Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Membuka Tabir Gelap Perguruan Tinggi

17 November 2011   13:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:32 251 0
Mengupas sisi gelap perkuliahan dan beraneka penyimpangan adalah sebuah keberanian untuk menilai diri sendiri, mengkritisi untuk mengambil langkah yang perbaikan. Perkuliahan dalam proses pendidikan di perguruan tinggi tidak semata sebagai sebuah transaksi pengetahuan, namun juga pembinaan generasi untuk melakukan esfafet kehidupan.

Membuka satu persatu sisi gelap perkuliahan adalah bentuk kejujuran kaum intelektual. Ketika kaum intelektual telah berizirah kebohongan maka dimulailah kehancuran sistematik dan tersistem. Hampir kaum intelektual menghuni suatu siklus dalam pemerintahan, pendidikan, perpolitikan, sosial kemasyarakatan. Ibarat air dari hulunya telah keruh, maka jangan berharap akan jernih sampai kemuara.

Penyebab banyak sisi gelap perkuliahan dalam pendidikan perguruan tinggi tidak terlepas dari berbegai aspek. Baik internal perguruan tinggi melalui kebijakan pengelola kampus. Maupun ekternal perguruan tinggi melalui keputusan dan ketetapan pada pengambil kebijakan tertinggi. Daya tekan sisi ekternal lainnya adalah perubahan sosial dan ekonomi yang membentuk sebuah budaya baru.

Beberapa sisi gelap perkuliahan dalam perguruan tinggi yang berakumulasi menjadi sisi gelap perguruan tinggi, diantaranya:


  1. Jual beli nilai. Menelusuri masalah jual beli nilai antara dosen dengan mahasiswa adalah realitas yang benar terjadi, namun sulit untuk di buktikan. Penyebab ini adalah kemampuan untuk menyimpan rapat-rapat antara pihak pengajar atau dosen dengan mahasiswa. Budaya jual beli nilai bersumber dari keinginan mudah untuk mendapatkan nilai yang bagus. Dengan bagusnya nilai maka membantu Indeks Prestasisi Kumulatif mahasiswa. Dengan bagusnya IPK maka menjadi prasyarat untuk dapat diterima dalam berbagai keperluan, baik melamar pekerjaan, melanjutkan studi atau peningkatan kepangkatan.
  2. Titip absen. Tradisi ketidakjujuran yang bermula dari kemauan hadir secara administratif namun tidak hadir secara substantif. Efek ini berlaku untuk mensiasati aturan kecukupan mengikuti ujian. Ketika tidak mencukupi kehadiran maka mata kuliah yang diambil akan gagal.
  3. Budaya jiplak dan contek. Kebiasaan ini tidak hanya pada tataran ujian, namun juga pada pembuatan tugas akhir mahasiswa. Berupa skripsi bagi Sarjana 1, Thesis bagi Magister  dan Desertasi bagi Doktoral. Kasus jiplak atau lebih sering disebut dengan plagiatiesme dalam perkuliahan menjadikan kualitas lulusan di bawah standar yang semestinya.
  4. Mempermudah dan mengurangi standar perkuliahan. Praktek ini memiliki metode dengan mengurangi kesulitan dalam model perkuliahan, metode ujian dan penilaian. Tujuan akhir adalah bercokolnya nilai-nilai bagus dari hasil perkuliahan.
  5. Obral dan pemalsuan ijazah. Terbukanya kasus ijazah palsu dalam beberapa penerimaan pegawai negeri sipil membuka tabir bahwa terjadi pemalsuan ijazah yang melibatkan perguruan tinggi, manajemen perguruan tinggi dan sekaligus staff pengajar.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun