Untuk satu kilogram kopi kalosi mencapai 180 dollar atau setara dengan Rp180 ribu per kilogram jika kurs dollar yang berlaku Rp10 ribu per dolar. Sedangkan harga kopi biasa hanya Rp9.300 per kilogram.
Kondisi Kabupaten Enrekang dengan ketinggian hingga 2.000 meter di atas permukaan laut (dpl) ini memang sangat memungkinkan tumbuhnya tanaman perkebunan dan sayuran yang subur.
Salah satu tanaman perkebunan di daerah yang terkenal hingga Benua Eropa dan Amerika, Kopi. Jenis tanaman ini, hanya bisa tumbuh di dataran tinggi, seperti halnya di Kabupaten Enrekang.
Pengembangan kalosi DP dilakukan sebagai ikon dan brand mark Kabupaten Enrekang.
Sayangnya, menurut Bupati Enrekang, H La Tinro Latunrung, tanaman kopi ini hampir punah. Pohon kopi istimewa ini kini tersisa beberapa pohon saja. "Rata-rata setiap rumah tangga tersisa satu hingga dua pohon saja," ungkap La Tinro.
Semakin berkurangnya pohon kopi ini membuat bupati merasa prihatin. "Jika ini (kopi kalosi Dp,-red) tak diatasi, saya yakin kopi kalosi akan punah dan hanya menjadi kenangan masa lalu," katanya di Pendopo rumah jabatan Bupati, beberapa waktu lalu.
Berawal dari keprihatinan itulah, diapun berupaya mengembalikan kejayaan kopi kalosi dp ini melalui kerja sama dengan lembaga pendidikan terkemuka di Sulsel, Universitas Hasanuddin (Unhas).
Kerjasama ini dilakukan untuk pemurnian kopi arabika tipika atau lebih dikenal, kopi Kalosi Dp. Upaya ini terus dilakukan di tengah keprihatinan akan semakin punahnya pohon kopi jenis ini.
Bahkan, tak tanggung-tanggung, Bupati Enrekang, H Latinro La Tunrung langsung menginstruksikan jajarannya menyiapkan lahan 30 hektare untuk pembibitan Kopi Kalosi.
Pemerintah Kabupaten Enrekang benar-benar serius ingin mengembalikan citra Kopi Kalosi, sebagai kopi terbaik yang ada di dunia.
La Tinro mengungkapkan, semakin punahnya kopi kalosi dp akibat produksinya yang sangat rendah. Produksi kopi kalosi hanya mampu memproduksi 300-500 kg per hektre. Sementara kopi biasa mampu memproduksi 2 ton per hektare. Perbedaan jumlah proksi inilah yang membuat masyarakat lebih memilih membudidayakan kopi biasa.
Namun dia tidak berputus asa dan pesimis. Sebagai bupati dengan latar belakang pengusaha, justru membuatnya tertantang mengatasi masalah ini. Ayah empat anak ini yakin, nilai ekonomi yang tinggi dari jenis tanaman ini justru akan mengangkat perekonomian masyarakat sekaligus mengangkat citra Enrekang khususnya dan Indonesia di mata dunia.
Hal senada dikatakan Kepala bidang Perkebunan, Dinas Pertanian dan Perkebunan kabupaten Enrekang, UmarSappe.
"Harga di pasaran dunia, untuk kopi kalosi DP sebesar 180 dolar per kilogram, sementara kopi arabika biasa hanya Rp9.300," ungkapnya.
Untuk itu, lanjutnya, Dinas pertanian dan perkebunan Enrekang terus berupaya melakukan pembenahan dan pengembangan kopi kalosi Dp.
"Beberapa daerah kita akan jadikan sebagai tempat pengembangan kopi arabika tipika (kalosi Dp-red), seperti di Nating, Bone-bone, Masalle, Buntumondong dan Bungin," katanya.
Dia menambahkan, sesuai instruksi bupati, pihaknya telah menyiapkan lahan seluas 30 hektare di Desa Sawitto Kecamatan Bungin untuk pemurnian dan membuat sumber benih. "Hasilnya nanti akan menjadi sumber benih kopi arabika tipika (kalosi Dp-red) yang sudah hampir punah.
Sumber benih inilah yang akan dibagikan ke masyarakat Bumi massenrempulu ini untuk kembali dikembangkan guna mengembalikan kejayaan Enrekang di mata dunia.
"Jenis kopi ini sudah dari dulu dikenal ke mancanegara dan pasti orang cari, Ungkap Umar begitu meyakinkan. Pusat transaksi hasil pertanian masyarakat Enrekang, pertama kalinya di Kalosi, Kecamatan Alla. Konon kabarnya, dari pasar inilah bermula kopi kalosi dikenal dan menjadi minuman primadona hingga manca negara.
Tanaman yang dibawa penjajah Belanda ketika itu, dapat tumbuh subur dan memiliki cita rasa yang khas. Kekhasan jenis kopi kalosi dp inilah yang membuatnya sangat disukai.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Enrekang, Umar Sappe mengatakan, faktor agroklimat membuat kopi yang tumbuh di Kabupaten Enrekang memiliki cita rasa yang khas.
Akses ke daerah ini, sangat terbuka dengan dukungan infrastruktur memadai. Daerah penyuplai buah dan sayuran hingga Papua ini, dapat dijangkau dengan waktu tempuh 6 jam menggunakan angkutan darat dari ibu kota provinsi Sulsel.
Perjalanan dari ibu kota Provinsi Sulsel, menuju Bumi Massenrempulu ini sangat unik dan tak membosankan. Sebelum menjejakkan kaki di daerah yang kini dipimpin Bupati La Tinro La Tunrung, lima kabupaten yang mesti dilalui.
Namun, itu bukan kendala. Infrastruktur jalan yang mulus membuat perjalanan lancar. Apalagi pemandangan sepanjang perjalanan yang begitu menakjubkan.
Selain hamparan sawah menghijau, dan lautan biru menambah indah perjalanan menuju daerah ini.
Ketika memasuki Kabupaten Enrekang, hawa sejuk mulai terasa.
Perjalanan dengan pemandangan yang indah ini, akan membuat siapapun yang melakukan perjalanan ke daerah ini tak henti-hentinya berdecak kagum.
Di daerah inilah tumbuh subur kopi kebanggan masyarakat Enrekang, Kalosi Dp. Dibalik kebanggan memiliki kopi kalosi Dp, muncul kegelisahan dari pemerintah Kabupaten Enrekang. Ternyata, hingga saat ini, Enrekang belum mengantongi hak paten kopi kalosi Dp.
Masyarakat dan pemerintah kabupaten boleh ngotot mengakui jika kalosi Dp benar-benar kopi Enrekang. Tapi itu belum cukup. Secara hukum, pengakuan tersebut sangat lemah.
Hak paten merupakan satu-satunya cara mempertegas dan memiliki dasar hukum yang kuat, jika kopi kalosi DP itu produksi Kabupaten Enrekang.
Dengan satu tekad, mengembalikan kejayaan kopi kalosi Dp yang berasal dari Kabupaten Enrekang, Bupati, La Tinro La Tunrung mendaftarkan hak paten kopi produksi daerah ini.
Apalagi, menurut Umar Sappe, kopi Kalosi Dp ini sudah dikenal hingga mancanegara. "Baru-baru ini, kita kirim sampel kopi ke Jerman dan mereka tertarik," katanya.
Sebagai upaya mempertahankan brand merk Kopi Kalosi Dp dari Enrekang, Pemkab telah mengajukan permohonan hak paten.
Pengajuan permohonan hak paten sedang dalam proses di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
"Dari sisi budidaya dan hasilnya Enrekang jauh lebih besar. Jangan sampai kita (Enrekang-red) yang punya kopi, tapi daerah lain yang punya nama. Nah, setelah ada merek, citranya sebagai kopi Enrekang akan semakin dikenal dan nilai ekonomisnya akan semakin tinggi," katanya.