Pada zaman dahulu orang tua dalam mencarikan jodoh buat anak perempuanya, dengan sebuah sayembara, terutama para Raja. Yang menjadi kriteria sang calon itu diterima apabila para peserta itu mampu menang dalam mengadu kesaktian. Siapa pun orangnya , yang mampu mengungguli kemampuan pengujinya, maka ia lulus dan lolos. Pengujian dilakukan secara terbuka, transparan dan disaksikan oleh semua pihak, tidak ada patgulipat maupun kongkalikong.
Syahdan di negeri Kasyi yang diperintah oleh Prabu Darmamuka, hari itu sedang berlangsung sayembara pilih jodoh, untuk perebutkan tiga putri Kerajaan Kasyi, yakni; Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika. Dalam sayembara tersebut dibuat sebuah perjanjian, siapapun yang dapat mengalahkan kedua raksasa tersebut maka sang pemenang menjadi suami ketiga putri Amba, Ambika dan Ambalika.
Sebagai tim pengujinya adalah dua raksasa yang sakti mandraguna , bernama Wahmuka dan Arimuka.
Para peserta sayembara dari beberapa negara, maupun para ksatria dan brahmana tidak ada yang mampu mengalahkan keduanya.
Raden Dewabrata, dalam pengembaraannya setelah berguru pada Resi Ramabhargawa, kebetulan melewati negeri Kasyi, dan cobacoba ikut sayembara, sekaligus untuk menjajal kesaktiannya. Dan ternyata, ia menjadi pemenang setelah berhasil mengalahkan kedua penguji Wahmuka dan Arimuka.
Setelah usai upacara pernikahan, ketiga putri tersebut di boyong ke kerajaan Hastina. Prabu Santanu terkejut ketika Dewabrata membawa ketiga putri boyongan. Setelah menjelaskan panjang lebar, pada Prabu Santanu maka Ambika dan Ambalika diberikan pada kedua adik tirinya, meskipun kedua putri tersebut tidak mau, karena melanggar perjanjian dalam sayembara pilih jodoh di kerajaan Kasyi.
Raden Dewabrata , teringat akan janji dan sumpahnya pada ibu tirinya, maka ia pamit untuk pergi mengembara, namun dewi Amba dan kedua adiknya mengikuti terus. Kemudian di tengah perjalanan berhenti, dan memberi penjelasan pada ketiga putri aga tidak mengikutinya, karena akan melakukan perjalanan jauh.
Kedua putri yang telah disepakati menjadi isteri adik tirinya yakni Citranggada dan Wicitrawirya, keduanya mau pulang ke kerajaan. Namun Dewi Amba tidak mau, tetap harus mengikuti kemana pun Dewabrata pergi. Sikap dewi Amba, yang semakin lama dianggap semakin menjengkelkan, karena selalu mengikuti terus kemana pun ia pergi, akhirnya Dewabrata menjelaskan padanya :
" dinda dewi Amba, bukan nya aku mengewakanmu, tetapi memang aku tidak mungkin untuk menikahimu. Sebaiknya dinda mencari pemuda yang lain saja..."
" kanda, aku ini kau anggap apa ...? kalau jadinya akan seperti ini, mestinya kakanda pada waktu itu tidak perlu mengikuti sayembara, kan sudah tahu aturannya..?" tukasnya.
" maksudku waktu itu hanya akan menjajal kesaktian saja.." Dewabrata menjelaskan.
" begini kanda, kalau kanda sudah punya isitri pun, aku mau koq dimadu,...asal menjadi isitrimu. Tapi kalau harus diberikan kepada orang lain memangnya aku ini barang..bisa diberikan ke orang lain begitu saja" dewi Amba sudah semakin nekad, karena dia tidak mau ditinggal pergi.
" dinda itu tidak benar, aku sama sekali tidak punya wanita lain, ketahuilah yayi, bahwa aku sebenarnya sudah bersumpah untuk hidup wadat (menyendiri), aku sudah bersumpah seumur hidupku tidak akan menikah. Jadi aku minta pada dinda Amba, agar engkau lebih baik mencari pria lain saja..."
Dewi Amba merajuk terus, lama kelamaan Dewabrata geram juga, sudah dinasehati tetap tidak mau, kemudian Dewabrata mundur beberapa langkah seraya mengeluarkan anakpanah dan busurnya. Senjata itu diarahkan ke dada Dewi Amba, katanya : " dinda lihat lah apa yang kupegang "..
Dewi Amba bukannya takut, tetapi semakin nekad, tidak mundur menghindar, melainkan semakin mendesak maju. Dewabrata beberapa kali mundur, maksud hati hanya mengancam saja, agar Dewi Amba lari.
" kanda Dewabrata, jika memang itu maumu, aku rela mati ditanganmu, demi cintaku, asal kakang mencintaiku, aku rela kau bunuh. Daripada aku dikembalikan pada kedua orangtuaku, lebih baik aku mati ditanganmu kakanda...." rintih dewi Amba, yang memelas..dan sambil mengeluarkan airmata.
Hati Dewabrata terguncang dan haru ketika melihat Dewi Amba menangis dan sambil mendekat, ia berdiri terpaku bagaikan tugu sinukarta. Matanya menatap tajam ketka Dewi Amba melangkahkan kakinya, dan semakin dekat.
Hati Dewabrata semakin terguncang, peluh semakin membasahi tubuhnya, telapak tangan yang memegang busur dan anak panah secara perlahan mulai mengendor, keringat di telapak tangan membuat anak panah semakin licin. Dalam keadaan bengong karena pikiran yang bercampuraduk, tanpa terasa anak panah melesat dari busurnya, dan...mengenai jantung dewi Amba...menjerit seketika dan terkulai.......
Busur di lempar, Dewabrata segera menubruk dewi Amba agar tidak terjerembab. Pikiran Dewabrta semakin tadak karuan ;
" dinda, kenapa ini harus terjadi...maafkan aku dinda...bukan maksudku untuk membunuhmu, aku hanya ingin menakutimu saja..."
" kakanda..., sudah jadi takdirku, bahwa aku harus menerima keadaan seperti ini, sebelum aku meninggalkanmu kanda...katakan apakah kanda benarbenar mencintaiku..." Dewabrata tak kuasa menahan airmatanya...ia menganggukkan kepalanya, dan semakin kencang mendekap tubuh dewi Amba.
" iya dinda, aku mencintaimu...tetapi aku tak kuasa untuk menjilat sumpahku sendiri, yang disaksikan oleh Dewata " lirih Dewabrata membisikkan ketelinga dewi Amba.
" Kanda...jaga dirimu baikbaik, aku sudah dijemput oleh utusan Hyang Yama, hanya pesanku Kakanda, aku tidak akan mukti sendiri, aku tidak mau naik ke swargaloka, sebelum aku bergandeng tangan denganmu kakanda. " hati Dewabrata semakin hancur mendengar rintihan dewi Amba.
" kanda, aku selalu menunggumu, ingatlah kelak jika telah terjadi perang besar Baratayuda, aku akan mengajakmu bersama kanda..." setelah kata terakhir itu...Amba menutup matanya.
Bau harum di udara mengiringi kepergian dewi Amba.
ide cerita : Mahabarata, Wiracarita