Proletar berpikir dirinya hanya menjadi alat kaum kapitalis untuk mempertahankan
status quo-nya. Proletar berpikir hidupnya hanya bergantung kepada upah yang diberikan oleh 'tuan tanah'-nya. Wajar, karena biasanya mereka tidak memiliki pendidikan yang cukup untuk bisa memiliki cara berpikir yang benar. Pemuka-pemuka agama-tenaga pendidik yang dapat mereka akses secara gratis-yang seharusnya meluruskan cara berpikir, justru membuat mereka seolah 'jalan di tempat' dengan bungkus 'kesabaran'. Â Setidaknya, karakter seperti itulah yang dilekatkan Karl Marx kepada kaum proletar. Meski istilah proletar sudah jarang didengar oleh masyarakat di milenium ini. Faktanya, mereka masih ada dan mungkin kita salah satu dari mereka.
KEMBALI KE ARTIKEL