Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Proposal Approved (Bagian 3)

21 Februari 2023   19:20 Diperbarui: 21 Februari 2023   19:18 131 5
Lelaki berkacamata bulat itu mengepalkan tangannya. Dia melangkah dengan terburu-buru ke ruangan dengan layar besar dan lampu-lampu menggantung di atas, lampu di tiang-tiang dengan beberapa kamera dan orang-orang yang hilir-mudik melakukan pekerjaan masing-masing.

"Pak Rein, peralatan sudah siap," lelaki bertopi hitam mendekat ke arahnya.

"Ya, terima kasih banyak Pak." Lelaki berkacamata itu tersenyum.

'Pekerjaan adalah yang harus diselesaikan saat ini. Fotografer itu biar waktu yang akan menyelesaikannya.' Pikiran lelaki itu membuat dirinya terlihat lebih tenang meski hatinya kalut.

Jeha datang dengan Keenan yang menggendong tas kameranya. Ketiga perempuan dengan riasan karakter di wajah dan beberapa bagian tubuh itu berdiri di depan layar berwarna putih.

Rein melihat gadis itu berdiri di sampingnya. Keenan mulai berdiri di depan mereka. Tangannya sibuk mengarahkan model. Lampu flash menyala berkali-kali.

"Kamu tahu Sheila?" kata Rein tiba-tiba.

"Aku harus bicara sebagai rekan kerja atau teman lama? Ya kalau hubungan kita bisa dikatakan teman," gadis itu berbicara tanpa melihat lawan bicaranya.

"Terserah kamu saja. Tapi, yang saya tahu, Sheila dan fotografer itu punya hubungan spesial," lelaki itu menunjuk ke arah Keenan yang masih mengarahkan kameranya untuk membidik foto yang pas.

"Saya anggap itu sebagai bentuk perhatian dari Bapak. Terima kasih banyak," katanya.

Lelaki berkacamata bulat itu hanya tersenyum tipis. "Saya hanya ingin kamu tahu."

Keenan yang selesai dengan pekerjaannya melangkah mendekati dua orang di depan layar itu. Gadisnya dan Rein.

"Silakan, Pak Rein," kata lelaki itu.

Jeha tersenyum ke arah Keenan setelah lelaki itu membisikkan kalimat di telinganya sebelum berlalu dari sana.

Rein berdiri dari kursinya. Dia memberi instruksi pada beberapa orang yang memegang kamera di sana. Ketika dia menemukan titik yan tepat, lelaki itu segera berseru.

"Roll camera action!"

Matanya tak beralih dari layar kecil yang menampilkan deretan gambar yang diambil. Dia beberapa kali menghentikan proses pengambilan gambar, berdiskusi dengan beberapa orang di sana, sebelum kembali mengatur pengambilan gambar.

"Cut! Kerja bagus semuanya!" kata lelaki itu disusul tepukan tangan Jeha dan semua orang yang berada di ruangan itu.

Jeha dalam hati mengakui kemampuan lelaki itu ketika mengatur angle untuk mendapatkan gambar yang diinginkan konsep.

"Prosesnya masih panjang. Setelah tim editor video selesai, saya akan segera konfirmasi ke kamu," katanya pada Jeha.

"Well, aku tunggu. Kalau begitu aku permisi," Jeha memutar langkahnya untuk berbalik menuju pintu ruangan. Namun, Rein dengan cepat mengambil langkah.

Ketika dia akan menyerukan nama gadis itu, lelaki berambut panjang sebahu itu sudah berada di samping gadis itu. Dia bahkan harus mengepalkan tangan ketika gadis itu menggamit lengan Keenan dengan manja menyandarkan kepalanya.

Rein mempercepat langkahnya mendekati pasangan itu. "Pak Keenan, terima kasih banyak atas kerjasamanya."

Keenan melepaskan tangan Jeha dari lengannya seketika. "Sama-sama, Pak Rein. Terima kasih banyak untuk kepercayaannya."

"Saya tidak pandai basa-basi, Pak Keenan. Saya akan lebih senang kalau Anda juga menjauhi Jeha Alexandra," katanya di depan lelaki itu.

"Maksud Bapak apa?" Keenan mulai mendorong bahu lelaki yang lebih tinggi tujuh sentimeter darinya itu.

"Saya menyukai Jeha. Atau saya harus memanggilnya Sandra?" Rein hanya menyeringai.

Jeha yang berada di antara kedua orang itu segera menarik lengan Keenan menjauh. Namun, Rein justru kembali menghentikan langkah gadis itu dengan kalimatnya.

"Je, nikah sama saya, yuk!" Lelaki itu berlutut dengan membuka kotak beledu berwarna merah berisi cincin di dalamnya.

Gadis itu melirik lelaki di sampingnya yang segera bergerak menarik kerah kemeja lelaki itu dan menghadiahi wajah tampannya dengan sebuah pukulan di rahang atas.

"Keenan, stop!" Gadis itu menarik lengan Keenan dan menyuruhnya menjauh. Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar mereka. Jeha tidak bisa membayangkan bagaimana dia akan menutupi wajahnya dari mereka ketika kembali lagi ke tempat itu esok harinya.

'Keenan brengsek! Tunggu sampai aku selesai menghitung!' teriakan Rein  hanya menggema di kepalanya. Dia memegangi bagian wajahnya yang mulai berdenyut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun