Berbicara soal Baptisan memang seringkali menimbulkan pertentangan antara gereja-gereja yang mempraktekkan baptisan percik dengan gereja-gereja yang mempraktekkan baptisan selam. Mereka yang mempercayai praktek baptisan selam seringkali memakai ayat firman Tuhan yang terdapat di dalam Markus 16:16 yang mengatakan : "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan di hukum." Ayat ini sering digunakan untuk menunjukkan kesahihan ajaran mereka bahwa hanya mereka yang mau dibaptis selam yang akan diselamatkan, seperti yang dinyatakan oleh Pendeta yang saya ceritakan di atas. Selain ayat tersebut, ada dasar yang lain yang mereka gunakan untuk menunjukkan bahwa hanya baptisan selamlah yang benar dan menyelamatkan, yaitu teladan yang diberikan oleh Tuhan Yesus sendiri. Tuhan Yesus ketika berinkarnasi menjadi manusia memberi diri-Nya dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, dan cara yang baptisan Yesus adalah selam, oleh karena itu baptisan yang benar adalah selam bukan baptisan percik. Bahkan saya pernah mendengar ajaran yang menyatakana bahwa Yesus melakukan perjalanan cukup jauh demi di baptis selam oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan. Hal ini menunjukkan bahwa baptisan yang benar adalah baptisan selam. Argumentasi lainnya yang menyatakan bahwa baptisan selam dianggap yang paling benar adalah dari etimologi kata baptis itu sendiri. Kata Baptis dalam bahasa Yunaninya adalah "BAPTIZO" (dibaca : bap-tid"-zo) yang berarti dicelupkan, ditengelamkan, dibersihkan dengan air. Dari etimologi kata Baptis itu, maka tidak mungkin baptisan percik berkenan di hadapan Allah, hanya baptisan selamlah yang dikehendaki oleh Allah. Inilah yang menjadi dasar teologis atau argumentasi teologis yang menyatakan bahwa hanya mereka yang percaya dan dipatis (selam) yang akan diselamatkan.
Sedangkan bagi gereja-gereja yang menganut metode baptisan percik, sedikit sekali memliki landasan teologis untuk mendukung ajaran metode baptisan percik. Memang baptisan percik tidak ada dasar teologisnya di dalam Alkitab. Baptisan percik sendiri kemungkinan besar adalah tradisi gereja yang dipelihara hingga saat ini, walau pun sebenarnya memang ada cerita historis akan hal ini namun saya tidak akan membahasnya.
Lalu mana yang benar jika kita ingin di baptis, apakah percik atau selam..??
Kembali kepada hipotesa saya di atas mengenai Firman Allah, bahwa yang namanya Firman Allah itu tidak akan membuat perpecahan melainkan pemisahan antara yang benar dengan yang salah; antara yang asli dengan yang palsu. Karena itu, dalam kesederhanaan saya berpikir, saya mencoba memberikan tanggapan yang kembali kepada terang Firman Allah mengenai persoalan baptisan yang kelihatannya sederhana tetapi sering menjadi sebuah perdebatan.
Jika kita jujur, persoalan mengenai baptis percik atau selam, adalah persoalan metode dari baptisan. Padahal baptisan yang dimaksudkan dalam Alkitab sehingga itu menjadi sesuatu yang penting adalah soal makna bukan metode. Bagaimana membuktikannya?
Dalam Markus 16:16 dikatakan : "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan." Ayat ini tidak lengkap. Jika kita hanya melihat ayat itu hanya sepenggal, memang memberikan kesan bahwa percaya+baptisan=selamat. Padahal, ayat ini lengkapnya adalah "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum." Penekanan penting dalam ayat ini yang berhubungan dengan keselamatan adalah "PERCAYA" bukan dibaptisnya. Baptisan di ayat itu akan memiliki makna yang benar jika dihubungkan dengan "Percaya" dalam teks tersebut. Karena itu untuk memiliki pemahaman yang benar mengenai baptisan, maka kita harus membedah kata "PERCAYA" dalam ayat tersebut.
Kata percaya dalam bahasa aslinya menggunakan kata "PISTEUO" (dibaca : pist-yoo'-o) yang artinya adalah mempercayakan diri kepada yang dipercayai. Kata Percaya dalam Markus 16:16, berhubungan dengan memberitakan Injil, hal ini berarti bahwa orang percaya yang dimaksudkan dalam teks ini adalah mereka yang percaya kepada Injil Kristus dan mempercayakan dirinya kepada Kristus. Matius 28:19-20 mengatakan bahwa mereka yang dibaptis adalah mereka yang memberikan diri untuk menjadi murid Tuhan Yesus. Jadi dengan kata lain, percaya disini sama dengan menjadikan diri seorang murid Tuhan Yesus, yang seluruh kehidupannya mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus. Ini berarti bahwa baptisan adalah tanda seseorang yang mau mempercayakan diri kepada Tuhan Yesus dan diajar untuk menjadi murid-Nya. Paulus dalam tulisannya kepada jemaat di Roma memberikan sebuah penjelasan yang akurat mengenai hubungan percaya dengan baptisan.
"Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:3-4)
Paulus menekankan arti baptisan bukan kepada sebuah metode, melainkan kepada sebuah makna. Seseorang yang memberi dirinya dibaptis itu berarti dia telah dibaptis di dalam kematian Kristus. Maksudnya bahwa seseorang yang dibaptis adalah mereka yang meyadari bahwa hidupnya bukanlah hidup dalam daging dengan segala filosofinya yang membawa kebinasaan melainkan hidup dalam roh yang tunduk kepada pemerintahan Allah. Adalah sebuah kebohongan jika seseorang mengaku percaya dan dibaptis tetapi hidupnya masih diatur oleh daging bukan berjuang untuk hidup di dalam pemerintahan Allah. Baptisan orang tersebut tidak ada artinya, karena percayanya pun salah. Seseorang yang percaya dan dibaptis pastilah mereka yang hidupnya mau dimiliki oleh Allah sepenuhanya. Tidak ada area dalam kehidupannya yang disisakan untuk dunia ini. Kita memang hidup di dunia, tetapi aturan hidup kita adalah Kerajaan Sorga.
Selain makna di atas, arti Baptisan sendiri adalah merupakan tanda bahwa seseorang menrima karunia Roh Kudus. Ingat, baptisan yang benar harus diawali dari sebuah percaya yang benar sehingga makna baptisan itu tepat, sehingga otomatis karunia Roh Kudus turun atas orang tersebut. Ketika seseorang menjadi percaya dengan benar dan memberi diri dibaptis, maka dalam perjalanan proses hidupnya untuk hidup benar, Roh Kudus akan menjadi "pengacara" yang akan mendampingi orang tersebut sampai orang tersebut dinyatakan benar bukan hanya sekedar status tetapi ternyata sungguh memang benar. Tanpa baptisan, maka seseorang tidak akan menerima karunia Roh Kudus.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Baptisan itu adalah tanda bahwa seseorang hidupnya mau dimiliki oleh Tuhan dan tanda bhawa seseorang menerima karunia Roh Kudus. Lalu mana yang benar, baptis selam atau percik..?? Untuk metode semua kembali kepada denominasi gereja masing-masing, namun persoalan baptisan sesungguhnya bukanlah di metode, walaupun metode itu perlu, tetapi apa artinya jika seseorang dibaptis selam tetapi kehidupannya tidak mau dimiliki oleh Tuhan dan masih duniawi.
Tanggapan saya akan hal ini memang sangat singkat, namun biarlah ini bisa memberikan arti bagi kita untuk tidak terjebak kepda simbol-simbol keagamaan dalam bentuk "metode". Selamat menghidupi Baptisan saudara. Sola Gracia.