Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Cahaya Cinta

8 Maret 2011   07:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:58 160 3
''Mengapa engkau masih terluka dan merasa pilu, wahai sahabat kasih. Belajarlah dewasa dalam menghadapi kekalahan yang membawamu ke jurang kesakitan yang kau gali sendiri?'', sebuah teguran berat penuh sayang. Aku tahu ada nada marah di dalamnya tekanan suara itu.

"Aku akan pulih", jawabku singkat.

"Tidak, aku tahu setiap detak makna tulisanmu, puisi singkat yang kau kirim masih menyiratkan pilu yang dalam. Jujurlah dengan rasa tulusmu yang kukenal , Sava", kata Dina tajam menikam jantungku.

"Aku sudah melupakan hantu masa  laluku itu. Kau masih tidak percaya?! Jawabku tenang. Dina tidak menjawab pertanyaanku dan malah mencecarku dengan pertanyaan lagi.

"Sava, mengapa tidak bisa memaafkannya? Kata katamu tidak sejalan dengan emosi jiwamu, kesakitan jiwamu bisa makin parah karenanya. Aku sudah sangat letih untukmu, Sava" Kata Dina pelan takut membuat aku makin tersinggung yang bisa membuatku makin tidak stabil.  Biasanya aku menangis jika tidak bisa menahan rasa sakit yang menekan berat ke dadaku.

Aku pura pura tidak tahu karena masih sangat repot menyelesaikan beberapa tugas dan meminta maaf padanya untuk menutup telepon dan akan meneleponnya kembali setelah pekerjaaanku selesai.

"Tidak ada keindahan yang lebih dalam dari pilunya cinta, Sava", kata Dina dari seberang sana  sebelum menutup pembicaraan kami melalui telepon selularnya.

Tidak ada keindahan yang lebih dalam dari pilunya cinta.. Oh, tersentak jiwa fanaku mendengar kalimat berujar kepiluan dengan teramat indah. Sangat inspiratif, Kurasa masih ada akhir sebuah bahagia menyertai mataku yang tidak akan lagi berkilauan oleh hantu masa laluku! Meski mataku selalu berenang menyambut bayang bayang itu. Amazing.. Ini masalahmu dan bukan masalahku ungkapmu dalam diam sekali lagi, bukan?!!

Aku bukan burung hantu penyampai pesan padamu yang terbang perlahan dan kadang menukik dengan pandangan tajam dan bersuara khas atau ekor tanduk singa berkepala naga yang menyeramkan jiwa!! Aku mampu memandang gelas putih untuk melihat ke dalam matamu, aku juga pintar mengikuti kejeniusanmu untuk menggunakan strategi demi mendapat tongkat kemenangan yang bisa meminimalkan ketakutan dan konsentrasi cinta di dada demi melawan naga naga berkepala kuda dan melompat ke atasnya untuk menjadi pemimpin dunia.

Sangat ironis sekali, bukan? Apalagi jika setiap detik napasku yang tertahan masih terus bersama bayangmu, tambahan hari hari yang semakin menyempit diantara waktu kita dengan mempertahankan kehormatan yang dianugerahkan Tuhan. Tunjukkan keagungan moral. Secepatnya bertindak sebelum hati cantikmu di bawa orang ke jurang yang dalam seperti yang sering kukumandangkan berkali kali kepada semesta alam.

Carilah 'Sava' mu dimana suaranya terdengar dengan menguliti cinta itu satu persatu. Sebuah hati yang menyayangi marah besar dengan meneriakkan kata kata 'munafik dan tidak dewasa'  dipenuhi rasa jujur dan ketulusan bermakna ganda tanpa bermuka dua. Kucari harta kasih di dalamnya, diatas permukaan air yang berkilauan ditimpa mentari seiring lagu sunyi jeritan hati terdengar memukau, pilu dan indah. Aku tidak ingin tumbuh dengan melawan 'gravitasi bumi 'lagi!!

Aku lebih suka memilih menjadi pemarah. Lebih bertingkah dengan memamerkan bunga bakung putih sederhanaku kepadamu, serta air akar alang alang manis yang mampu mengobati jiwaku dengan hak istimewaku di hatimu.''Masihkan engkau menggunakan pidato menyedihkan itu untuk membunuhku?'': bukan masalahku dan itu masalahmu' dan masih sama seperti dulu seperti yang suka aku lakukan pada wajahmu, memandang dengan tulus kepadamu dan aku tahu kau suka mataku, hidung bangirku, alisku bibirku, bahkan sampai ingin mengetahui kesehatan sexualku seluruhnya. Libido yang sempurna dan luar biasa. Sangat mengagumkan. Apakah engkau sadar sepasang mata indah selalu memandang bayangmu di balik rinai hujan yang melukis rindu di tiap titiknya?!!

Saat ini sinar mentari menerobos dedaunan menimpa wajahku, menghasilkan mozaik cahaya yang miring dan menyimpang di tubuhku. Aroma sawo matang jatuh dan pecah ke tanah tajam dan menari di mulutku, pucuk pucuk pohon pinus melambai lembut mencakar langit biru cerah di atasnya. LANGIT! Kembali langit tersenyum kepadaku, menghibur batinku, mengelus samudera jiwaku, angin berhembus mengerak gerakkan rambutku yang mulai memanjang di bawah terik matahari yang berkilauan sambil mendengar suara kenderaan yang lalu lalang dan ditingkahi suara sufi bising kanak kanak. Kembali aku memohon maaf dan berdoa memulihkan jiwaku. Aku terlalu lelah berdamai dengan hatiku, meski 'cahaya' itu tidak pernah alpa datang memberi 'kekuatan cinta' kepadaku setiap harinya. Aku berdoa untukmu. Selalu dan selalu. Aku tertawa renyah karenanya. Manis. Kembali mensyukuri nikmat pilu indah itu. Ya, seindah bayang cinta fajar kepada bumi di kemilau pagi berselimut embun yang kuhirup menjadi manna jiwaku.

Thank You God. Kata-kataMu tidak pernah menghianatiku. Engkau memberikan 'Nur' itu di kedua mataku serta selalu mampu bijaksanakan mata hati jiwa penuh maaf yang menatap lembut tak berkedip kepada jari jari yang teracung dan menuduh bersalah kepada bunga mungilMu di sela sulur sulur anggur ditimpa bayang  kuntum kuntum bunga pepohonan berhimpit alang alang berakar manis yang pernah disodorkan untuk kugigit dan kuhisap sambil tertawa. Dulu, dulu sekali. Kembali aku tersenyum memandang langit biru cerah di atasku.

08.03.2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun