Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Apa Kabar Sekolah Master? Apa Kabar Janji Sang Walikota?

8 Januari 2015   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:33 78 1
“Pemerintah Kota Depok tidak ada sedikit pun untuk merencanakan penggusuran”

“Kegiatan belajar mengajar tetap dilanjutkan bahkan harus ditingkatkan fungsinya”

“Oleh karena itu sesuai dengan program andalan kami yang akan memberikan beasiswa kepada anak-anak berprestasi, nah, kuliah anak-anak mahasiswa nanti InsyaAllah akan kita berikan beasiswa kepada mereka”

“Kami juga tawarkan kepada mereka karena mau mengembangkan seperti ini, bahwa kita akan mempersiapkan untuk memperkuliahkan mereka ke Eropa”

- Nur Mahmudi Ismail (Walikota Depok)

Kalimat itulah yang diutarakan oleh Pak Nur Mahmudi Ismail selaku walikota Depok kepada seluruh masyarakat Indonesia. Saya sama sekali tidak mengubah satu kata pun dari ucapan beliau. Mengapa saya katakan kepada seluruh masyarakat Indonesia? Karena kalimat tersebut dilontarkan dan disiarkan langsung di sebuah acara salah satu channel televisi nasional. Nampaknya akan lebih baik jika saya beri tahu lebih jelas, kalimat diatas dilontarkan dan disiarkan di tvOne dalam acara “Ruang Kita” pada hari Kamis, 18 Juli 2013. Kalimat-kalimat yang indah, lengkap dengan harapan manisnya. Tak pelak, siswa/i Sekolah Master langsung bersorak sorai mendengar kalimat tersebut. Tentunya kegembiraan mereka juga tersiarkan langsung ke seluruh penjuru Indonesia.

Mengapa Pak Nur Mahmudi Ismail berani berbicara demikian? Tahu dengan gerakan #SAVEMASTER kan? Iya, gerakan itu. Sebuah gerakan untuk memperjuangkan keberadaan Sekolah Master yang terancam digusur. Gerakan ini merupakan hasil kerjasama antara mahasiswa dan komunitas-komunitas lainnya yang peduli terhadap nasib pendidikan anak-anak marjinal (jalanan). Dalam gerakan ini, kelompok-kelompok yang tergabung tidak lagi membawa identitas mereka sendiri, tetapi melebur dalam satu gerakan agar tidak ada sekat dan menjadikan gerakan ini lebih inklusif. Gerakan ini dimulai sekitar bulan Juli 2013, tidak jauh dari liputan tvOne tersebut.

Gerakan #SAVEMASTER sukses melakukan tekanan terhadap Pemerintah Kota Depok hingga Pak Nur Mahmudi Ismail terdesak untuk memberikan klarifikasi. Gerakan #SAVEMASTER melibatkan sosial media seperti twitter, kemudian situs gerakan melalui petisi, change.org, dan crowdfunding, kitabisa.co.id. Kanal-kanal media tersebut berhasil menarik perhatian banyak orang untuk ikut bergerak dan ikut menekan. Gerakan-gerakan kreatif juga dilakukan seperti mural, pembuatan video, dll. Ditambah peran media massa yang juga ikut meliput baik melalui pemberitaan online, koran, dll, maka gerakan ini semakin masif dan terdengar langsung oleh Walikota Depok. Posisi walikota yang sudah terdesak hingga memanggil Pak Nurrohim (Penggagas Sekolah Master) ke rumahnya semalam sebelum liputan tvOne tersebut, memaksa beliau untuk mengklarifikasi ini semua. Ternyata panggilan Pak Nur Mahmudi kepada Pak Nurrohim saat itu adalah untuk mempertanyakan mengapa desakan ini begitu kuat kepadanya dan langsung mengajak besok hari klarifikasi di media nasional (tvOne).

Kalimat-kalimat manis yang diutarakan Pak Nur Mahmudi Ismail sebenarnya belum cukup. Mengapa? Karena Pak Nurrohim dan orang-orang yang terlibat dalam gerakan #SAVEMASTER menginginkan janji-janji manis tersebut tidak sekedar ucapan, tetapi juga dituliskan secara lebih formal. Hal ini dimaksudkan agar janji tersebut bisa lebih dipegang karena memiliki bukti tertulis. Namun, hal ini tidak dipenuhi oleh Pak Nur Mahmudi. Beliau hanya menjanjikan nanti apabila pembangunan wilayah di Terminal Depok dimulai, akan dilakukan diskusi antara pengembang dengan pengelola Master agar menghasilkan win-win solution.

Pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan wilayah komersil di sekitar Terminal Depok untuk merevitalisasi terminal sekaligus membangun apartemen, pusat grosir, dan bisnis lainnya. Menurut Pak Nurrohim, pada awalnya di masa walikota periode sebelum Pak Nur Mahmudi, rencana tata ruang wilayah (RTRW) Terminal Depok merupakan ruang terbuka hijau. Namun, setelah Pak Nur Mahmudi naik menjadi walikota, dilakukan perhitungan ulang hingga dirasa ruang terbuka hijau tidak mendatangkan keuntungan dan pendapatan asli daerah (PAD) tidak bertambah, justru biaya operasional terancam membengkak. Ditambah para investor melirik lokasi Terminal Depok yang sangat strategis di jantung kota Depok dan mereka melakukan penawaran, maka Pemkot Depok pun mengubah RTRW Terminal Depok. RTRW Terminal Depok yang sebelumnya direncanakan menjadi ruang terbuka hijau diubah menjadi wilayah komersil dan pusat bisnis. Sebagian wilayah Sekolah Master pun terancam.

Setelah adanya pernyataan lisan Pak Nur Mahmudi, maka gerakan #SAVEMASTER difokuskan di ranah horizontal (sosial-masyarakat) untuk menggalang dana demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan sekolah. Gerakan-gerakan vertikal (advokasi, legal) sudah tidak semasif sebelum pernyataan tersebut dikeluarkan. Bahkan sebagian orang mungkin menganggap gerakan ini sudah selesai. Walaupun orang-orang yang tergabung dalam #SAVEMASTER tentu masih waspada apabila terjadi sesuatu kepada Sekolah Master karena pernyataan Pak Nur Mahmudi belum ada secara tertulis.

“Tanggal 15 Januari proses eksekusi Master. Main lah ke Master pada tanggal itu. Ajak teman-teman sebanyak-banyaknya.” Ajakan tersebut disebarkan oleh Budi Septian (Ketua OSIS SMA Master) yang juga langsung saya terima kabarnya dan saya konfirmasi ke dia. Kekhawatiran ini terjadi, pernyataan Pak Nur Mahmudi yang hanya sekedar lisan, tidak menjamin Sekolah Master akan baik-baik saja. Mendengar kabar ini, saya langsung forward ke grup LINE “SIAGA FISIP UI”. Kami pun mengagendakan agar bisa bertemu dengan Pak Nurrohim untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Singkat cerita, akhirnya kami mengagendakan pertemuan dengan Pak Nur Mahmudi pada hari Sabtu, 3 Januari 2014. Faris Muhammad Hanif (Kodel) yang merupakan Ketua BEM FISIP UI 2015 dan juga salah satu penggerak #SAVEMASTER, serta koordinator SIAGA FISIP UI 2013, juga diajak kesana. Ternyata, Kodel berinisiatif untuk mengajak Ketua-Ketua BEM se-UI 2015 yang tergabung di grup media sosial yang dimilikinya.

Akhirnya hari ini, Sabtu, 3 Januari 2014, kami bertemu dengan Pak Nurrohim di Sekolah Master. Tak disangka ternyata jumlahnya cukup banyak yang datang karena diikuti beberapa anak SIAGA FISIP UI dan beberapa Ketua-Ketua BEM di UI yang baru menjabat. Saat kami baru datang, Pak Nurrohim juga sedang menerima tamu dari Trans Media yang berencana akan melakukan liputan tentang perjuangan Pak Nurrohim dalam membuat Sekolah Master hingga sebesar sekarang.

Dalam pertemuan ini, Pak Nurrohim bercerita banyak soal rencana penggusuran jilid 2 yang akan dilakukan oleh Pemkot Depok dan developer. Bulan lalu, Pak Nurrohim memperkirakan tanggalnya 7 November 2014, kios-kios dari pedagang-pedagang di Terminal Depok sudah diratakan dengan tanah. Bahkan ceritanya begitu miris. Berdasarkan pemaparan Pak Nurrohim, Pemkot Depok memang sudah melayangkan surat kepada pedagang-pedagang. Di surat tersebut yang tertulis akan digusur adalah pedagang-pedagang kaki lima dan pedagang-pedagang di trotoar. Tidak ada satu kalimat pun yang menyatakan akan menggusur kios-kios pedagang. Namun yang terjadi adalah kios-kios pedagang juga dihancurkan. Caranya tidak manusiawi ucap Pak Nurrohim karena dilakukan di tengah malam pukul 03.00 pagi kemudian dengan penjagaan yang begitu ketat hingga Jalan Margonda pun ditutup katanya. Seluruh listrik di lingkungan itu pun turut dipadamkan. Diceritakan beliau, ada seorang pedagang yang sudah membeli bahan jualannya di pasar, kemudian datang pagi-pagi ke Terminal Depok, tempat jualannya sehari-hari. Betapa terkejutnya dia ketika kios yang menjadi mata pencahariannya sudah rata dengan tanah. Dengan cara seperti ini, penggusuran memang bisa dilakukan dengan mudah karena beberapa pedagang justru tidak tahu kiosnya sedang digusur sehingga tidak ada perlawanan. Dialog dengan pemilik kios pun juga diragukan pernah dilakukan. Tidak seperti ini seharusnya cara yang dilakukan, sungguh tidak manusiawi.

Terkait Sekolah Master, sedikitnya ada 2 yang menjadi perkara saat ini. Pertama adalah lahan sebesar 500 m2yang diatasnya terdapat bangunan yang menjadi tempat penginapan/asrama para guru. Guru-guru relawan di Sekolah Master menurut Pak Nurrohim adalah SPD (sarjana penuh derita), mereka juga membutuhkan tempat tinggal dan bantuan biaya untuk hidup. Pak Nurrohim memberikan beberapa kamar kepada mereka beserta beras untuk dimanfaatkan. Kedua adalah lahan yang diatasnya terdapat bangunan kelas SMP Master. Sebenarnya ada 1 lahan lagi yang kena wilayah Master yaitu bangunan TK dan Masjid yang berada di atas lahan sengketa. Namun Pak Nurrohim mengatakan mengikhlaskan lahan tersebut karena beliau memang tidak sempat membuatkan akte untuk tanah wakaf tersebut. Meskipun secara historis jelas tanah tersebut diwakafkan bahkan Walikota saat itu (sebelum Pak Nur Mahmudi) menyetujui pemanfaatan lahan tersebut.

Di tanggal 15 Januari 2015 nanti, Pak Nurrohim mendapatkan informasi bahwa lahan-lahan itulah yang akan digusur. Untuk lahan yang pertama, Pak Nurrohim memiliki akte tanah wakaf tersebut sehingga sebenarnya memiliki bargaining position yang tinggi. Namun, pihak pengembang selalu mengatasnamakan negara untuk memuluskan langkahnya menggusur lahan-lahan di Terminal Depok. Mengapa bisa mengatasnamakan negara? Karena dalam desain pembangunan wilayah komersil tersebut, memang tujuan awalnya adalah untuk merevitalisasi terminal, baik itu untuk bis maupun angkot. Terminal merupakan sarana transportasi untuk kepentingan umum dan di dalam UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum secara garis besar dinyatakan negara berhak mengambilalih fungsi lahan dan setiap warga negara harus mau merelakan lahannya demi kepentingan umum.

Pak Nurrohim sebenarnya tidak mempermasalahkan lahan tersebut diambil alih pemerintah asalkan memang benar-benar diperuntukkan untuk kepentingan umum dan negara. Lantas, dimana masalahnya? Lewat denah Terminal Depok dan denah rencana pembangunan wilayah yang dimiliki Pak Nurrohim, beliau menjelaskan bahwa di lahan tersebut memang akan dijadikan terminal, namun hanya di lantai bawah. Di bagian atasnya akan dibangun pusat grosir, apartemen, hotel, dll. Inilah yang menjadi masalahnya. Pak Nurrohim tidak terima apabila lahan wakaf yang dikelolanya yang rencananya akan dibayar developer, hanya dihargai sesuai harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menurut negara. Menurut beliau, tidak seimbang antara investasi dan profit yang akan didapatkan developerdengan biaya relokasi lahan milik Master. Beliau menginginkan biaya ganti rugi sama dengan harga pasar. Pemkot Depok menawarkan harga Rp. 6.000.000,-/m2, padahal menurut Pak Nurrohim harga tanah disana sudah mencapai Rp. 25.000.000,-/m2. Menurut Pak Nurrohim, negara dijadikan tameng dan topeng bagi pengembang untuk melakukan segala cara agar pembebasan lahan dilakukan dengan mudah.

