Mohon tunggu...
KOMENTAR
Otomotif

Soal Tarif KRL Commuter Line yang Naik Terus

27 September 2012   06:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:36 158 1

Baru menyesuaikan diri untuk hampir nyesek tarif tiket dengan harga Rp.7000,- kini PT KAI Indonesia ingin memberakukan kenaikan tariff sebesar Rp. 2000, - di awal Oktober mendatang untuk semua relasi KRL CL (Commuterline) sejabotabek. Kenaikan ini masih beralasan sama seperti dulu yaitu untuk fasilitas kenyamanan.Sebenarnya saya akui untuk naik KRL CL di jam-jam sibuk dirasakan masih jauh dari kata nyaman, jika nyaman diterapkan lebih awal dari dulu saat kenaikan pertama kali dan berhasil dieterapkan saya rasa penumpang fine-fine saja untuk kenaikan tarif tersebut.

Pasalnya, kenyataannya sangat bertolak belakang dengan kondisi yang katanya dulu dijanjikan untuk nyaman dan lebih manusiawi. Jam berangkat dan pulang kantor mungkin bisa menjadi fakta yang menyorot bagaimana Perkeretan Api Indonesia masih jauh dari soal kata nyaman. Jika taraf nyaman dilakukan terlebih dahulu sebelum meminta kenaikan tarif kereta api yang bagi saya cukup mencekik leher, apalagi bagi saya pegawai swasta biasa.

Kondisi yang sangat dilema, memilih kereta ekonomi atau CL yang saya sendiri tidak tahu apa kelebihannya sampai saat ini dibanding kereta Ekonomi. Soal AC yang sering mati dikala CL beroperasi, itu sering terjadi, penuh sesak penumpang juga hampir setiap hari dirasakan,belum lagi delay CL yang sring menghambat jam masuk /pulang kantor. Hampir tidak ada bedanya naik Ekonomi dan CL, namun sayang seribu sayang karena sejak CL menjadi primadona kini jadwal pemberangkatan kereta Ekonomi juga semakin terkikis, jadi penumpang harus sabar menunggu kereta Ekonomi yang lumayan lama, dan pasti petugas pun tidak bisa menjanjikan apakah di dalam gerbong kereta ekonomi aman dan nyaman dengan tangan-tangan jahil.

Sebagai masyarakat menengah kebawah saya menolak keras keaikan tersebut, pasalnya kenyamanan dalam mengunakan transportasi yang dikatakan sebagai angkutan masal murah meriah, nampaknya sudah tak berlaku lagi. Saat ini penumpang harus mengeluarkan kocek lebih dalam lagi untuk sekedar menggunakan transportasi ini. Apalagi untuk mereka yang pendapatannya masih terbilang minim, belum lagi jika bertanya dengan kondisi keuangan mahasiswa. Apakah pemerintah memperhatikan sampai sejauh ini?.

Berikut adalah artikel penolakan kenaikan Tarif CL yang saya copas dari Kaskus

Batalkan kenaikan tiket KRL, penuhilah SPM (Standar Pelayanan Minimum)

Berikut ini alasan-alasan kami menolak kenaikan harga tiket:

1. Apa jaminan pelayanan yang akan diberikan? Akankah penumpang akan mendapat kompensasi ketika ada gangguan?

Kami sering menyampaikan kepada KAI/KCJ poin-poin yang mudah tanpa perlu biaya besar: Informasi gangguan perjalanan, Informasi stasiun yang akan disinggahi, Nama dan Nomor Urut Kereta, Pelayanan loket, Lampu penerangan, Toilet, Fasilitas kesehatan, Fasilitas kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, balita, orang sakit; lansia dan orang lanjut usia di kereta.

Ini adalah poin-poin dari Permen No. 9 Th. 2011 tentang SPM (Standar Pelayanan Minimum) yang telah disahkan 1.5 th yang lalu, namun operator selalu menghindar untuk menerapkannya.

Semuanya lebih bersifat pelayanan yg manusiawi. KAI/KCJ selalu hanya melihat sisi aset: “kami akan menambah 160 KRL”, “memperpanjang peron”, “pemasangan LCD”, dsb. Padahal ada ungkapan “Assets make possibility. People make it happen”. Jadi dibalik aset itu ada manusianya yang penting, bagaimana petugas dan manajemen KAI itu lebih berorientasi melayani.

2. KCJ yang menyatakan bahwa tarif KRL tidak pernah naik selama tiga tahun terakhir. Faktanya, pada tahun 2011, ketika Commuter Line mulai dioperasikan sudah ada kenaikan tarif.

3. Sebelum tarif naik pun, KRL kelas ekonomi (bersubsidi) semakin dikurangi jadwalnya. Bila tarif KRL non-Ekonomi dinaikkan lagi Oktober nanti, dikhawatirkan KRL ekonomi menjadi semakin penuh sesak (overload).

4. Kebocoran pemasukan dari karcis masih terjadi, akibat oknum-oknum beratribut tertentu yang tidak diperiksa karcisnya. Seharusnya ini diselesaikan dulu daripada mencari solusi instan yang mengorbankan penumpang.

5. Adanya pemborosan anggaran yang sudah terjadi pada pengadaan sistem Commet. Mesin-mesin e-Ticketing terbengkalai, belum berfungsi, malah ada yang sudah rusak. Apakah inefisiensi dan pemborosan ini harus ditanggung oleh penumpang KRL?

Kemudian kepada Pemerintah, perlu kami ingatkan bahwa dikhawatirkan akan ada penumpang KRL yang kembali mengendarai motor/mobil pribadi bila tarif KRL dinaikkan lagi. Seharusnya, pemerintah memberikan insentif kepada para pengguna KRL karena telah mengurangi beban jalan raya (kemacetan), polusi, konsumsi BBM dan lain-lain; dalam bentuk tarif KRL yang murah dan terjangkau.

Rujukan:

Press release KRL Mania

http://krlmania.com/sinyal/read.php?id=2142

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun