Â
    Inseminasi buatan adalah usaha manusia memasukkan spermatozoa ke dalam saluran reproduksi betina dengan menggunakan peralatan khusus (Hastuti, 2008). Inseminasi buatan dikenal oleh peternak sebagai teknologi reproduksi ternak yang efektif. Secara umum teknik IB terdiri atas dua metode yakni metode inseminasi vaginaskop atau spekulum dan metode rectovaginal (Selk, 2007; Susilawati, 2011). Dan inseminasi  buatan  adalah  salah satu  bioteknologi  dalam  bidang  reproduksi  ternak yang  memungkinkan  manusia  mengawinkan  ternak  betina  tanpa  perlu  seekor  pejantan. Inseminasi  buatan  merupakan  suatu  rangkain  proses  terencana  dan  terpogram  karena menyangkut kualitas genetik ternak di masa yang akan datang. Sementara itu, semen beku merupakan sperma dari pejantan unggul dengan kriteria memiliki fisik sehat serta bebas dari penyakitt hewan menular dan sudah diseleksi berdasarkan garis keturunan, kemampuan produksi, serta reproduksi. Faktor yang mempengaruhi jumlah semen beku yang dihasilkan adalah Spermatozoa Mortil kualitas semen segar dihasilkan proses pengenceran dan proses pembekuan 6 (Nyuwita et al., 2015). Kualitas semen beku dapat menurun jika setelah semen beku dicairkan, hal ini karena proses thawing, sperma melewati berbagai suhu ekstrim yang dapat menurunkan kualitas semen beku tersebut (Komariah et al., 2013) Keuntungan inseminasi buatan (IB) pada sapi di Indonesia, antara  lain  peningkatan  mutu  genetik  yang  lebih  cepat  karena  menggunakan semen  dari  pejantan  unggul,  dapat  menghemat  biaya  pemeliharaan  pejantan  lain  dan penularan  penyakit  kelamin  dari  ternak  yang  diinseminasi  dapat  dibatasi  atau  dicegah (Setiawan,  2018).
Â
   Faktanya, inseminasi buatan telah terbukti meningkatkan produktivitas ternak secara signifikan. Seekor sapi betina lokal, misalnya, dapat melahirkan anak dengan kualitas genetik setara sapi impor, berkat penggunaan semen beku dari pejantan unggul. Tapi mengapa hanya sedikit peternak kecil yang memanfaatkan peluang ini?. Salah satu alasan utama adalah kurangnya edukasi pada peternak lokal terpencil. Banyak peternak tradisional yang belum memahami bagaimana inseminasi buatan bekerja atau ragu dengan hasilnya. Salah seorang peternak lokal di daerah Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mengungkapkan bahwa masih terdapat peternak yang merasa ragu atau takut untuk menerapkan teknologi inseminasi buatan. Keraguan ini umumnya didasari oleh minimnya pemahaman terkait manfaat dan proses inseminasi buatan. Namun, sebagian dari mereka kemudian merasa menyesal karena sapi yang dibiakkan secara alami menghasilkan keturunan dengan kualitas yang kurang optimal dibandingkan dengan sapi hasil inseminasi buatan menggunakan semen unggul (wawancara dengan Arifin, 7 November 2024). Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi dan pendampingan teknis bagi peternak lokal agar mereka dapat memanfaatkan teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan kualitas genetik ternak mereka.