Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Memikul Beban Bersama

22 Januari 2014   18:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:34 108 0

Ada lebih dari seribu orang yang harus mengungsi

Ada ratusan anak yang sudah beberapa hari tidak ganti celana

Ada banyak rumah yang atapnya saja tidak kelihatan karena tertutup air

Beberapa instansi sudah turun dan membantu

Beberapa aktivis sosial memberi bantuan pada korban

Beberapa dari kita berdoa agar bencananya selesai

Hati nurani siapapun pasti akan tersentuh melihat berita-beria di televisi dan media cetak. ”Andai saja aku bisa membantu”, kata mereka sambil menonton televisi dan membaca koran

Tentu saja kita bisa membantu. Dan itu tidak sulit.

Gue ada beberapa tips dan point yang bisa membantu kalian untuk mulai membantu.

1)Kehadiran. Seperti kata pak Anies Baswedan, bantuan yang paling baik itu kehadiran. Tidak melulu harus membawa barang dan bantuan. Jadi datang saja ke tenda pengungsi manapun, dan lihat apa yang bisa dibantu. Biasanya selalu ada posko dari instansi, LSM, atau pemerintah, bahkan partai. Datang dan bilang saja kalau kita mau membantu. Kita juga bisa datang langsung ke warga dan sekedar mengajak ngobrol beberapa ibu-ibu atau bapak-bapak. Itu berguna sebagai trauma healing. Atau bisa juga dekati anak-anak disana dan ajak mereka bermain. Lebih baik bermain sambil belajar, menggambar, atau menyanyi, ketimbang mereka bermain banjir, atau bahkan ngecrek atau meminta-minta uang dijalan

2)Tidak perlu totalitas. Tidak perlu cuti kantor, borong makanan di supermarket. Bantu saja sebisanya. Sepulang kantor. Di akhir pekan. Satu-dua jam sudah sangat bermanfaat

3)Berikan yang belum ada. Poin ini penting sekali. Terlalu banyak orang yang berpikir ”korban banjir pasti kekurangan makanan”, padahal biasanya makanan itu paling banyak diberikan orang dan tidak jarang akan berlebihan dan tidak termakan. Pakaian adalah jenis bantuan kedua yang seringkali, setelah banjir selesai, terbuang-buang. Diantara yang jarang sekali diberikan adalah Pakaian dalam untuk ganti, air bersih, dan penampung sampah. Padahal tingkat kepentingannya tidak rendah. Bagi pengungsipun, dirasa ketiga hal tersebut tidak begitu penting, padahal tanpa ganti pakaian dalam dan air bersih penyakit mudah datang. Juga sampah yang tidak dikumpulkan, ujung-ujungnya akan bikin banjir tambah parah

4)Perhatikan kesehatan. Membantu itu menyenangkan, malah kadang adiktif. Seringkali ini membuat kita mengacuhkan kondisi fisik kita sendiri. ”ah nanti saja makannya, pengungsi lebih penting”, padahal ini salah. Kalau kita ingin membantu setiap hari sampai bencana selesai, justru kita harus  makin perhatian pada kesehatan kita. Kalau dari saya, tips sehat itu sederhana, air putih, buah, makan teratur, istirahat cukup, dan hati yang bahagia. Kita juga bisa banget aplikasikan ini kepada para pengungsi

5)Mereka itu kuat. Iya, pengungsi itu lebih kuat daya tahannya daripada kita. Mereka sudah terbiasa dengan banjir dan mengungsi. Anak-anak mereka akan sulit sakit walau bermain di banjir setiap hari. Jadi tidak perlu berlebihan. Kadang terlalu memanjakan juga berakibat ketergantungan.

6)Bantuan tidak perlu turun tangan. Beberapa orang yang berada jauh dari lokasi banjir, atau tidak ada waktu, bisa juga membantu dengan cara lain. Misalnya mengajak teman-teman untuk berdonasi dan mengumpulkan uang. Lalu diberikan pada LSM, instansi mana saja yang dirasa amanah. Berdoa dirumah, itu juga bantuan.

7)Koordinasi. Saat krisis seperti ini, tidak perlu memedulikan apakah instansi ini bermuatan politik, apakah ini pencitraan atau bukan. Koordinasi saja. Bantu dan fokuskan pada kesehatan korban banjir. Saling menyalahkan sudah tidak trend lagi sekarang. Mulailah beraksi.

Banjir mungkin hanya mendatangi pinggiran sungai, beberapa lokasi, dan mungkin kita tidak terkena. Tapi kita cinta Indonesia. Dan ketika dia bersedih, kita sebagai anaknya akan turun untuk melakukan apa saja. Sampai ia berhenti menangis.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun