Telah ada beberapa terobosan terutama dalam beasiswa untuk program pendidikan magister dan doktoral, namun spirit dari beberapa perguruan tinggi masih menggunakan ekonomi rente. Kenaikan biaya kuliah seiring dengan grade kualitas sebuah perguruan tinggi.
Sedangkan dalam Islam seorang pelajar dan pengajar mempunyai hak dalam zakat. Sedangkan dalam pengembangan kampus juga terdapat pembangunan berbasiskan wakaf baik berupa tanah, wakaf uang dan wakaf produktif untuk mengembangkan perguruan tinggi.
Dalam sektor ekonomi rente dan badan hukum yayasan. Beberapa orang menjadikan pendidikan sebagai kapitalisasi pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari pergerakan biaya kuliah dari beberapa perguruan tinggi swasta. Dalam aspek hukum yayasan adalah usaha nirlaba untuk ikut membantu mencerdaskan anak bangsa.
Namun dalam praktek, hampir audit transparan dan akuntabilitas Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan perguruan tinggi tidak dapat dilacak laporan keuangan secara publik ataupun pengguna dari jasa pendidikan perguruan tinggi.
Hal ini berbeda dengan apabila yayasan pendidikan perguruan tinggi dibangun berdasarkan ekonomi syariah. Dimana tanah, bangunan dan juga asset fisik lainnya dibangun dari wakaf produktif, wakaf uang dan juga wakaf manfaat dari berbagai institusi.
Pada pembangunan gedung dan tanah dapat menggunakan dana wakaf tunai dan juga hibah dari pemerintah sebagai penanggungjawab utama mencerdaskan anak bangsa. Amanah Kontitusi Bangsa Indonesia belum mampu mengcover kebutuhan perguruan tinggi swasta dalam bidang penyedian tanah dan gedung.
Hal ini memaksa pihak pengelola Yayasan untuk mencari sumber dana lain. Pilihan adalah mengambil skema pinjaman dari perbankan dengan perjanjian pembayaran ditambah dengan biaya pinjaman. Biasanya hal ini terlihat dengan perbankan mana pihak Yayasan bekerjasama dalam pengelolaan keuangan yayasan. Beberapa perbankan mempunyai divisi khusus dalam menggodok sistem keuangan perguruan tinggi.
Setoran biaya kuliah mahasiswa biasanya langsung ke rekening yayasan dengan komponen berupa biaya tetap, biaya sks, labor dan biaya lainnya. Sedangkan sebagian masih menerapkan sumbangan pembangunan untuk mahasiswa. Komponen inilah indikator pertama bahwa sebuah perguruan tinggi mengikuti ekonomi rente dan turunannya kebawah.
Untuk dapat mengurangi biaya perguruan tinggi untuk melahirkan ilmuan yang mau berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa, kita belajar kepada Unversitas Al-Azhar mesir dan beberapa Perguruan Tinggi di negara maju. Dimana setiap mahasiswa mendapatkan biaya murah dan juga bantuan studi dari pengembangan wakaf produktif.
Bila Yayasan sebagai payung hukum sistem pendidikan perguruan tinggi tidak dibebani oleh pinjaman, namun tumbuh lewat dana hibah, zakat dan wakaf. Maka komponen biaya dalam perguruan tinggi untuk melahirkan ilmuan sampai profesor akan tereduksi.
Pihak yayasan berfocus dalam pengembangan kualitas tenaga pendidik dan proses pendidikan dengan menyaring mahasiswa terbaik yang akan berdiri atas kapasitas ilmu dan kemampuan mumpuni mencerdaska anak bangsa. Tidak lagi berfikir untuk mengembalikan modal untuk mendapatkan gelar akademik. Hal ini bagi tenaga pengajar yang bersyaratkan pendidikan minimal Magister.
Perbaikan ini memang butuh pemimpin dan juga landasan undang-undang yang mesti diperjuangkan oleh pemerhati pendidikan diperguruan tinggi untuk menciptakan ilmuan-ilmuan yang masih berpihak. Bila tidak maka untuk puluhan tahun kedepan, hanya orang-orang yang menguasai ekonomi dan generasi mereka yang akan menikmati pendidikan diperguruan tinggi.
Semoga masih ada para pelaku yang menyadari bahwa pendidikan bukanlah sebuah bisnis dari aktivitas ekonomi rente.