Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Surat Sederhana Surati

4 April 2014   17:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:05 67 0

Aku duduk termenung, pikiran dan batinku mengembara ke berbagai sudut jalan antar kota Bekasi dan Jakarta. “Ini tehnya Kang, tapi hanya segelas teh pahit tanpa gula. Gulanya habis Kang, uang belanja juga lagi kosong. Rati sudah berusaha mencari pinjaman ke warung sebelah Kang, tetapi warung sebelah kondisinya juga sama dengan kita”. Surati, Istriku sambil membenarkan kerudungnya yang berwarna abu-abu, dia sangat cantik bagiku, teh pahit ini tetap terasa manis karena ada senyum manisnya yang mengambang. “Tidak apa-apa Rati..teh pahit ini sudah cukup menghilangkan dahagaku. Teh pahit ini terasa manis Rati.....karena kita mencarinya dengan halal dan tidak mencuri. Berbeda dengan pejabat-pejabat yang ada di Senayan, mereka memang meminum teh manis setiap hari. Tetapi jiwa mereka pahit, mereka merampok uang kita, uang yang akan digunakan oleh anak kita di masa depan” Aku mengadu menyalahkan para pejabat yang pekerjaanya saling sikut dan saling tendang dengan cara-cara yang teramat kotor. Beberapa hari ini mereka juga saling sikut dengan lontaran sajak-sajak politik yang tidak aku pahami maknanya. Akupun tidak tahu sajak politik tersebut bermanfaat atau tidak, harapanku mereka memikirkan kami yang sebentar lagi sekarat karena kelaparan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun