1. Tanda tambah (+)
Seorang matematikawan muslim dari Andalusia atau Spanyol yaitu Abu Al-Hasan Ibnu Al-Qalasadi memperkenalkan lambang penjumlahan pada abad ke-14. Simbol penjumlahan sendiri beliau gunakan dari alfabet Arab yaitu "wa" yang berarti "dan". Simbol plus (+) atau tanda tambah muncul pada tahun 1456 yang terdapat pada manuscript yang tidak diterbitkan karya Regiomontanus. Buku Johan Widmann yang berjudul Mercantile Arithmetic merupakan salah satu buku pertama yang menggunakan tanda plus dan minus. Pada awalnya beliau menggunakan tanda + dan -- untuk kepentingan bisnis, yaitu untuk merepresentasikan kelebihan dan kekurangan (Kusaeri, 2017). Salah satu pengarang buku di Inggris bernama Robert Recorde (1510-1588) menerbitkan sebuah buku The Whetstone of Witte di Inggris yang mana didalamnya terdapat simbol plus (+). Simbol plus atau tanda + sendiri baru mendapatkan pengakuan umum pada tahun 1630.
2. Tanda kurang (-)
Simbol pengurangan atau -- muncul pada tahun yang sama dengan tanda plus atau + yaitu pada tahun 1456 pada sebuah manuscript yang tidak diterbitkan karya Regiomontanus. Penggunaan simbol pengurangan ini pertama kali dipakai pada abad ke-15 di Italia oleh Luca Pacioli. Diophantus dari Alexandria menggunakan simbol -- untuk operasi pengurangan sebelum disingkat dengan M atau m yaitu singkatan dari minus yang berarti menghilangkan satu atau lebih. Sama halnya seperti tanda tambah, tanda pengurangan juga termuat dalam buku karya Robert Recorde dari Inggris yang berjudul The Whetstone of Witte, namun demikian tanda -- atau simbol pengurangan ini baru mendapatkan pengakuan umum pada tahun 1630.
3. Tanda Kali (x)
Matematikawan Inggris bernama William Oughtread merupakan seorang matematikawan pertama yang memperkenalkan lambang x sebagai simbol perkalian. Lambang x juga digunakan oleh matematikawan Jerman yaitu Leibniz pada abad ke-17, hal ini sesuai dengan yang termaktub pada bukunya pada tahun 1631. Namun terdapat perbedaan pendapat terkait penggunaaan lambang x sebagai simbol perkalian yang diungkapkan oleh kedua matematikawan tersebut. Hal ini dikarenakan matematikawan Jerman yaitu Leibniz berpendapat bahwa lambang x untuk perkalian terlalu mirip dengan sebuah lambang bilangan dalam aljabar.
Dari sini kita ketahui bahwa ternyata para matematikawan menerima sebuah simbol untuk menyatakan sesuatu tidaklah mudah dan perlu pertimbangan yang baik, seperti halnya simbol x sebagai lambang perkalian. Simbol x tidak muncul dalam buku-buku teks umum aritmatika, sampai pada akhirnya di pertengahan abad ke 19 para matematikawan lebih suka menggunakan simbol titik (.) atau dot sebagai simbol untuk menyatakan perkalian. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya para matematikawan mau menggunakan tanda x sebagai simbol perkalian.
4. Tanda Bagi ()
Penulisan tanda pembagian pada awalnya hanya menempatkan pembilang di atas penyebut tanpa menuliskan simbol pembagian di tengahnya, seperti 6 dibagi 5 ditulisnya dengan posisi angka 6 diatas angka 5 tanpa ada garis pembatas pembagian. Kemudian garis pembatas untuk menyatakan pembagian dipakai sehingga penulisannya menjadi 6/5.
Tanda bagi ini pertama kali muncul dalam buku berjudul Teutsche Algebra karya Johann Rahn, dan pada tahun 1668 buku tersebut diterjemahkan dalam Bahasa Inggris. Walau pada dasarnya simbol dari perhitungan aritmatika sudah banyak yang mengalami perubahan, namun maksudnya tetap sama dan simbol yang kita gunakan sampai saat ini sangatlah bermanfaat untuk mempermudah perhitungan dengan lebih sederhana. Selain dari sejarah simbol aritmatika, simbol-simbol lain dalam matematika juga memiliki arti serta
kebermanfaatan bagi kehidupan.