Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Kebijakan Pro Warga: Inspirasi dari Solo

19 Desember 2011   11:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:03 1345 5

"APBD itu harus sebanyak-banyaknya digunakan untuk masyarakat, utamanya masyarakat kurang mampu," kata Joko Widodo, Walikota Surakarta.

GEBRAKAN!Itulah ciri khas Ir. H. Joko Widodo yang kerap disapa Jokowi dan FX. Hadi Rudyatmo sejak dilantik menjadi Walikota dan Wakil Walikota Surakarta. Tanggal 28 Juli 2004 selayaknya dikenang semua warga Surakarta sebagai awal dimulainya gebrakan demi gebrakan pasangan pimpinan tersebut.

Salah satu langkah penting yang ditempuhnya adalah pencanangan program “Solo Berseri Tanpa Korupsi”. Slogan “Berseri” mengandung makna bersih, sehat, rapi, dan indah. Sementara slogan “Tanpa Korupsi” dimaksudkan agar penyelenggaraan pemerintahan Kota Surakarta dijalankan sesuai dengan prinsip good governance secara nyata. Menurut Jokowi, hal ini sebagai upaya untuk menata Solo –sebutan populer untuk Kota Surakarta– agar dapat menjadi kebanggaan, memberikan kesejahteraan serta rasa aman bagi seluruh warganya.

Banyak pihak saat itu menuding bahwa program-program yang dicanangkan Jokowi saat itu tak lebih dari “gebrakan politik” di awal masa pemerintahannya saja. Namun begitu, Jokowi menampik jika program-program yang dicanangkannya hanya sekadar gebrakan politik semata. “Kami tidak mau melakukan gebrakan semata. Semua akan kami lakukan secara bertahap sesuai amanat Renstra yang sudah disepakati,” ujar Jokowi saat itu.

Waktu terasa berlalu begitu cepat. Lima tahun masa pemerintahan Jokowi-Rudy banyak menjadi buah bibir, bukan saja bagi publik Solo, tapi bahkan banyak diblowup sebagai salah satu successstory di sejumlah media lokal maupun nasional. Slogan “Solo Berseri Tanpa Korupsi” setidaknya telah dibuktikan Jokowi pada 2010, diujung masa pemerintahannya dianugerahi Bung Hatta Anti-Corruption Award. Di tahun yang sama, Harian Republika juga menempatkan Jokowi sebagai “Tokoh Perubahan 2010”, menyusul langkah Majalah Tempo dua tahun sebelumnya yang memilih Jokowi sebagai salah seorang“Tokoh Bintang” yang dianggap berhasil melakukan perubahan signifikan.

Hadiah teristimewa yang diterima pasangan Jokowi-Rudy sejatinya adalah apresiasi yang tinggi dari masyarakat Solo. Ini antara lain dibuktikan dari suara yang diperolehnya saat Pemilukada 2010 dimana pasangan Jokowi-Rudy memenangi kontestasi politik yang kedua kalinya dengan perolehan suara yang sangat signifikan di atas 90 persen. “Hasil Pemilukada ini dapat menjadi salah satu bukti bahwa Jokowi diterima dan dipercaya masyarakat,” ujar Sulatri, aktifis Pattiro Surakarta.

Selama masa pemerintahannya, Jokowi memang dianggap banyak melakukan gebrakan monumental. Salah satunya yang paling sering disebut-sebut adalah keberhasilannya melakukan proses relokasi Pedagang Kali Lima (PKL) secara elegan. "Ia memindahkan hampir seribu pedagang dari kawasan Monumen Juang Banjarsari ke Pasar Klitikan tanpa gejolak. Di bawah komandonya, pemerintah Kota Solo dengan sabar menjelaskan pentingnya pemindahan itu. Jokowi sampai harus 54 kali menjamu makan para pedagang selama tujuh bulan. Begitu oke, ribuan pedagang dipindahkan dengan kirab budaya," tulis Majalah TEMPO.

Keberhasilan Jokowi dalam menata PKL di Kota Solo dinilai banyak pihak menunjukkan keberpihakannya terhadap ekonomi kecil dan pasar tradisional. Bahkan, bukan hanya dalam soal PKL, Jokowi juga dinilai memiliki apresiasi yang tinggi dalam membangun ekonomi kerakyatan dan mendorong tumbuhnya Usaha Kecil Mikro (UKM) di Kota Solo, antara lain dengan memberdayakan pasar tradisional dan membatasi pembangunan mall. "Saya tidak anti terhadap mall. Tetapi pemerintah harus mengendalikan mereka, membatasi mereka. APBD harus sebanyak-banyaknya digunakan untuk masyarakat, utamanya masyarakat kurang mampu," kata Jokowi saat diwawancarai BBC Indonesia.

Namun demikian, prestasi Jokowi yang sering menjadi buah bibir itu juga tidak sepi dari kritik. Melkianus Kura, Direktur Yayasan Advokasi Transformasi Masyarakat (ATMA), Solo, menilai kinerja Jokowi-Rudy masih perlu dimaksimalkan. Menurut Melkianus, masih dijumpai ketidakadilan bagi pedagang kaki lima yang direlokasi tempat usahanya saat ada program penataan PKL oleh Pemkot Surakarta. Melkianus juga mengkhawatirkan prospek keberlanjutan dari berbagai program yang dilakukan Jokowi jika nanti Jokowi sudah tidak memimpin lagi.”Seharusnya kebijakan tersebut tidak hanya mengatur relokasi pedagang kaki lima, namun juga bagaimana meningkatkan prospek usaha kecil menengah pedagang kaki lima ke depan secara lebih sistemik,” ujarnya.

Kritisisme lainnya muncul dari para seniman dan budayawan Solo atas rencana Jokowi yang menawarkan “Revolusi Budaya” untuk menggenjot roda-ekonomi Kota Solo dengan mendorong sektor pariwisata dan kebudayaan lokal. Sejumlah seniman dan budayawan lokal justru mengkawatirkan, “Revolusi Budaya” yang dicanangkan itu akan merenggut ruang-ruang publik yang ada di Kota Solo dan menjadikannya tak lebih sekadar komoditas ekonomi sehingga hal ini justru akan merugikan kehidupan sosio-kultural masyarakat Solo.

Namun bagi Jokowi lontaran kritikan itu dipersepsinya sebagai sebuah masukan berharga untuk lebih memahami situasi yang terjadi sehingga keputusan yang diambilnya akan memberikan hal yang positif bagi keberlangsungan Kota Solo mendatang. ”Saya akan mengedepankan prinsip keterbukaan dalam menjalankan pemerintahan. Saya akan mengajak segenap masyarakat untuk turut mengawasi pemerintahan sekaligus memberikan masukan, saran, dan kritik mengenai permasalahan Kota Surakarta. Untuk itu kita telah membuka hotline khusus yang dapat diakses masyarakat luas yang ingin menyampaikan aspirasi,” ujar Jokowi seraya menyebutkan nomor hotline aduan: 0817-44-1111 untuk Walikota dan 0817-44-2222 untuk Wakil Walikota.

Terlepas dari plus-minus kebijakan yang dilaksanakan Jokowi dan pemerintah Kota Solo umumnya, di bawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo mengalami perubahan sangat signifikan. Branding “Solo: The Spirit of Java“ yang dikumandangkan Jokowi bukan saja mampu mendongkrak prestasi dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Solo, namun sekaligus juga telah menjadi inspirasi tersendiri bagi eksperimentasi politik pemerintahan di banyak tempat. Tak heran jika Kota Solo banyak didatangi Pemda/Pemkot lain untuk dijadikan tempat studi banding, menggali informasi dan inspirasi bagi terciptanya kebijakan pro-warga yang bermakna.*sofianasgart

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun