta kebijakan ekonomi global. CEO Citi Indonesia Batara Sianturi memaparkan, adanya pemilu membuka potensi perubahan kebijakan fiskal dan kebijakan perdagangan di sembilan negara G20 tersebut, “Jadi, apa pun yang kita punya tahun lalu dalam kebijakan G20, mungkin kebijakannya akan berubah karena proses pemilu dari sembilan negara ini” papar Batara dalam Kompas Collaboration Forum (KCF) di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Jumat (26/1/24). Akumulasi produk domestik bruto (PDB) di sembilan negara G20 mencapai hingga 50% dari PDB dunia.
Sejauh ini belum banyak media yang mengumumkan kebijakan terbarukan atas kemenangan negara-negara G20, selain Amerika Serikat yang berhasil mencuri perhatian berbagai negara. Berbagai dampak dari menangnya Donald Trump dalam Pilpres AS tahun 2024 telah banyak diprediksi oleh berbagai tokoh negara. Menurut laporan yang dilansir oleh CNN Indonesia, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memberikan pandangannya terkait dampak kemenangan Donald Trump dalam Pilpres Amerika Serikat terhadap perekonomian dunia. Perry menyebutkan bahwa kebijakan AS akan lebih ekspansif dengan strategi berorientasi domestik, atau inward looking. "Negara-negara mana itu adalah China, Uni Eropa, Meksiko, dan sejumlah negara yang lain termasuk yang kelima adalah Vietnam. Tarif perdagangan yang tinggi bahkan kemungkinan mulai akan diterapkan pada semester II 2025” kata Perry dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (20/11). Ia juga menjelaskan pengenaan tarif perdagangan yang tinggi ini nantinya memicu fragmentasi perdagangan. Ini akan menyebabkan perlambatan ekonomi di sejumlah negara tersebut.
Selain itu, Perry memprediksi bahwa defisit fiskal AS pada 2025 dapat membengkak hingga 7,7% dari produk domestik bruto (PDB). Kebijakan fiskal yang ekspansif membutuhkan biaya besar. Akibatnya, penerbitan obligasi akan meningkat sehingga menyebabkan kenaikan imbal hasil (yield), yang pada gilirannya memperkuat nilai tukar dolar AS. Akibatnya, tekanan terhadap mata uang negara lain, termasuk rupiah, akan meningkat. Hal ini pun disebabkan oleh pemilu di negara-negara G20 cenderung menciptakan ketidakpastian ekonomi karena investor saling menunggu arah kebijakan pemerintahan baru.
Zack Cooper, senior fellow lembaga think tank American Enterprise Insitute, di Washington DC, juga menambahkan bahwa dengan kemenangan Donal Trump berpotensi menciptakan persaingan AS dan China yang akan menentukan “iklim” ekonomi ke depannya. “Anda akan menjalin hubungan baik dengan AS karena adanya kepentingan pada AS sebagai kekuatan penyeimbang (terhadap China). Presiden Joe Biden telah melakukannya. Trump juga akan melakukan hal itu, begitu pula Harris,” ujar Zack, menjawab pertanyaan Kompas.