Uang hasil relokasi tersebut bukan untuk kebutuhan pribadi Pak Nurrohim, tapi uang tersebut memang akan dimanfaatkan untuk relokasi dengan membeli sepetak lahan. Kebetulan Pak Nurrohim sudah memiliki suatu lahan baru di lingkungan Terminal Depok juga yang tidak masuk wilayah pengembangan. Lahan yang mau dibeli ini dekat dengan lahan yang baru dibeli Pak Nurrohim tersebut. Di lahan yang sudah dibeli Pak Nurrohim, Masjid yang termasuk akan digusur tanggal 15 Januari nanti sudah dibangunkan lagi yang baru dan sudah jadi.

Tanah yang diinginkan Pak Nurrohim untuk relokasi lahan 500 m2 tersebut dimiliki oleh salah seorang warga. Warga ini pun sebenarnya sudah bersedia menjual lahannya dengan harga Rp. 10.000.000,-/m2. Harga yang dianggap Pak Nurrohim sudah sangat murah untuk lingkungan strategis ini. Pak Nurrohim sebenarnya berharap tidak terjadi sengketa. Beliau mengatakan pihak pengembang atau Pemkot Depok tidak perlu membayar lahan 500 m2 milik Master, cukup dengan tukar guling dengan membelikan lahan pengganti tersebut. Namun Pemkot Depok dan pihak pengembang belum memberikan respon bahkan cenderung tidak setuju. Mereka justru menawarkan lahan 700 m2 di sekitar Terminal Depok Lama yang berada cukup jauh dari lokasi Master sekarang. Pak Nurrohim jelas tidak setuju karena akan aneh apabila ada wilayah Sekolah Master yang terpisah sendiri. Bahkan Pemkot Depok dan developer juga cenderung meremehkan dengan berkata “kapanpun kalau bersedia, bisa langsung diambil duit Rp. 6.000.000,-/m2 itu.” Nilai tersebut yang ditawarkan mereka karena itulah harga yang tertera di NJOP dan sudah ditambah 30%.

Kemudian di lahan sengketa kedua yaitu lokasi kelas SMP Master juga akan menjadi sasaran penggusuran. Pak Nurrohim sebenarnya sudah memegang akte wakaf kepemilikan tanah tersebut. Namun ternyata Pemkot Depok dan pengembang juga memiliki akte hak milik tanah tersebut. Selidik punya selidik, ternyata tanah yang dibeli Pak Nurrohim dari suatu PT juga dijual PT tersebut kepada Pemkot Depok. Kesimpulan sementara kami, Pak Nurrohim ini sebenarnya ditipu oleh PT yang menjual tanah tersebut ke Pak Nurrohim. Dengan keduanya memiliki suatu akte, sebenarnya tanah ini bisa disengketakan. Namun, Pak Nurrohim menyatakan tidak ingin kasus ini berlarut-larut. Beliau hanya menginginkan bangunan kelas tersebut dipindahkan ke lahan baru yang sudah dimiliki Pak Nurrohim di sekitar Terminal Depok juga. Dekat dengan Masjid baru yang sudah dibangun.

Dengan besarnya biaya investasi pengembang, Pak Nurrohim berharap mereka mampu membangunkan kelas SMP tersebut. Tidak perlu membeli lahan lagi, ucapnya. Lahan sudah ada, tinggal bangunkan saja. Mengapa ini penting? Karena kelas SMP tersebut menjadi tempat belajar bagi 600 anak-anak yang berhak atas pendidikan oleh negara. Jika gedung tersebut dihancurkan, kemana anak-anak ini akan belajar? Belum lagi di lahan TK yang juga kena penggusuran bersama Masjid, terdapat 200 anak. Kemana 800 anak ini akan tertampung apabila tidak dibangunkan segera kelas yang baru? Pak Nurrohim berharap di lahan baru yang sudah dimilikinya tersebut akan dibangunkan gedung TK dan SMP sebagai pengganti rugi. Jika melihat Sekolah Master, bangunan yang diinginkan Pak Nurrohim sederhana kok, sama dengan bangunan-bangunan lainnya yang sudah ada, dibuat dari kontainer. Kami sudah diliatkan beliau rancangan desainnya.

