Menjadi partai yang terbuka yang tidak eksklusif lagi merupakan point yang paling menarik dari hasil Musyawarah Nasional kedua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang digelar pada 16-20 Juni 2010 lalu. PKS pun juga dapat merupakan singkatan dari "Partai Kita Semua" sebagai semboyan dari keterbukaan. Bahkan, Selebriti yang paling kesohor akhir-akhir ini Ariel & Luna pun konon siap ditampung oleh PKS. “Kami tidak masalah Ariel, Luna,” kata Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin menjawab pertanyaan itu di sela-sela Musyawarah di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Sabtu, 19 Juni 2010. Hilmi pun menegas kan bahwa siapapun bisa menjadi anggota partainya, asalkan ada komitmen membina diri, pasalnya PKS adalah partai dakwah yang berkomitmen membina integritas pribadi termasuk Ariel. Jika ada kesalahan, maka ada mekanisme memperbaiki, demikian HIlmi yang mengingatkan kewajiban untuk
amar maruf nahi mungkar.” Dus, Ariel dan Luna pun dapat berlabuh ke pangkuan PKS kelak nanti. Agenda keterbukaan ini dapat dijelaskan sebagai taktik atau strategi PKS untuk membesarkan partai dengan membuka diri terhadap konstituen terutama yang non-muslim dengan target menjadi 3 besar dalam pemilu 2014 mendatang. Berbagai analis politik pun terbelah dengan agenda PKS ini, satu sisi menyayangkan dan sisi lainnya mennyambut positif. Jika ditelaah dengan menggunakan pendekatan strategi pendekatan dari luar ke dalam (outside-in) yang dikembangkan oleh Porter (1980) yang juga dikenal sebagai teori posisi atau pendekatan pasar, maka strategi itu intinya adalah mencari posisi yang tepat dalam suatu pangsa pasar. Proses penentuan strategi tergantung pada faktor pasar yang berdaya tarik tinggi dan besaran cakupan pasar, kemudian diikuti dengan memilih posisi yang tepat dan rangkaian nilai yang mendukung posisi yang diambil. Pilihan strategi yang tersedia adalah kepemimpinan biaya, differensiasi dan fokus. Olehnya itu Jika dikaitkan dengan pendekatan strategi, mungkin langkah PKS ini dapat dianalisis sebagai peralihan strategi dari "differensiasi" ke strategi "fokus". Jika strategi differesiasi, PKS hanya berkonstenrasi kepada konstituen muslim maka dengan taktik fokus, PKS ingin menghkombinasikan strategi differensiasi yang terbatas dengan target premium dengan strategi "kepemimpinan biaya" dengan target yang meluas dan terbuka. Harapannya tentu saja sambil mempertahankan konstituen tertentu yang kini menjadi kader, dan merambah pangsa pasar lainnya. Cuman mungkin yang perlu menjadi perhatian agar jangan sampai justru PKS berada di si situasi strategis yang sangat buruk yaitu terjebak di tengah-tengah. Kader yang sudah ada menjadi berkurang, dan konstituen non-kader pun justru gagal diraih sehingga target 3 besar pun tidak akan tercapai. Sejatinya, organisasi yang terjebak ditengah-tengah kemungkinan juga akan menderita akibat ketidakjelasan kultur organisasi dan perangkat penataan organisasi serta sistem motivasi yang bertentangan. Contohnya salah satu konsekuensi menjadi partai yang terbuka, PKS tentu saja tidak boleh lagi terjebak mengusung agenda eksklusif seperti penerapan syariat Islam dalam konteks hukum negara. Lalu persaingan dengan partai terbuka yang berbasis sejenis juga akan lebih dahsyat, sebutlah misalnya dengan konstituen PAN di Muhammadiyah dan PKB di NU. Dari pengalaman berstrategi differensiasi sebelumnya, PKS sudah berhasil meraih pangsa pasar dengan pencitraan partai bersih, dan peduli. Bersih dalam artian tidak korup dan berkomitmen tinggi terhadap agenda pemberantasan korupsi, sedang peduli dengan melayani masyarakat secara langsung dengan baik terutama dalam sektor-sektor yang menjadi persoalan rakyat yang belum tersentuh dengan baik oleh pemerintah seperti pemberian pelayanan kesehatan dan zakat. Salah satu tantangan berat lainnya bagi PKS setelah menjadi partai terbuka adalah soal "public figure" yang merepresentasekan prinsip-prinsip keterbukaan ini. Tokoh ini pastilah harus dilahirkan dari kader partai yang terbaik baik yang sedang di posisi eksekutif ataupun legislatif, karena merekalah yang yang dengan mudah terakses oleh publik sekarang ini, kepiawaian dan berikut kinerjanya bersentuhan dengan publik akan mendongkrak akseptabilitasnya sebagai figur publik secara langsung atau rona partai secara tidak langsung. Sebutlah misalnya Tifatul Sembiring yang mantan Presiden PKS yang kini menjadi Menteri Kominfo Kabinet SBY Jilid 2, yang banyak membuat pernyataan kontroversial yang mungkin belum dapat diterima baik oleh kalangan tertentu. Contoh terkini terkait dengan kasus Ariel, Luna dan Cut Tari, Ada kompasianer yang mengkritisi sikap Tifatul
yang menganalogikan kasus video porno tersebut dengan peristiwa penyaliban Yesus Kristus berdasarkan keimanan agama Kristen dengan agama Islam: ( Tifatul Sembiring, Video Porno, dan Penyaliban Yesus Kristus ) . Meski sudah
diklarifikasi oleh Tifatul sebagai fakta sejarah dan netral-netral saja dan
menghormati semua agama tapi hal ini dapat merupakan contoh bagaimana tantangan kefiguran yang akan dihadapi oleh PKS kelak, melahirkan ikon partai yang dapat diterima dan berpengaruh luas dengan sikap simpatik oleh publik, sehingga PKS bukan hanya merupakan partai masa depan buat Ariel-Luna tapi juga yang lainnya.
KEMBALI KE ARTIKEL