Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Betulkah Terdapat Dua Khatib, di Mesjid Kemenkeu?

12 Juli 2013   15:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:39 529 3

Lima tahun yang lalu, dengan segala keterbatasan ruang, kudengarkan suara khatib sholat jum’at di sebuah mesjid di kawasan Salemba. Jum'at itu, penjual koran untung berlipat karena selembar koran bekas dihargai dua ribu rupiah – untuk alas jamaah sholat jum’at.

Dengan selembar koran, kutempati pojok ruangan yang menyempit di halaman mesjid itu, tidak ada batas suci. Lalu sepatu bututku kuletakkan begitu saja di belakangku. Baru saja imam kumandangkan takbir, tiba-tiba terbentang “sajadah koran” persis di belakangku. Aku pikir diriku sudah terpojok di belakang, ternyata tidak. Masih ada ruang buat sajadah lain terkembang. Sholatpun ditunaikan, diakhiri salam terucap, dan tangan terjulur mengikat tali silaturahim.

Lima tahun kemudian, lelaki bersajadah koran itu kerap menghiasi koran. Ia makin sering berkomentar soal ekonomi, kondisi keuangan negara, subsidi BBM dan soal penyaluran BLSM. Dia adalah Menteri Keuangan, Muhamad Chatib Basri. Lelaki itu sudah berubah jauh, berlipat-lipat melebihi nasib penjual “sajadah koran”. Lelaki yang pernah sujud begitu dekat dengan sepatu bututku, dengan kepala plontos dan kacamata tebal itu, kini sudah menjadi menteri.”

(Kutipan update status Fithrorozi di media sosial, seorang alumnus MPKP-UI, dan sekaligus penulis buku “Meruang Masa, Catatan Rakyat untuk Penguasa”, Kaukaba : Juni 2013).

Cerita rakyat untuk penguasa bisa berasal dari mana saja. Mendapati kenangan Bang Fit - begitu penulis menyapa Beliau- segera saja penulis memberi  komentar. Penulis tuliskan, bahwa Beliau memang sudah membuat lompatan besar dalam hidupnya, tapi kesederhanaan tetap melekat di dalam dirinya. Ini contohnya, apabila sholat jum’at tiba, Beliau masih memegang prinsip tidak mau melangkahi bahu jamaah yang sudah duluan menempati shaf terdepan – walaupun ajudannya sudah siapkan ruang kosong di shaf terdepan dengansajadah tebal terbentang.

Percayakah Anda bahwa saban jum’at siang ada dua khatib di mesjid kementerian keuangan? Ternyata hal itu, benar adanya. Lho, bagaimana bisa? Bisa aja, toh satunya khotib sholat jum'at, dan satunya lagi Chatib Basri...Menteri Keuangan ! ha…ha…ha…(dengan catatan,Beliau ikutan juga sholat jum’at di mesjid yang megah itu).

Mengamati dan merenungi perjalanan karir seorang anak manusia bernama M. Chatib Basri, membuat diri ini tersadar dan makin yakin dengan temuan penelitian Edward Norton Lorenz (1961). Sebuah penelitian yang coba memprediksicuaca dengan dibantu simulasi komputer. Singkatnya, Lorenz mencoba bulatkan angka hasil penelitian dari 0,506127 menjadi 0,506 dan ternyata mendapatkan hasil yang begitu berbeda.

Lorenz begitu terkejut setelah mendapati bahwa perbedaan nilai desimal yang dia masukkan ke simulasi tersebut dalam praktiknya setara dengan sebuah kepakan sayap kupu-kupu yang bisa mengakibatkan atau mencegah terjadinya sebuah badai tornado. Hasil temuan Lorenz itu selanjutnya terkenal dengan namaThe Butterfly Effect, karena ternyata kepakan sayap kupu-kupu di belantara Brazil bisa menimbulkan badai tornado di Texas (AS).

Temuan penelitian itu (fenomena efek kupu-kupu), ternyata bisa juga digunakan untuk menjelaskan fenonema yang terjadi dalam kehidupan manusia. Jamil Azzaini, seorang Inspirator Suksesmulia, menafsirkan, “…setiap apa yang kita pikirkan, apa yang kita lakukan, sekecil apapun akan memengaruhi kejadian di alam semesta ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap kepakan kebaikan ataupun kepakan keburukan yang Anda lakukan, pasti akan memiliki efek bagi kehidupan banyak orang di sekitar Anda.” (Makelar Rezeki, Rahasia Penyalur Energi Sukses dan Mulia, Mizania : Mei 2013).

Dalam cerita lain yang menakjubkan di buku tersebut, dikisahkan bagaimana kiat seorang petani juara yang selalu memenangi kompetisi dengan hasil panen terbaik. Suatu ketika, seorang wartawan coba menelusuri kebiasan sehari-hari sang petani. Dari situ terungkap kebiasaan si petani yang selalu membagi-bagikan bibit terbaik yang dimilikinya untuk petani lainnya.

Sang wartawan dengan nada heran bertanya, “kenapa Anda memberikan bibit terbaik kepada petani lain yang sebetulnya merupakan pesaing Anda?” Dengan bijak sang petani berkata, “Benar, saya berikan bibit terbaik kepada para petani agar mereka menanam dengan benih terbaik. Ketika mereka menanam dengan benih terbaik dan serbuk sarinya tertiup angin dan menempel di tanaman saya, maka saya memperoleh hasil yang terbaik pula.” Itulah kiat sukses sang petani yang bisa kita tiru untuk senantiasa menebar kebaikan dan rezeki.

Bagaimana caranya agar kita dapat senantiasa menebar kebaikan dan rezeki? Ternyata ada solusi jitu dari Bung Jamil Azzaini. Begini kiatnya, yakinilah bahwa rezeki itu tidak melulu berwujud materi ataupun harta saja. Tetapi rezeki itu bisa dimaknai menjadi 4 bagian, yaitu Harta-Takhta- Kata- dan Cinta (4-TA). Agar kehidupan semakin dinamis maka 4-TA itu tidak boleh berhenti, harus terus mengalir dan terdistribusi.

Demikian postingan singkat di akhir pekan, semoga bermanfaat dan bisa menginspirasi kita untuk selalu menebar 4-TA, khususnya KATA nan bermakna - di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Terima kasih.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun