Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Indonesia & Israel Sama-sama Maskulin

3 Juni 2010   23:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:46 1050 0
Geert Hofstede mempopulerkan kerangka 5 dimensi budaya untuk berbagai bangsa/negara yakni masing-masing Jarak Kekuasaan, individualisme/kolektivisme, maskulinitas/feminisme, penghidaran ketidakpastian dan orientasi jangka panjang. Kerangka ini awalnya merupakan hasil penelitian tahun 1980 tentang perbedaaan budaya pada berbagai kantor cabang IBM di 64 negara, lalu dilanjutkan pada mahasiswa di 23 negara dalam tahun 1988 dan terakhir pada tahun 2002 terhadap "business leaders". Jika menggunakan web-based toolnya yang interaktif itu maka ada hasil yang menarik yang menyamakan dan membedakan antara bangsa Indonesia dan Israel Dari 4 per 5 dimensi yang tersedia, Israel mempunyai kemiripan skor budaya maskulin (46/47) dengan Indonesia, sedangkan 3 dimensi lainnya sangat berbeda termasuk rentang kekuasaan,  kolektivisme dan toleransi atas ketidakpastian. Ketegasan dan kompetitif merupakan budaya maskulin yang menonjol, sebaliknya budaya feminim lebih mengutamakan kesopanan dan pengasuhan. Sebenarnya skor Indonesia dan Israel ini lebih cenderung berada pada posisi di tengah. Sebagai pembanding adalah Jepang yang merupakan bangsa yang paling maskulin dengan skor 95, sedangkan yang paling berbudaya feminin adalah Swedia dengan skor terendah 5.  Olehnya itu kita tidak perlu heran jika penyelesaian dengan cara kekerasan merupakan sesuatu yang lazim pada negara-negara yang menonjol maskulinitasnya. Lantas apakah dimensi budaya ini terkait dengan jenis kelamin laki-laki untuk maskulin dan perempuan untuk feminim? Ada yang berpendapat bahwa ini memang tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin, alias simbol nilai saja. Budaya maskulin bukan hanya milik laki-laki semata, demikian pula sebaliknya untuk feminisme. Contoh ciri lainnya dari budaya maskulin adalah adanya perbedaan yang sangat menonjol antara peran dan emosi antar gender; lelaki harus asertif dan ambisius; pekerjaan lebih utama daripada keluarga; penghotmatan kepada yang terkuat; dan lain sebagainya. Dalam konteks budaya organisasi seperti negara, tampaknya Israel dan Indonesia lebih moderat tetapi menjaga keseimbangan antar kedua kutub itu tetaplah perlu senantiasa dilakukan. Mengurangi hegemoni budaya maskulin misalnya tentu saja dilakukan dengan menyuburkan sifat-sifat feminin ssecara bersama-sama. Peristiwa-peristiwa kekerasan yang muncul dipermukaan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa neraca dimensi budaya ini masih berat ke maskulinnya daripada feminimnya, sehingga masalah-masalah kemudian bertambah runyam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun