Menjadi seorang istri dan ibu dari kedua anak, saya yakin itu bukanlah sebuah pilihan. Namun menjadi sebuah kodrat, kewajiban dan anugerah yang tak terbayarkan oleh apapun juga. Ada kalanya saya ingin menikmati masa-masa kesendirian dengan melakukan berbagai aktifitas yang menjadi kesukaan saya. Namun di balik semua itu, ada sebuah rasa kepedulian, rasa tanggung jawab, dan kasih sayang yang tulus dan tak mungkin berpura-pura yang harus terus saya berikan untuk orang-orang yang saya sayangi. Terlebih lagi menjalankan peran sebagai seorang istri. Sepertinya hidup kita adalah bagian dari hidup suami, seperti sebuah judul lagu, “separuh nafas”.
Saya tak pernah terpikir, apa jadinya jika kelak suami saya menjadi seseorang/ tokoh yang dikenal banyak orang. Mendampinginya saat ini dengan pekerjaannya yang bisa dibilang padat, sempat membuat saya merasa tersingkir. Ya, itulah sisi sensitifitas dari seorang perempuan, selalu merindukan kasih sayang walaupun sebenarnya perempuan adalah sumber dari segala sumber kasih. Tapi ternyata saya dihadapkan pada kenyataan, bahwa menjadi istri yang kuat, tegar, penyabar, penuh cinta, tak bisa dilepaskan dari sinergi bersama suami. Itulah mengapa, saya sangat mensyukuri kebersamaan ini. Karena ternyata, saya sadar bahwa di luar sana banyak sekali perempuan/istri yang mengalami kondisi yang lebih berat dibanding saya.
Saya sempat membaca berita tentang sosok perempuan, seorang istri dari seorang pejabat yang sudah puluhan tahun bekerja dan mendedikasikannya pada bidang yang ia geluti. Tak ayal... sampai detik ini sepertinya beliau masih dengan setia mendampinginya. Padahal saya bisa melihat, begitu berat beban mental yang mesti dipikul olehnya, sementara Sang suami kerap kali mendapatkan berbagai hujatan, hinaan, stigma ketidakpercayaan dan lain-lain. Ya, mungkin itulah resiko menjadi istri dari seorang pejabat.
Lalu, apakah dengan begitu Sang istri memilih mundur? Luarbiasanya beliau tetap dengan setia mendampingi suami tercinta dalam segala situasi dan kondisi. Saya yakin, sangatlah tidak mudah untuk tetap tersenyum, bahkan mencoba untuk tegar di hadapan orang banyak ketika dihadapkan pada pencitraan yang kurang pas pada suaminya, apalagi stigma itu pada akhirnya dilekatkan pula pada sang istri. Namun lagi-lagi yang seperti saya katakan, perempuan selalu memiliki sumber kekuatan bahkan di saat ia terluka sekalipun.
Dia mampu tetap menebar senyum pada kaumnya (perempuan), bahkan dalam kondisi yang mungkin tidak begitu kondusif, beliau tetap mendengar suara kaum perempuan yang memang membutuhkan tempat untuk berbagi. Sepertinya tidak banyak janji yang ditawarkan, namun dengan pribadi yang tetap peduli terutama pada kaumnya, tentu itu memberikan pengharapan yang besar bagi kaum perempuan, terutama untuk mereka yang tidak seberuntung yang lainnya.
Ada beberapa sosok perempuan dan sosok istri yang menjadi inspirasi bagi saya. Dan salah satunya adalah sosok seorang Sri Hartati atau biasa dikenal dengan sebutan Ibu Tatiek (Istri dari bapak Fauzi Bowo). Kesetiaannya mendampingi Sang suami, kesabarannya dalam menerima segala hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan suami, kekuatannya dalam membangun tiang kokoh dalam keluarganya, sangat tak bisa dipungkiri bahwa peranannya mampu menjadi bagian dari kehidupan sang suami dan penyelaras keluarganya.
Berbagai aktifitas keseharian nampaknya masih ia jalankan. Seperti kegiatannya pada saat mengunjungi pasar Induk, Kramat Jati beberapa hari yang lalu. Tentu, kegiatan tersebut murni ia lakukan sebagai seorang istri dan Ibu untuk membeli kebutuhan dapur sehari-hari. Hebatnya, beliau tak merasa risih mengunjungi pasar tersebut, bahkan sempat berdialog dengan para pedagang di pasar yang notabene adalah perempuan dan membicarakan tentang harga-harga kebutuhan saat ramadhan dan menjelang lebaran nanti. Kegiatan silaturahmi tersebut berlanjut hingga buka puasa bersama dan sholat berjamaah (Sumber).
Tak cukup hanya dengan berbelanja bumbu dapur di pasar induk, bu Tatiek sempat pula mengunjungi pasar di daerah Benhil. Beliau tak sungkan membaur dengan warga lainnya untuk berburu makanan takjil. Ada satu kasus yang menarik, ketika beliau menawar makanan tempe mendoan kesukaannya. Sang pedagang sepertinya tidak terpengaruh dengan tawaran dari Bu Tatiek. Maklum, seperti kita tau harga tempe sedang naik. Dan menurut saya itu moment yang sangat pas untuk pedagang tersebut memberikan keluhan langsung pada Bu Tatiek. Dengan begitu, tentu hal tersebut menjadi salah satu PR baginya, untuk bisa menyampaikan aspirasi tersebut bahkan kalau bisa turut serta memberikan solusi yang nyata agar di kemudian hari agar tidak ada lagi lonjakan harga-harga kebutuhan. Tapi lagi-lagi, sifat yang merakyatnya itu yang saya suka. Mungkin bisa dibilang persentasi nya jauh lebih banyak datang ke pasar kali yaa dibanding ke mall :) . (Sumber)
Ah, beginilah kalau berbicara tentang sosok yang menginspirasi. Rasanya tak habis-habis yaa. Saya hanya berharap bahwa apa yang beliau tularkan, apa yang beliau lakukan bisa menjadi inspirasi untuk kaum perempuan lainnya. Beliau adalah sosok istri yang kuat dan tegar, sosok Ibu yang teladan. Tak peduli dengan stigma yang orang berikan terhadapnya, saya yakin beliau tetaplah seorang ibu, seorang istri seorang perempuan yang menjadi sumber kasih sayang, sumber cinta dan sumber kekuatan. “Thanks for being inspiration Mom”