Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

J’ai Deux Amours

21 Juli 2010   17:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:42 61 0

Di pelataran Menara Eiffel yang anggun, kita memadu kisah. Di bawah temaram lampu-lampu menara, kau berkisah tentang masa lalu, kekinian dan masa depan.

Bulan dan bintang yang malam itu pamit, tentu kecewa tidak bisa menjadi saksi tentang kisahku, kisahmu, kisah kita. Hanya menara setinggi 325 meter itu yang menjadi saksi rekahan senyummu, matamu yang berair karena tertawa lepas, kerutan dahimu yang berpikir serius.

Sayang ini bukan musim dingin. Kalau musim dingin, aku akan mengajakmu bermain di lapangan ski es di tingkat pertama menara. Membetulkan resleting jaketmu untuk melawan hawa dingin. Mengikatkan tali sepatu skimu dan memastikan semuanya sempurna dan tak lagi mengkahawatirkanmu jatuh. Saat kau limbung di tengah lapangan ski es, raihlah tanganku, aku akan setia mengandengmu.

Aku mengingatkanmu, 10 September 1889 Thomas Edison meninggalkan pesan di buku tamu Menara Eiffel “Kepada Tn Eiffel sang insinyur, sang pembangun berani arsitektur modern besar dan asli dari sesorang yang memberikan penghargaan besar untuk semua insinyur termasuk sang insinyur besar sang Bon Dieu, Thomas Edison.”

Kepada Gustave Eiffel, sang perancang menara itu aku meninggalkan pesan, “Terima kasih telah menciptakan menara untuk memadu asmara. Terima kasih telah menciptakan menara berbobot 7.300 ton besi yang membuat kami memadu hati.”

Kau bertanya padaku tentang cinta. J’ai deux amours. Aku mempunyai dua cinta. Pertama, cintaku kepada diriku sendiri, kedua, cintaku kepada...kau.

Dia merebahkan kepalanya di dadaku. Di telinganya, kubisikkan kata-kata, “Je t’adore, ma petite sorite! Kaulah yang menjadikan kemala hikmat, anjunganku.”** Sungguh, Paris terlalu romantis.

*Subjudul dalam novel Pacar Merah Indonesia karya Matu Mona.

**Kalimat yang dikatakan Ivan Alminsky kepada Marcelle dalam novel Pacar Merah Indonesia karya Matu Mona.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun