Kamu tersenyum, Sayang. "Aku sedang memikirkanmu, tidak mungkin aku bosan."
"Kamu pandai menyenangkan hatiku, tapi kamu tak pandai membohongiku."
Lalu kamu menghela napas, "Bagaimana jadinya esok hari, jika saat ini orang-orang malas menggunakan akalnya?"
"Maka esok hari hanya sebatas dinanti, tak akan ada lagi."
Kamu tersenyum, lagi. "Di zaman sekarang, banyak orang punya nyawa namun jiwa tak ada. banyak yang mengaku cendekia namun lupa membawa otaknya. namun yang lebih menakutkan, banyak orang hidup namun hati dibiarkan mati."
"Apa yang kamu khawatirkan sebenarnya, Nam?"
"Kekhawatiranku adalah kalimatmu, Ras."