dalam amplop Juli 1943, bergambar perangko seorang pria mengacungkan bambu
Mengobarkan geloraku terhadap engkau gadis yang duduk tiga bangku  ruang kelasku,
gadis ayu gemulai rebutan pasangan beberapa mata.
Surat itu akan kuberikan kala jabat tangan, setelah tegur ataupun sapa
yang hingga saat ini belum tersampaikan.
Aku terlalu kecut melihat gelagat
aku terlalu surut dalam berebut.
Remajakupun lamur dimakan masa
begitu pula rasa rinduku pudar mendekati tawar.
1944 kabarmu tersiar kau beradu pada pelaminan, di bawah pengawasan jepang,
lelaki penunggang volkswagen buatan nazi memetik dan membawamu pulang,
memutus sekolahmu, temanmu, serta hasrat para jantan.
Mau dan harus mau kau hanya kan kujadikan kenangan.
Sementara surat ini masih tersimpan rapat di bawah dipanku
 setiap petang dan senja selalu berujar,
"Cintaku dini hari dan otakku tercecer pagi buta."
Kepengecutan yang  nyata,
untuk menggapai asa yang kini tersia.
Antara mendapakanmu atau berlarian bersama pejuang-pejuang dalam kelam,
dengan bekal akar-akar hutan,
serta sepotong kayu yang dikeramatkan,
berharap mampu memapas kutung leher-leher penjajahan.