Setelah Sunan Giri berhasil menduduki kerajaan Majapahit, sesuai janjinya hanya 40 hari 40 malam, maka keesokan harinya melakukan upacara penobatan Raden Patah sebagai penerus kerajaan Majapahit, yang bergelar Sultan Alam Akbar Al Fattah.
Namun Raden Patah ingin membuat sejarah baru dalam dinastinya, maka tahta kerajaan Majapahit diboyong ke Kadipaten Demak, seluruh pusaka kerajaan Majapahit dan kitab kesusastraan. Kemudian membuat maklumat bahwa sejak hari itu Kerajaan Majapahit sudah tidak ada lagi, dan diturunkan statusnya menjadi Kadipaten bawahan Kasultanan Demak.
Pada tahun 1479 mulailah Sultan Jimbuningrat membangun Kadipaten Demak Bintara diubah menjadi Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa, sejak itu statusnya diubah dari kerajaan menjadi Kasultanan, dan istilah Raja diganti dengan Sultan.
Pangeran Handaningrat yang menjadi Adipati di Kadipaten Pengging, kian hari semakin menderita, bak makan buah simalakama, jika menyetujui tindakan adiknya Raden Patah, maka harus bergabung dengan Kasultanan Demak sekaligus menyatakan taklum menjadi bawahannya.  Namun  kalau tidak setuju dengan tindakan makarnya, berarti harus melepaskan kedudukannya sebagai Adipati atau melakukan pemberontakan melawan Demak.
Pikiran yang berkecamuk merongrong perasaannya, hingga Adipati Handaningrat jatuh sakit, beberapa bulan kemudian meninggal dunia. Sedangkan istri dan para putra nya meninggalkan kadipaten dan hidup sebagai orang biasa, tinggal dipedesaan, kelak putra sulungnya akan menorehkan sejarah dengan nama Ki Ageng Pengging.
Sedangkan putra Prabu Brawijaya yang lain, yakni Pangeran Lembu Amisani, yang juga tidak setuju dengan tindakan makarnya raden Patah, dengan anak dan isterinya berhasil meloloskan dari dari kejaran pasukan Demak dan hidup sebagai rakyat biasa, dan tinggal di hutan Wanabaya dan membuka desa. Pangeran Lembu Amisani hanya mempunyai  seorang putra bernama raden Jaka, yang kelak juga akan mencatatkan namanya dalam sejarah, dengan sebutan Ki Ageng Wanabaya.
Seorang pangeran yang juga tidak setuju atas tindakan Raden Patah adalah pangeran Bondan Kejawan, juga melarikan diri, dan menetap di desa Tarub, yang kelak bernama ki Ageng Tarub.
Sedangkan Pangeran Gugur sebagai putra Mahkota, setelah berhasil lolos ke Pulau Bali, beberapa tahun kemudian bertapa di Gunung Lawu, dan kelak akan diskenal dengan nama Sunan Lawu.
Sultan Demak Jimbuningrat yang juga disebut Sultan Alam Akbar al Fatah atau Sultan Syah Alam Akbar terus melakukan perburuan terhadap para pangeran Majapahit yang berhasil meloloskan diri. Bahkan selama memerintah di Demak, semua keturunan Majapahit akan dimusnahkan.
Selama empapt puluh tahun lamanya Sultan Alam Akbar al fatah memerintah kasultanan Demak, pada 1518 Masehi, meninggal dunia. Karena tidak mempunyai keturunan laki-laki, maka sebagai penerus tahta Demak diangkatlah Adipati Unus, meskipun sebagai menantu Sultan, namun atas restu dari para Wali maka Dipati Unus menggantikan Sultan Demak II.
Namun tidak lama memerintah di kasultanan Demak, beliau meninggal dalam penyerbuan ke Malaka. Kemudian digantikan oleh Pangéran Sekar Séda Lèpèn, itupun juga tidak lama memerintah dan meninggal dunia. Kemudian diganti oleh Raden Trenggana, sebagai Sultan ke empat.
Sultan Trenggana mempunyai putra empat orang, yang sulung seorang putri yang dinikahi  Pangéran Hadiri Adipati Rembang, yang tewas karena dibunuh oleh utusan Pangeran Harya Penangsang yang Adipati di negeri Jipang Panolan.
Yang  kedua juga putri menikah dengan Pamanahan, yang ketiga juga putri kemudian menikah dengan  Jaka Tingkir. Sedangkan yang bungsu  bernama Pangéran Prawata, yang tewas karena dibunuh oleh utusan Pangeran Harya Penangsang.