Langkah ini Penulis apresiasi karena bukan saja bertujuan untuk mengembalikan fungsi zebra cross sebagai tempat penyebrangan para pejalan kaki dan upaya penertiban untuk menjaga kenyamanan publik, melainkan pula momentum untuk mengkaji ulang atau mengevaluasi fenomena Citayam Fashion Week akan dibawa kemana kedepannya.
Kenapa Penulis bisa katakan demikian? Semenjak viralnya Citayam Fashion Week, terlepas dari lokasi para ABG SCBD berkumpul hingga pulang larut malam, isu LGBT, munculnya aksi kriminal pencopetan sampai kepada biang kemacetan dan tumbuhnya parkir liar, perlu diketahui bahwa Citayam Fashion Week ini Penulis pandang minim visi dan misi.
Minim visi dan misi inilah yang mengapa Citayam Fashion Week bisa dikatakan akan layu sebelum berkembang dimana pada awal mulanya dianggap suatu pergerakan subkultur warga pinggiran untuk berekspresi dengan memanfaatkan ruang publik di Ibukota menjadi hanya dianggap sumber biang masalah dan fenomena sesaat dimana jadi tempat para ABG menunjukkan eksistensi dalam proses mencari jati dirinya.
Di lain sisi Penulis juga melihat bahwa minim visi dan misi ini pulalah yang mengapa menyebabkan Citayam Fashion Week diperebutkan oleh banyak kalangan. Apakah itu sekadar menjadikannya konten untuk panjat sosial sampai kepada meraih peruntungan dengan iming-iming impian besar dari fenomena yang terjadi.
Toh sederhana saja jikalau Anda-anda punya niat baik kepada ABG yang berkumpul di Dukuh Atas bukankah bisa Anda lakukan tanpa adanya fenomena Citayam Fashion Week dan ketika Anda-anda punya cita besar terhadap dunia fashion maka pertanyaannya lantas kenapa tidak Anda ciptakan wadahnya dari dahulu tanpa perlu fenomena ini muncul?
Apakah perlu dibuktikan bahwa Citayam Fashion Week ini minim visi dan misi? Logis saja, sampai kapan kiranya fenomena Citayam Fashion Week ini akan bertahan tatkala hampir setiap hari dilakukan, outfit yang temanya itu-itu saja, dan segudang masalah yang ditimbulkan. Pada akhirnya orang akan sampai pada titik jenuh ataupun teralihkan dengan sesuatu yang lebih baru, contoh saja JPO kawasan Sudirman.
Nah lantas apa yang perlu dilakukan, bagaimana Citayam Fashion Week ini agar berkembang dan tidak dipandang fenomena sesaat?
Penulis katakan ini semua bergantung pada adik-adik SCBD maupun kalangan warga mana saja yang ikutserta didalamnya, apakah Anda-anda hanya akan mementingkan ego sendiri memaksakan kegiatan tetap belangsung dengan tidak memperhatikan kenyamanan publik yang lain, aturan yang berlaku, dan dampak serta permasalahan yang timbul?
Atau adik-adik mulai untuk berpandangan dewasa dan memperluas visi agar Citayam Fashion Week berkembang menjadikannya kegiatan yang produktif? Semisal menggandeng banyak kalangan masyarakat agar Citayam Fashion Week dapat diterima dan tetap menarik, bagaimana Citayam Fashion Week tetap dalam koridor menjaga kenyamanan publik sekitar dan mengikuti aturan berlaku, maupun sekadar untuk memikirkan masa depan atau manfaat yang bisa adik-adik raih dari kegiatan tersebut.
Toh kalaupun lokasi Citayam Fashion Week harus pindah menurut Penulis tidak akan menjadi masalah asalkan esensinya tetap dijaga. Ketimbang keukeuh agar Citayam Fashion Week berlangsung yang memunculkan retensi bahwa ada lokasi dan waktu yang lebih tepat untuk digunakan bagi kegiatan itu.
Sebagaimana Penulis katakan hidup ini keras, 5 sampai 10 tahun kedepan para abg itu akan menghadapi realita hidup dan bagaimanapun harus memikirkan apakah ada masa depan dari kegiatan Citayam Fashion Week itu. Saran Penulis, jangan hanyut dalam ketenaran sesaat, keglamoran yang ditawarkan bilamana tidak diwanti-wanti hanya akan berujung ke titik kelam. Dan kemudian individu-individu mulai berpikiran untuk membuat sensasi agar eksis ketimbang meraih prestasi.
Nah mumpung kini disaat apa yang adik-adik kreasikan ini jadi pusat perhatian maka Penulis anjurkan cobalah adik-adik untuk berpikiran terbuka, coba lihat peluang dimana bisa memberikan perbaikan kualitas hidup ataukah untuk nasib adik-adik kedepan. Siapa tahu kelak adik-adik akan jadi pelopor munculnya ide maupun kreatifitas bahkan mungkin saja dapat hidup nyaman di pusat perkotaan.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.