Satu hari lagi, kita akan menyambut Presiden baru, pemimpin baru untuk lima tahun yang akan datang. Babak baru segera dimulai. Menanti dengan harap-harap cemas. Bagi pendukung Prabowo, mau tidak mau harus legowo. Jokowi adalah Presiden yang dipilih oleh rakyat melalui jalan yang “demokratis” dan konstitusional. Mari kita lupakan masa Pilpres yang telah berlalu. “Jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran”, pepatah James Thurber. Kesadaran yang harus dibangun oleh pendukung Prabowo adalah dengan menerima dan mengakui Jokowi sebagai Presiden yang terpilih.
Meminjam istilah yang digunakan oleh Tribunnews.com, menyebut Jokowi dengan “Obama-nya” Indonesia. Dari situs The Australian yang dikutip Tribunnews.com, “Dalam hal pemilihan dia bisa sangat baik menjadi Barack Obama politik Indonesia. Dia adalah kombinasi yang sangat langka, seorang reformis, bersih, populer, (dan) sipil yang menjalankan pemerintahan secara efektif," puji The Australian, Kamis (14/3/2013). Menyebut Jokowi sebagai “Obama-nya” Indonesia seperti sepertinya ada harapan baru.
Ekspektasi bangsa Indonesia kepada Jokowi setidaknya bisa memberikan harapan positif bagi pemerintah lima tahun yang akan datang. Apalagi selama ini Jokowi dianggap sebagai sosok yang dekat dengan rakyat, yang anti terhadap praktik korupsi. Namun, jangan sampai ekspektasi positif ini menjadikan boomerang bagi Jokowi-JK pada lima tahun yang akan datang. Jokowi-JK tidak boleh terlena dengan euphoria kemenangan sesaat. Rakyat menaruh harapan. Rakyat tidak segan-segan menagih janji. Rakyat masih belum lupa dengan janji-janji manis Pak Jokowi dan Pak JK. Rakyat juga belum lupa dengan sejarah penuh “kesengsaraan” yang disebabkan oleh ulah pemerintahan sebelumnya.
Tugas berat sudah menanti. Jokowi-JK akan menghadapi masalah yang sangat berat dalam berbagai bidang: kerusakan dan kegersangan jiwa, belitan budaya malas dan suka jalan pintas, keserakahan terhadap dunia, kemunafikan, kerusakan lingkungan, semakin menipisnya sumber daya alam, kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin parah, dan sebagainya. Maka, kini diperlukan usaha yang komprehensif untuk mengatasi masalah bangsa; bukan hanya usaha parsial berdasarkan akal dan pencapaian inderawi semata.
Umat Islam telah diberi “senjata” oleh Allah dalam mengatasi masalah mereka, yaitu dengan DOA. Kata Nabi SAW, doa adalah senjata orang mukmin (shilaahul mukmin). Seluruh rakyat berharap, berdoa untuk kebaikan bangsa Indonesia. Sebagai rakyat yang mencintai negerinya, mari kita bantu pemerintahan Jokowi-JK dengan doa dan kerja nyata sesuai kemampuan kita. Diskusi Kamisan menurut saya bisa menjadi langkah nyata membangun bangsa yang cerdas dan kritis terhadap pemerintah.