Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Margonda dan Ironi Depok

26 Juli 2011   11:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:21 583 0

Dengan APBD yang mencapai triliunan rupiah, sebenarnya bukanlah sesuatu yang sulit bagi Pemkot Depok untuk membangun JPU di beberapa titik di Jalan Margonda.”

Konon, dulu, ketika Pemda Kabupaten Bogor merencanakan pembangunan Perumnas Depok-I pada tahun 1970-an, tak banyak orang tertarik. Orang perlu dibujuk dulu untuk mau tinggal di Depok. Akan tetapi sejak tahun 1990-an Depok berbalik menjadi "tempat perburuan". Bahkan, Depok kini sudah lebih dari sekadar dormitory city bagi pekerja kelas menengah dan bawah dari Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek), antara lain karena mudahnya akses transportasi.

Namun, bicara soal transportasi di Kota Depok, selain soal kemudahan akses, sesungguhnya ada sisi lain yang menurut hemat saya sangat ironis. Salah satunya adalah –selain soal kemacetan dan kesembrawutan– soal hak dan keselamatan pejalan kaki yang tidak terlindungi. Kepingin bukti? Datang dan saksikan sendiri di Jalan Margonda Raya saban pagi dan sore hari …

Di sepanjang Jalan Margonda yang ramai itu kita hanya akan menemukan tidak lebih dari dua jembatan penyebrangan. Pertama, jembatan penyebrangan kumuh di mulut terminal Depok. Kedua, di depan Margo City yang kemungkinan besar dibangun bukan oleh Pemda, tapi oleh pengembang untuk kepentingan bisnisnya. Sementara di sisa ruas jalan lainnya yang panjang dan ramai itu tidak akan kita temukan lagi jembatan penyebrangan yang mestinya sangat berguna bagi keselamatan pejalan kaki yang akan menyebrang jalan.

Karena itu, tampaklah pemandangan kengerian saban pagi dan sore hari, terutama di sejumlah ruas menuju kampus Universitas Indonesia, daerah Kober dan Pondok Cina, dimana para penyebrang seakan ‘berlomba dengan maut’ mencoba menghindar dari kepungan ribuan kendaraan yang juga sedang berpacu dengan waktu di Jalan Margonda yang sangat sibuk itu …

Di Jalan Margonda, di sejumlah ruas menuju kampus Universitas Indonesia itu, tiap pagi antara pukul 07.00 — 08.00 memang seringkali ada 4-5 polisi dan atau banpol (gatur lalin) yang berjaga membantu para penyebrang. Namun benarkah ini bisa membantu keselamatan para pejalan kaki yang akan menyebrang? Barangkali iya, tapi tentu itu bukan solusi ideal. Buktinya, angka kecelakaan di seputar Margonda Raya kian mencemaskan. Data Unit Laka Lantas Polresta Depok mencatat,sejak Januari–18 Februari telah terjadi 58 kasus kecelakaan. Dari jumlah tersebut, 50% di antaranya terjadi pada pengendara sepeda motor dan penyeberang jalan. ”Jumlahnya terbilang tinggi. Diperkirakan setiap hari terjadi satu kasus kecelakaan,” ujar Kepala Unit Laka-Lantas Polresta Depok, AKP Supriyono, seperti dikutip depoklik.

Dengan fenomena seperti itu sudah selayaknya Pemda Kota Depok menaruh perhatian serius terhadap persoalan ini. Tentu menjadi sesuatu yang ironi manakala Kota Depok belum lama ini meraih “Road Safety Partnership Competition” dari Ditlantas Polda Metro Jaya, sementara kenyataan di lapangan menunjukkan tingginya angka kecelakaan dan rendahnya perlindungan pemerintah daerah terhadap masyarakat. Tak heran jika ratusan mahasiswa Universitas Indonesia beberapa waktu lalu melakukan aksi penggalangan tanda tangan untuk mengecam minimnya Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) di sepanjang Jalan Margonda Raya, Depok. “Walikota Depok harus peka terhadap keselamatan warganya … ,”ujar para mahasiswa.

Namun ironisnya lagi, desakan dari para mahasiswa itu seolah dianggap angin lalu saja … Buktinya? Meskipun APBD Kota Depok terhitung sangat tinggi dan terus mengalami peningkatan, namun hingga kini belum ada tanda-tanda mengenai rencana untuk pembangunan JPO di seputar Jalan Margonda. Padahal, dengan APBD yang mencapai triliunan rupiah per tahun, sebenarnya bukanlah sesuatu yang sulit bagi Pemkot Depok untuk membangun JPU di beberapa titik di Jalan Margonda. Namun demikian, alih-alih membangun JPU yang telah lama menjadi tuntutan warga, justru baliho-baliho besar yang tampak memajang photo Sang Walikota dengan senyum simpul yang “begitu manis” (tepatnya: dimanis-maniskan). Sang Walikota yang punya misi ”Menuju Kota Depok yang melayani dan mensejahterakan” itu seakan sedang menertawakan para penyebrang yang sedang berpacu dengan maut! Sungguh ironis …  (sofian asgart).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun