Ternyata butuh waktu yang cukup panjang untuk menyambung kembali #series2 yang dengan sadar saya
nadzar-kan hampir satu bulan yang lalu. Hiruk-pikuk kehidupan urban dan runtinitas monoton sebagai buruh perusahaan non-profit mampu menjadi stimulan komposisi “malas” yang sebetulnya sudah menjadi bakat saya dari kecil-dan alhamdulillah berkembang. Sebagaimana kolega saya sering dalilkan, "
Al imanu yazidu wa yanqushu", bahwa keimanan itu sangat fluktuatif kadang diatas kadang dibawah, maka saya berusaha memaklumi ketidaksemangatan ini adalah hal yang lumrah. Terkesan pembenaran? memang, karena sejak bergaul dengan kolega yang saya maksud tadi, saya mulai lihai melakukan pembenaran-pembenaran pada hal apapun. Bukan pengaruh buruk sebetulnya, karena yang saya rasakan ini lebih kepada
positive thinking akut, dimana salah dan benar itu menyublim dalam sebuah ruang udara yang mau tidak mau kita hirup tanpa mampu memilahnya kembali.
Piye jal, Bingung kan? Tidak banyak yang bertahan atau bahkan tertarik pada obrolan saya dengan kolega saya, kalau pun ada yang nimbrung dan bertahan lama maka dipastikan dia orang yang bingung mau ngobrol sama siapa lagi…
KEMBALI KE ARTIKEL