Melihat sengketa-sengketa ini, tentu kita bertanya apakah Pemerintah Kota Depok tidak peduli terhadap nasib pendidikan anak-anak jalanan?. Pak Nurrohim pernah diajak berdiskusi dengan pihak Pemkot Depok soal pembebasan lahan ini. Pihak Pemkot Depok bertanya pada Pak Nurrohim, “Bapak sebenarnya setuju ga kalau Terminal Depok dibagusin?. Pak Nurrohim jawab “Setuju”. Kemudian ditanya lagi, “Pak Nurrohim setuju ga kalau wilayah ini dijadiin wilayah bisnis?”, Pak Nurrohim menjawab “Setuju”. “Nah, kalau Bapak setuju, jadi masalahnya dimana?”, tanya pihak Pemkot Depok. Pak Nurrohim menjawab “Lah, kalian aja yang menjadikan ini masalah. Saya setuju aja terminal dibagusin, setuju juga kalau wilayah ini dijadiin wilayah bisnis. Bahkan saya juga setuju kalau seandainya Master harus digusur demi kepentingan banyak orang. Tapi, tolong carikan lahan dan bangunkan bangunannya untuk Master. Kemudian, lahan yang ada ini jangan diapa-apain.”. “Loh, kok ga boleh diapa-apain pak?”, tanya perwakilan Pemkot Depok lagi. “Iya lah, kan Pemkot Depok pengen ini jadi wilayah bisnis, saya juga bisa bikin lahan ini sebagai lahan bisnis yang produktif. Kan ini tanah wakaf, tanah masyarakat, sebagian juga diberi secara legal dari sebuah PT. Nanti kalau disana dibangun apartemen, pusat grosir, disini kita juga bisa bangun penginapan mahasiswa, ruko-ruko, dsb. Intinya kita pengen tanah masyarakat ini tetap kita yang kelola. Untuk apa? Jadi lahan ini bakal jadi sumber pendanaan untuk Master yang akan direlokasi nanti dan akan dibuat program beasiswa serta untuk mengembangkan lagi pendidikan anak-anak jalanan. Karena pemerintah belum bisa menjamin anak-anak jalanan ini bisa hidup, jadi wajar dong kami sebagai rakyat biasa ini pengen membantu pemerintah juga sebenarnya untuk membantu mereka.”, tegas Pak Nurrohim. Pihak Pemkot Depok merespon “Jadi kita ga ketemu dong pak pandangannya kalau begini.”.

Pak Nurrohim menjelaskan ke kami bahwa permasalahannya tersebut ada pada ketidakberdayaannya Pemkot Depok kepada tawaran-tawaran menggiurkan dari developer. Jika memang ini dijadikan lahan bisnis, “silakan”, kata Pak Nurrohim. “Pertanyaannya, mengapa mereka tidak menginginkan kami yang mengelola tanah wakaf ini untuk menyesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) tersebut? Padahal dana yang akan diperoleh apabila kami yang mengelola tersebut jelas peruntukkan untuk pendidikan anak-anak yang belum mampu dijangkau atau dikelola oleh pemerintah. Ditambah lagi, mereka sebenarnya sudah memperoleh sebagian besar lahan di lingkungan Terminal Depok, kami minta disisakan sedikit saja. Politiknya Pemerintah Kota Depok kalah dengan finansial pengusaha. Dan mereka seperti kita tahu kan ingin terus mengakumulasi keuntungan mereka”, kata Pak Nurrohim. Jadi menurut Pak Nurrohim, dalam diskusinya dengan Pemkot Depok tersebut, “seolah-olah Pemkot Depok pengen ngadu ayam, tapi satu ayamnya dipegangin”.

Pandangan Pemkot yang berbeda dengan keinginan Pak Nurrohim ini ternyata juga diketahui akibat adanya perspektif berbeda dari Pak Nur Mahmudi terhadap keberadaan Sekolah Master. Pak Nur Mahmudi Ismail menganggap keberadaan Master ini justru menjadikan Depok tidak bebas gelandangan. Dengan adanya Master, anak-anak gelandangan/jalanan merasa dilayani dan dimanjakan. Bahkan yang ditakutkan beliau gelandangan-gelandangan dari daerah lain justru datang ke Depok akibat adanya Master. Pendapat Pak Nur Mahmudi tersebut juga sudah terkonfirmasi oleh Andi Aulia Rahman (Ketua BEM UI 2015) saat audiensi tengah tahun BEM UI ke Pemkot Depok tahun 2014 yang lalu.

Pandangan Pak Nur Mahmudi yang seperti itu tentu begitu miris apabila melihat slogan-slogan yang dipasang di jalan-jalan protokol Depok yaitu “Depok Kota Layak Anak”. Pak Nurrohim sendiri begitu geram dengan perspektif tersebut sampai mengatakan “Ini Pemkot Depok pengennya biar diliat dari luar oh, sejahtera semua rakyatnya, udah ga ada lagi gelandangan. Tapi ga bisa gitu dong caranya. Ini jelas-jelas masih banyak anak-anak yang membutuhkan uluran tangan. Justru seharusnya memelihara anak terlantar ini adalah tanggung jawab negara.”. Akibat perbedaan pandangan soal keberadaan Master inilah, menurut saya Sekolah Master tidak pernah berada di titik aman. Mereka akan selalu terancam dari cengkraman-cengkraman pembangunan yang tidak memperhatikan aspek sosial dan tidak manusiawi.

Ironisnya, Pemkot Depok di saat Master berada di posisi menguntungkan justru memanfaatkannya sebagai pengangkat citra. Seperti misalnya dalam hal kombinasi Pengelolaan Sekolah Terbuka dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PK-BM), Sekolah Master menjadi sekolah percontohan. Pak Nur Mahmudi Ismail seolah tampil paling terdepan dan mengatakan “kita akan merencanakan terus-menerus agar Sekolah Master bisa berfungsi untuk menjadi sekolah percontohan kombinasi antara pengelolaan sekolah terbuka, dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang benar”. Pernyataan tersebut juga dilontarkan beliau di siaran “Ruang Kita” tvOne dan di beberapa situs berita online. Ini namanya di depan lain, di belakang lain. Di depan media semua dibuat baik, diamankan agar citra Depok yang dipimpinnya layak dan ramah anak. Tapi di belakang, bayang-bayang raksasa menghantui Sekolah Master dan siap kapan saja melakukan penggusuran.

Hal yang lebih miris lagi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendukung Sekolah Master kini sudah tidak sebanyak dulu. Pak Nurrohim menyatakan, beberapa LSM kini sudah mulai tergoda dengan “sesajen” yang diberikan oleh pihak pengembang. Beliau mendapatkan informasi bahwa “lawannya Master” terus mencoba banyak cara agar mereka bisa mulus. Mereka menelponi LSM-LSM tersebut agar tidak lagi mendukung Sekolah Master. Dengan kucuran dana 3-5 juta yang diberikan kepada pimpinan LSM tersebut, mereka tergiur dan kehilangan idealisme. Pak Nurrohim mengatakan “murah sekali LSM-LSM tersebut harganya. Idealismenya bisa dibeli, bahkan dengan harga ‘cuma’ 3-5 juta.”. Pak Nurrohim menyatakan, “Yang paling bisa saya harapkan yaa kalian-kalian ini, yang masih terjaga independensi dan idealismenya. Kalian para mahasiswa ini.”

Dengan rencana eksekusi penggusuran lahan di Terminal Depok yang di dalamnya terdapat lahan milik Sekolah Master tanggal 15 Januari nanti, maka kita perlu membaca kembali janji yang dilontarkan Pak Nur Mahmudi di depan masyarakat Indonesia sebagaimana saya tuliskan di awal tulisan ini. “Pemerintah Kota Depok tidak ada sedikit pun untuk merencanakan penggusuran”. Ketika kalimat tersebut diucapkan, anak-anak yang berdiri di sekitar beliau langsung bersorak sorai kegirangan. Tanda mereka punya harapan besar akan tetap tegaknya Master.

Namun kini, nampaknya kita harus memperlihatkan lagi bukti video visual ucapan Pak Nur Mahmudi ini ke seluruh masyarakat Indonesia, khususnya kepada anak-anak yang sudah rela memberikan tepukan tangannya untuk Pak Nur Mahmudi di lokasi yang sama ketika beliau mengucapkan kalimat tersebut. Juga, kepada orang-orang yang rela memberikan senyuman bangga kepada Pemerintah Kota Depok yang saat itu terkesan begitu baik pada anak. Bahkan Pak Nur Mahmudi kalau dilihat dalam video tersebut, saat host acara “Ruang Kita” sudah hendak menutup acaranya, beliau menimpal “kami juga tawarkan kepada mereka karena mau mengembangkan seperti ini, bahwa kita akan mempersiapkan untuk memperkuliahkan mereka ke Eropa”. Sebelumnya beliau mengatakan “oleh karena itu sesuai dengan program andalan kami yang akan memberikan beasiswa kepada anak-anak berprestasi, nah, kuliah anak-anak mahasiswa nanti InsyaAllah akan kita berikan beasiswa kepada mereka”. Tidak ada teman-teman, tidak ada. Kami sudah menanyakannya kepada Pak Nur Mahmudi, sampai saat ini beasiswa yang dijanjikan itu nihil. Beberapa anak-anak Master sudah beberapa kali mengajukan proposal ke Pemkot Depok, namun hanya menjadi proposal yang tetap proposal. Hanya menjadi pengajuan tanpa persetujuan.

Begitu pula dengan janji sang walikota yang menyatakan nanti apabila pembangunan wilayah di Terminal Depok dimulai, akan dilakukan diskusi antara pengembang dengan pengelola Master agar menghasilkan win-win solution. Diskusi memang ada, tapi kalau pihak Pemkot Depok dan developerhanya memaksakan kehendaknya, dan seolah-olah buta dengan kepentingan anak-anak jalanan, dapatkah itu disebut untuk mencapai win-win solution?. Saya pribadi sebenarnya juga tidak terlalu mempermasalahkan kerjasama antara Pemkot Depok dengan developer untuk mengembangkan lahan tersebut. Tapi tolong, perhatikan kepentingan rakyat-rakyat kecil yang bahkan sebenarnya merekalah yang lebih dulu menduduki lahan tersebut secara legal atas tanah wakaf dan sebagian tanah yang dibeli Pak Nurohim dari sebuah PT. Pak Nurrohim sendiri juga sudah menawarkan solusinya tanpa menganggu pengembangan yang sudah direncanakan. Tinggal dipindahkan (dibangunkan) ke lahan di lingkungan Terminal Depok yang tidak masuk lokasi pengembangan. Kami berharap agar Pak Nurrohim berani mengutarakan kekecewaannya dan menyentil masalah ini saat liputan Trans Media nanti, sama seperti di acara Hitam Putih Trans 7 dulu. Ini akan sangat berguna untuk mengundang simpati dan menyerang kembali Pemkot Depok dan developer.

Apapun gejolak emosi saat ini tentang Sekolah Master, tentang Pemkot Depok, tentangdeveloper, memang membutuhkan pengkajian lebih lanjut. Namun dari penjelasan yang kita terima dari pihak yang lemah dan dilemahkan, setidaknya sudah menyentil moral kita sebagai seorang manusia. Sebagai manusia biasa yang sadar bahwa kita semua tak dilahirkan sama. Ada yang beruntung, bisa sekolah dengan baju seragam, tas yang bagus, sepatu hitam mengkilap, namun ada pula yang jangankan soal pakaian, jam sekolahnya pun tak menentu karena menyesuaikan jadwal mereka yang masih mengais rezeki di jalanan. Anak marjinal yang sudah untung mereka mau sekolah, sudah nyaman disana, terpelihara, kini terancam (lagi), mendobrak janji-janji sang walikota. Seiring pengkajian yang akan terus dilakukan, setidaknya tulisan ini ingin semuanya tahu, bahwa Sekolah Master sedang dan mungkin akan selalu tidak baik-baik saja, sehingga gerakan #SAVEMASTER pun bukan tidak mungkin akan kembali menjadi simbol perlawanan.

Lihat video Pernyataan Pak Nur Mahmudi Ismail tentang Tidak Akan Digusurnya Sekolah Master di Acara “Ruang Kita” tvOne -> https://www.youtube.com/watch?v=FoJQHDRim0w

Lihat video SAVE MASTER dari SIAGA FISIP UI -> https://www.youtube.com/watch?v=XT6NisgCHpQ


Ahmad
SIAGA FISIP UI

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun