Memang kita tahu semua bahwa kondisi penyebaran virus Corona (Covid-19) di akhir Juni dan awal Juli 2021 begitu tingginya.
Di wilayah saya di Ciledug, Tangerang Kota, Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Banten, seperti diberitakan Kompas.com, menyebut ada 150 kasus baru Covid-19 pada Rabu (30/6/2021). Kasus baru itu jika diakumulasi mencapai 11.486 kasus Covid-19 di Kota Tangerang.
Penambahan kasus baru tersebut, tentunya berimbas pada ketersediaan ruang rawat pasien Covid-19 yang terbatas, khususnya di Tangerang Kota ini. Ditambah lagi, penambahan kasus baru tersebut tak sebanding dengan jumlah tenaga kesehatan.
Alhasil, kondisi itu membuat Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah meminta pemerintah pusat mengirimkan bantuan tenaga kesehatan ke Kota Tangerang.
Kira-kira seperti itu gambaran kondisi peningkatan jumlah kasus Covid-19, khususnya di Tangerang Kota ini.
Karena kondisi itu pula, ibu mertua saya begitu sulit mendapatkan ruang rawat atau isolasi untuk pasien Covid-19.
Adapun upaya yang telah dilakukan istri agar ibunya bisa ditangani sebagai pasien Covid-19, sudah beragam cara.
Pertama istri memberitahukan ke pejabat di tingkat kelurahan. