Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Rankiang Nagari, Menggali Kearifan Lokal di Sumatera Barat

19 Juni 2012   11:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:47 1619 0
Sumatera Barat dengan konsep kembali ke Nagari (desa) adalah sebuah hasil dari gerakan otonomi daerah yang bergulir tahun 2000. Nagari merupakan kesatauan pemerintahan paling bawah setelah Propinsi, Kabupaten dan kemudian Kecamatan. Pemilihan Wali Nagari menggunakan sistem pemilihan langsung oleh masyarakat.

Nagari di Sumatera Barat menggunakan adat ranahminang dengan ikon rumah gadang. Rumah gadang memiliki 9 ruang, 7 ruang dan juga 5 ruang. Kekuatan rumah gadang terlihat dari gaya arsitektur tahan gempa. Tiang utama rumah gadang masuk dalam tanah yang bersendikan batu. Kemudian tiang-tiang selanjutnya tidak terbenam dalam tanah, namun terletak diatas batu. Persambungan demi persambungan antara tiang dengan papan menggunakan pasak. Sedangkan untuk atap menggunakan ijuak.

Salah satu ornamen terpenting dalam rumah gadang adalah rankiang. Mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan padi bagi penghuni rumah gadang. Padi yang siap dipanen sebagian disimpan sebagai cadangan untuk keperluan mendadak dan juga sebagai bentuk tabungan untuk keperluan sosial dan kebutuhan anggota rumah gadang.

Rankiang rumah gadang terdapat 2, pada bagian kanan dan kiri rumah gadang. Untuk hari ini sulit ditemukan fungsi rangkiang sesungguhnya di ranah minang. Untuk Nagari canduang Koto laweh, Kec. canduang Kab. Agam keberadaan rumah gadang dan rangkiang hampir punah. Dalam 6 bulan terakhir telah terjadi kebaran sebanyak 6 buah rumah gadang beserta rangkian.

Rankiang secara filosofi, metode dan kegunaan dapat diperluas dan juga diadopsi sebagai sebuah kelembagaan bagi nagari di sumater barat. Pada tulisan sebelumnya tentang ikan larangan di berbagai nagari di Sumatera Barat dapat dijadikan bentuk aplikasi dari rankiang nagari.

Fungsi rankiang nagari adalah tabungan nagari, dana talangan nagari dan juga dana sosial nagari dari hasil usaha nagari. Hal ini memperkuat ikatan sosial dan ekonomi masyarakat nagari. Beberapa pelaku perbankan berbasis BPR mengadopsi pola ini, namun masih dalam langgam bisnis keuangan, belum menyentuh sebagai bagian dari pemberdayaan dan proteksi bagi nagari.

Kemandirian Nagari sebagaimana dibahas dalam Rancangan Undang-Undang desa harus mampu menjadikan nagari/desa memiliki kedaultan ekonomi dan sosial. Sumber daya alam, baik mineral, pariwisata menjadi kekuatan membuka usaha dan lapangan kerja. Efek domino yang diharapkan adalah makan sedikitnya anak nagari melakukan perantauan dalam bidang informal.

Beberapa sumber pendapatan untuak rangkiang nagari dapat digali dan dimaksimalkan potensi SDM dan SDA dan juga dana-dana hibah pembangunan. Beberapa diantaranya:


  1. Ikan Larangan. Sebagian dari pendapatan ikan larangan menjadi pendapatan rangkiang nagari.
  2. Pohon wakaf. Hasil dari penanaman pohon sepanjang jalan nagari dan juga perkebunan masyarakat dengan sistem titipan dan juga pohon wakaf produktif. Hal ini mengacu pada aspek perkebunan.
  3. Zakat, infak dan sedekah dari perantauan serta hasil bumi, pertanian masyarakat nagari.
  4. Siliah Jariah, bagi hasil usaha pertambangan, potensi lainnya dari pihak investor. Mengingat beberapa nagari memiliki kekayaan alam yang tidak terbatas.
  5. Bagi hasil usaha nagari dalam berbagai bidang usaha. Hal ini bisa dipadukan pengelolaan pariwisata nagari dan usaha produktif masyarakat yang menggunakan modal dari nagari.
  6. Deviden dari saham nagari.
  7. Hibah dan bantuan dari pemerintahan pusat.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun