Di tengah hingar bingar pesta dan acara besar, seringkali kita terlena dengan gemerlapnya sajian makanan. Piring-piring menjulang tinggi dengan aneka hidangan lezat, menggoda untuk dicicipi. Namun, di balik kemeriahan tersebut, tersembunyi sebuah keprihatinan yang disuarakan oleh Profesor Surono Danu dan Buya Yahya, tentang nilai sebutir nasi dan kebiasaan menyisakan makanan di piring. Tak jarang, para undangan tergoda untuk mengambil berbagai hidangan dalam jumlah berlebih, namun kemudian enggan menghabiskannya. Entah karena gengsi atau rasa malu untuk membersihkan piring, banyak makanan yang akhirnya terbuang sia-sia. Perilaku ini tidak hanya mencerminkan pemborosan, tetapi juga ketidakpedulian terhadap nilai makanan dan jerih payah yang telah dikeluarkan untuk menghasilkannya.Â
Profesor Surono Danu, dengan berat hati, menggambarkan keprihatinannya melihat generasi muda, yang ia sebut "milenial", seringkali menyisakan makanan di piring mereka. Ia mengingatkan kita akan nilai satu butir nasi yang seringkali terlupakan. "Satu gram beras itu 50 butir. 1 kilo 20.000 butir." Bayangkan, jika 200 juta penduduk Indonesia saja menyisakan satu butir nasi setiap kali makan, maka 4 ton beras terbuang percuma. Jika dihitung dua kali makan sehari, maka angka pemborosan tersebut mencapai 8 ton, dan dalam sebulan mencapai 240 ton!
KEMBALI KE ARTIKEL