Berdemokrasi telah mengajarkan kita membenci Pemimpin, menghujat, menghina dan melecehkannya, bahkan dalam dosis terkecil sekalipun kita cendrung sinis kepada pemimpin kita. Realitas ini muncul kepermukaan ditengah euporia demokrasi dan kebebasan pers yang memungkinkan setiap individu/kelompok mendemonstasikan dan mengaktualisasikan ide dan gagasannya baik yang fositif atau bahkan yang negatif sekalipun.
Kebebasan yang pada mulanya bertujuan positif dalam perjalanannya banyak di bumbui dengan muatan-muatan yang mengangkangi nilai keluhuran dan kepribadian bangsa yang memegang erat nilai agama dan norma-norma sebagai orang 'timur'.
Kebebasan yang mengarah pada kebablasan ini pada akhirnya mencampur adukkan nilai-nilai ketimuran yang beretika dan nilai-nilai barat yang liberal.
Pemimpin sebagai otoritas pemegang kekuasaan yang berhubungan langsung dengan banyak kepentingan publik menjadi sorotan dan pengawasan yang amat sangat ketat dari rakyatnya. Secara teoritis ini adalah kondisi ideal dimana pemimpin tidak lagi mempunyai kekuasaan absolut yang mengarah pada otoriter dan korup, namun disi lain dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang beseberangan untuk menjatuhkan pamor kepemimpinan dengan mencari-cari kesalahan dan membentuk opini negatif di media massa. Pembentukan opini negatif ini pada akhirnya akan menggiring masyarakat luas untuk ikut larut di dalamnya sehingga kebencianpun akan terakumulasi dalam benak masyarakat yang berujung pada hujatan, hinaan dan caci maki terhadap pemimpinnya sendiri, sehingga wibawa pemimpi akan jatuh pada titik yang sanagat rendah.
Bukankah ada pepatah yang mengatakan Pemimpin adalah cermin dari masyarakatnya, sehingga kita patut berkaca pada 'cermin' itu untuk melihat realitas yang terjadi hari ini. Jangan-jangan tindakan korup, suka hidup mewah, menipu, lupa pada ikrar janji,mementingkan diri sendiri juga merupakan sikap masyaraktnya.Atau karna belum dapat kesempatan.??. Ataukah jika kita diuji dengan kesempatan dan peluang yang sama, masih mampukah kita bertahan dengan idealisme kita.??
Pemimpin adalah hadiah yang diberikan Tuhan untuk rakyatnya. Sehingga kita patut bertanya kenapa Tuhan memberikan hadiah yang selalu mengecewakan kita..?
Atau jangan-jangan Tuhan yang maha kuasa menilai kita belum berhak dan belum pantas dihadiahkan seorang pemimpin yang 'Besar' yang mampu mensejahterakan dan dicintai rakyatnya.
Bukankah Rasulullah pernah berkata 'setiap kita adalah pemimpin' dan setiap kepemimpinan akan di mintai pertanggungjawaban.?
Perbaikan masing-masing idnividu sebagai basis kepemimpinan dengan skala yang lebih kecil adalah usaha besar yang harus dilakukan sebagai upaya menjadikan dirikia 'pantas' mendapatkan hadiah terindah dari Tuhan akan lahirnya pemimpin 'Besar' yang kita dambakan.
Untuk mengubah negri ini yang kita butuhkan bukan hanya seorang presiden,Tapi 'jiwa' seorang presiden/kepemimpinan dalam setiap diri masyarakatnya. Rekayasa sosial, perbaikan generasi muda sebagai aset kepemimpinan dimasa depan adalah sebuah keniscayaan yang mesti dilakukan.
Jika kita telah berhasil memimpin dan memperbaiki setiap diri kita maka takkan mustahil dalam waktu yang amat sangat dekat Negeri ini akan melahirkan pemimpin Besar yang tak lagi sibuk mengurusi hal-hal kecil dan remeh temeh,tapi Pemimpin yang Visioner dan revolusioner, Yang bukan hanya sibuk mengurusi Indonesia yang katanya sangat besar ini, dan juga Bukan hanya kembali menjadi macan Asia, tapi Indonesia akan menjadi Kiblat peradaban dunia.