Dua tahun lagi, Jakarta akan genap berusia 500 tahun. Maharani, seorang penduduk kawasan Roxy, Jakarta Pusat, menyaksikan perubahan signifikan di ibu kota.
"Menurut saya, Jakarta adalah kota yang luar biasa. Perkembangannya pesat, dan saya bangga menjadi bagian dari kota ini," ujarnya, mengutip Tempo, Jumat, (20/12/202).
Sebagai seorang guru, Maharani berharap Jakarta terus memprioritaskan kebutuhan dunia pendidikan, sesuai statusnya sebagai kota global. Menurutnya, kota global idealnya menjadi kota pintar atau smart city.
Namun, ia menilai bahwa fasilitas pembelajaran di sekolah masih memerlukan perhatian lebih.
"Saya berharap pemerintah semakin fokus pada peningkatan sarana dan prasarana pendidikan," ucapnya.
Ia juga menyoroti kesenjangan akses pembelajaran digital di kalangan siswa. Anak-anak dari keluarga dengan pendapatan menengah ke atas mungkin tidak kesulitan memenuhi kebutuhan belajar digital, tetapi hal berbeda terjadi pada siswa dari keluarga kurang mampu.
"Sejak pandemi Covid-19, pembelajaran digital makin sering dilakukan. Namun, banyak siswa yang tidak memiliki perangkat seperti laptop, sehingga kesulitan mengikuti pelajaran secara daring," jelasnya.
Pandangan serupa diungkapkan oleh Anang Wahyu Pramono, guru asal Cilincing, Jakarta Utara.
Menurutnya, integrasi teknologi dalam pendidikan harus ditingkatkan agar Jakarta benar-benar menjadi smart city.
"Sayangnya, fasilitas seperti komputer belum merata di semua sekolah. Akibatnya, pelaksanaan ujian daring menjadi kendala. Kami harus mencari solusi agar seluruh siswa dapat mengikuti ujian sesuai instruksi dinas," katanya.
Meski begitu, Anang mengakui bahwa status Jakarta sebagai ibu kota memberikan banyak keuntungan, seperti bantuan internet yang telah tersedia hingga ke berbagai sekolah.
"Harapan saya, fasilitas teknologi di sekolah-sekolah dapat semakin merata, sehingga siswa dan guru merasa nyaman, mulai dari SD hingga SMA," ujarnya.
Sementara itu, Endah Oktavia Dewi Kosmara, Kepala Sekolah SDN 01 Gambir, menyoroti pentingnya peningkatan pelatihan bagi para guru. Meski pelatihan secara daring dan luring sering diadakan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Endah merasa belum semua guru bisa mengakses pelatihan tersebut.
"Kadang materi yang diberikan cenderung berulang, sehingga tidak memberikan tambahan pengetahuan baru," tuturnya.
Ia juga menekankan pentingnya penambahan guru khusus untuk menangani siswa disabilitas.
"Kalaupun memanfaatkan guru yang ada, diperlukan pelatihan intensif agar implementasi Peraturan Gubernur Nomor 32 Tahun 2021 mengenai kuota 25 persen untuk siswa disabilitas dapat berjalan optimal," ujarnya.
Hal serupa disampaikan Linda Haerunnisa, seorang guru yang berharap Jakarta dapat menciptakan kesetaraan di berbagai bidang.
"Inklusivitas harus diupayakan, baik dalam pendidikan, infrastruktur, maupun kesetaraan gender. Jangan sampai fasilitas di pusat kota jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah pinggiran. Semuanya harus merata," kata ASN yang memulai kariernya sebagai guru honorer.
Guru lainnya, Sri Mulyati, berharap Jakarta mampu menjadi contoh bagi daerah lain, terutama dalam bidang pendidikan.
"Jakarta sebagai kota global harus mencerminkan statusnya dengan memiliki sistem pendidikan yang maju. Tidak hanya menjadi smart city, tetapi juga mendukung smart teacher dan kesejahteraan finansial guru agar mereka lebih semangat membentuk generasi penerus yang unggul," tutupnya.**