Satu Minggu jelang Puasa, Dia tidak kelihatan aku menduga sedang pulang kampung. Ternyata benar, ketika selesai Sholat Terawih hari ke enam di Musholla aku bertemu dan bertegur sapa, baru satu hari tiba dari kampung di Majalengka, katanya. Jelang Sahur, Dia datang ke warung dan kebiasaanya di ulang.
Ketika, memasuki hari ke tujuh pembantu ku tidak masuk kerja. Sedang, Istri di Musholla mempersiapkan ta’jil untuk buka bersama. Otomatis tempat cucian seperti kapal pecah, penuh gerabah. Jelang buka puasa Hendra datang tanpa di komando ke tempat cucian, mencuci. Aku tegur “Mas, biar saja tidak usah cuci!” Dia menjawab “Pak, biar ini saya cuci semua sambil nunggu buka, bolehkan kan Pak? Saya pesan kolak? Taruh di meja biar dingin?" aku siapkan pesanannya. Dia kalau buka makan kolak terlebih dahulu, badha Magrib baru makan nasi.
Ketika akan membayar tejadilah ‘nego’ cukup alot. Dia bersikeras tetap membayar, membantu karena Iklas dan senang. Sebaliknya aku merasa di bantu pun ingin memberi imbalan dengan menggratiskannya. Karena tidak ada titik temu, aku meminta Dia datang ke Warung selepas Traweh. Akhirnya, di ambil keputusan mau saling berbagi menerima. Di mulai hari ke delapan sampai ini tulis, Hendra menyalurkan hobinya nyuci gerabah, waktunya sebelum dan sesudah Magrib, pun demikian ketika akan Sahur dan selepas Shubuh, setelah itu Dia pulang. Dia aku bebaskan untuk mengambil makan sendiri, gratis.
.
Salam
.