Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Kristal

8 Juli 2011   20:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:49 72 0
Surabaya, 14 Juli 2011
23.00 WIB, Rumah Aura

Aura masih terdiam. Hampir 5 jam sejak ia pulang, ia hanya duduk di balkon kamarnya. Memeluk boneka kesayangannya sementara matanya hanya menatap kosong. Saat ini sepertinya tak ada apapun yang sanggup dicerna otaknya. Memorinya hanya sanggup menampilkan slide-slide yang sama sedari tadi. Dengan tokoh yang sama. Biyan, biyan dan biyan.
Aura mengerjapkan matanya, tak ada air mata. Tapi ia merasa seperti sudah menangis seharian. Untungnya ini sudah malam. Karena kalau siang, mamanya pasti akan menemukan kondisi yang tidak menyenangkan dari anak sulungnya ini.
23.00 WIB waktu yang ditunjukkan jam digital di meja belajarnya, tapi mata Aura sepertinya Cuma bisa pasrah menuruti hatinya yang tak ingin terlelap.
~klink~
handphone putih yang tergeletak disampingnya berbunyi. Bbm, pikirnya. Aura hanya melihat sekilas, tanpa membuka pesan di bbm nya tersebut. Tanpa peduli siapa pengirimnya. Sekali lagi, entah untuk keberapa kalinya Aura menghela napasnya yang terasa amat berat.
Di bacanya pesan bbm itu sebelum akhirnya memutuskan untuk tidur. Berharap esok pagi, semuanya membaik.
...

Surabaya, 15 Juli 2011
10.15 WIB, Kampus

Nampak Aura sudah berada dikantin kampusnya, kelasnya sudah selesai. Hari ini ia Cuma ada satu mata kuliah kelas pagi. Di minumnya jus jeruk yang sudah hampir 15 menit menemani Aura di kantin.
“Siang cantik,” sapaan khas itu membuat Aura menoleh perlahan, tersenyum tipis dan kembali meminum jusnya.
Alan mengerutkan keningnya. Tidak biasanya pacarnya ini diam saja. Dan segera ia duduk di samping Aura.
“kamu kenapa? Gak enak badan?,” Alan bertanya sambil menempelkan telapak tangannya ke kening cewek di sampingnya itu.
Aura menggeleng pelan, “gimana kuis kamu? Lancar?.” Ia malah balik bertanya dan semakin membuat Alan bingung. Tapi pada akhirnya cowok itu Cuma mengangguk, tanpa menyembunyikan rasa herannya.
“kamu kenapa sih, Ra?.” Tanyanya lagi, berharap kali ini, ada jawaban yang dia butuhkan.
Tapi sekali lagi Aura menggeleng pelan, “ga papa Lan, i’m okay.” Senyum tipis tersungging dibibirnya. Alan menyerah, sepertinya ia belum akan mendapatkan jawabannya sekarang.
“ya, udah. Kamu udah kelar kan? Jalan yuk, ada acara music di SMA nya temenku. Okey?.” Pinta Alan. Kali ini Aura mengangguk. Alan tersenyum dan segera beranjak ke kasir kantin. Aura memandanginya tanpa Alan tahu.

11.30 WIB , SMA A

Alan dan Aura sampai di lokasi acara pensi SMA Yudha, teman Alan. Sama-sama pemusik, hanya saja mereka tidak satu kelompok. Yudha lebih dulu mengawali karirnya di dunia music dengan masuk label, sementara Alan 1 tahun setelahnya.
“Hai my brother in crime, thanks ya udah dating.” Yudha terlihat sumringah dengan kedatangan mereka, Alan Cuma terkekeh, dia sudah sangat hafal temannya satu ini.
“Hai nona Alan yang manis,” Aura pun Cuma tersenyum menanggapi celotehan Yudha. Dia memang cukup akrab dengan Yudha.
“hemh, ada si Eren, mampus lo,” gumam Alan, membuat Yudha terbahak.
“weits, santai, dia lagi ga bisa dating. Jadi bisa sedikit bebas melirik cewek cantik yang bertebaran disini,” Yudha mengerlingkan matanya pada Aura.
Tak lama Yudha meninggalkan Alan dan Aura untuk perform, Alan Nampak menikmati vocal temannya itu, sementara Aura justru lebih meresapi lagu yang di bawakan Yudha

Maafkan sayang, jika ku harus pergi
Mungkin memang, cinta telah pergi
Tinggalkan hatiku
Maaf lukaimu,,


Aura menatap kosong, hampir saja air matanya keluar. Dengan cepat Aura menguasai dirinya kembali. Ia tak ingin Alan melihatnya.

17.00 WIB, Rumah Aura

“makasih ya Lan, kamu cepet pulang, istirahat.” Sesampainya didepan rumah Aura, Honda jazz Alan berhenti, dan Aura segera keluar. Alan tersenyum mendengar ucapan Aura.
“siap, cinta. Kamu juga. Aku pulang dulu, dagh.” Alan mengendarai mobilnya.
Aura masih menatap kepergian Alan, samapi hilang di kelokan jalan.
“semoga kamu benar-benar pulang.” Lirihnya sebelum masuk rumah.
Aura segera masuk kamarnya, tanpa mandi, ia langsung merebahkan diri di kasurnya. Berguling memeluk mong. Menangis terisak, air mata yang sedari tadi ditahannya saat bersama Alan, tak lagi mampu dibendung. Tangannya menggenggam erat kalung pemberian Alan.

20.00 WIB Crackers Cafe

Suasana cafe malam itu cukup lengang mungkin karena bukan malam minggu, jadi tak terlalu banyak pengunjung. Alan meminum kopinya perlahan, menghembuskan napasnya berat. Pikirannya dipenuhi dengan wajah sendu Aura beberapa hari ini. Alan merasa ada yang mengganggu ceweknya itu, tapi ia tidak tahu apa. Karena di depannya Aura selalu berusaha tersenyum dan menampakkan bahwa ia baik-baik saja. Tapi mata Alan tak bisa di bohongi. Dia tahu ada beban di hatinya. Alan sempat berpikir, mungkinkah ini ada hubungannya dengan dirinya. Tapi ia kemudian menggeleng.
“Nggak mungkin, Aura nggak mungkin tahu soal ini.” Batinnya , tapi entah kenapa ada keraguan dihatinya. Yang berusaha diingkarinya.
“Kopi itu bisa menguap lama-lama kamu pandangi seperti itu,” teguran disebelahnya membuat Alan terkejut. Alan tersenyum tipis.
“kenapa? Ada masalah sama Aura?.” Pertanyaan yang langsung pada sasaran itu membuat Alan tertegun. Tak mampu bicara. Dan Biyan sudah tahu jawabannya. Dia tak lagi bertanya, hanya menyandarkan kepalanya di bahu Alan. Melingkarkan lengannya di pinggang cowok yang kini Cuma diam itu.
Di sudut lain, sepasang mata menatap tajam keduanya. Kemudian segera pergi meninggalkan cafe.

Surabaya, 21 Juli 2011
08.00 WIB,

Aura segera turun dari pesawat. Menginjakkan kakinya di bandara, dan segera meninggalkan bandara menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, Aura melihat Rino, adiknya yang paling kecil, tengah bermain dengan Alan di teras belakang . Alan menyadari kedatangan Aura. Di lihatnya cewek itu naik ke kamarnya.
“Udah lama?.” Tanya Aura begitu turun dan menemui Alan di teras depan. Alan mengangguk.
“kenapa nggak kasih tahu kalau kamu mau ke bandung? Aku kan bisa anter. Paling nggak ke Bandara.” Alan sama sekali tidak menyembunyikan kekesalannya. Aura tersenyum.
“Maaf Lan, mendadak soalnya. Tante mendadak harus keluar kota , jadi aku diminta nemenin nenek disana.”
“tapi kan kamu bisa sms begitu sampai,” masih dengan nada kesal, Alan menjawab penjelasan Aura.
“hp ku lowbat, maaf.”
“oke, tapi sesibuk itu kamu dibandung? Sampai selama seminggu di sana, kamu jarang banget bales sms ataupun bbm aq?. Telponku juga nggak pernah kamu angkat. Aura Cuma diam, percuma bicara.pikirnya. karena ia juga sama sekali tak pandai berbohong. Aura memang ingin sejenak mendamaikan hatinya, itulah alasan ia sedikit tidak menghiraukan Alan selama di bandung.
“kenapa diem?.” Pertanyaan Alan selanjutnya memecah kebisuan yang sepersekian waktu terjadi.
“iya udah, aku emang salah. Maaf ya.” Alan Cuma menggeleng. Mengambil kunci mobilnya dan pergi.

Jam di layar handphonenya menunjukkan pukul 21.00 WIB

Aku mau kita selesein masalah ini secepatnya. Aku gak tahu kamu kenapa. Tapi aku ga bisa kamu diemin terus kaya gini.
Received : 20.30
Sender : Alan


Aura membuka lagi pesan singkat yang diterimanya 30 menit yang lalu itu. Belum membalasnya. Dan di kamarnya, Alan membanting hp nya ke kasur.

Surabaya, 31 Juli 2011
Studio Musik, 22.00

Yudha bergegas memarkir mobilnya, dan segera masuk ke studio tempat ia biasa latihan. Hari ini ia pulang setelah lebih dari 2 minggu berada di luar kota untuk keperluan promo albumnya.
BUGH !!. suara hantaman cukup keras dilayangkan Yudha padha seseorang yang sedang berlatih di studio tersebut membuat yang lain kaget. Terutama Alan. Berusaha bangun sambil memegangi perutnya yang sakit lantaran pukulan Yudha. Matanya melotot tajam memandang temannya itu.
“Lo,,,”
“BRENGSEK!.” Yudha memotong ucapan Alan. Alan jelas kaget mendengar umpatan Yudha, pikirannya benar-benar tidak bisa mengerti.
“Maksud lo apa hah?!, dating-datebg maen tonjok seenaknya, sakit bego,” teriak Alan
“kalo bukan temen gue, gue bisa mampusin lo!” jawab Yudha, menatap tajam pada Alan yang masih marah sekaligus bingung.
“Lo pikir karena sekarang lo udah jadi pemusik , terus lo bisa mainin cewek seenak jidat lo ?. lo gila Lan,” Alan terkejut mendengar penuturan Yudha.
“kenapa? Lo piker gue ga tahu hubungan lo sama mantan lo itu hah?, emang brengsek lo Lan,” Yudha kembali maju memukul Alan, tapi kali ini tertahan oleh tangan Alan yang menggenggam erat tanggannya. Menahan kepalannya di udara. Alan menghempas tangan temannya itu.
“Lo, tau sejak kapan?” Alan terbata menanyakan hal itu
“ sebelum gue keluar kota, gue liat lo di cafe sama cewek itu. Kenapa? Lo mikir gue ga harusnya tahu?.” Alan bingung menjawab berondongan pertanyaan Yudha
“Lo harusnyan mikir, kalo gue aja eneg tau kenyataan ini, gimana sama Aura hah?! Lo sama sekali ga mikirin perasaan cewek yang udah bertahan disamping lo sampai lo jadi seperti sekarang?. Sinting!”
Alan terhenyak kali ini, Aura tahu? Kenapa dia sama sekali gak bicara apa-apa? Pikirnya. Bahkan saat Alan memutuskan untuk member waktu Aura sendiri, break ucapnya waktu itu. Aura Cuma bilang iya. Tanpa mengatakan apa-apa. Apa ini alasannya .
“darimana Aura tahu, kapan” bisik Alan seperti pada dirinya sendiri.
“2 Bulan yang lalu,!” dan jawaban pelan Yudha kali ini malah terdengar seperti petir di telinga Alan. Ia shock.

Surabaya, 01 Juni 2011
19.00 WIB , Kost

Di balkon sebuah bangunan yang sepertinya kost-kostan itu. Namapak sepasang cowok dan cewek tengah menikmati secangkir kopi. Tak lama, si cowok beranjak ke tepi balkon, berbicara entah apa. Dan si cewek kemudian memeluknya dari belakang. Cukup lama, dan kemudian mereka berciuman.
10 Menit rasanya waktu yang amat sangat cukup untuk Aura bertahan melihat adegan yang tersaji di balkon itu, dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari rumah kost itu. Kondisi malam yang saat itu tengah bulan purnama, membuat matanya sanggup mengenali dengan sangat jelas pasangan itu. Dan cukup untuknya pergi. Pasangan itu sama sekali tidak menyadari sepasang mata yang sedang menatap nanar keduanya. Mungkin lantaran Biyan dan Alan memang larut dalam perasaan mereka.
Aura pulang, di tengah jalan, bungkusan berisi makanan kesukaan Alan yang tadinya ingin diberikannya pada penghuni kost itu, ia buang. Sepertinya bukan hanya makanan yang terbuang malam itu.

Bandung, 31 Juli 2011
23.00 WIB, Rumah tante Mira

Di balkon kamarnya, Aura menggenggam kalung pemberian Alan cukup lama. Kemudian melepasnya dari lehernya. Memandanginya sebentar dan memasukkannya kedalam kotak. Di kemasnya di kotak yang lebih besar, di bungkusnya dengan rapi beserta kotak yang lainnya. Aura masuk ke kamarnya. Memandangi kopernya. Tiket tujuan Singapore sudah ada di mejanya.

Surabaya, 01 Agustus 2011
08.15 WIB, Bandara

Alan menggenggam erat kalung yang pernah ia berikan pada Aura, di tahun pertama mereka bersama. 20 menit yang lalu, perjalanan 45 menit ia tempuh 20 menit untuk mencapai bandara. Setelah ia dating ke rumah Aura, dan rino mengatakan bahwa kakanya akan terbang. Alan tak bertanya kemana, ia hanya bergegas ke bandara. Tapi sepertinya ia terlambat.

To : Alan , cinta yang kutemukan saat aku kehilangan.
Saat ini, mungkin aku sudah tak lagi bisa melihat wajah tampan vokalis kesayanganku ini. 
01 Juli 2011. Terima kasih, untuk 2 tahun penuh arti selama ini. Terima kasih, untuk pengertian yang tak pernah habis. Terimakasih untuk pernah mempercayakan krystal hatimu. Maaf, karena ternyata aku tak sanggup menjaganya, lebih lama lagi. Semoga Biyan bisa menjaganya lagi, aku yakin, kali ini ia takkan memecahkan krystal itu lagi. Iya, kan. Alan. Waktu yang kamu berikan untuk aku sepertinya tak akan cukup. Dan aku takut, kamu akan lelah terlalu lama menunggu. Jadi jangan lagi menunggu ya, pangeran malamku.
Bye.semoga kamu bahagia selalu.
With a lot of love ,, Aura.


Surat itu tergenggam di tangan kiri Alan, bersama syal bersulam .010809.
Kenapa bandara terasa begitu sepi kali ini. Pikir Biyan. Sambil menatap nanar pada sosok yang tengah terisak tak jauh didepannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun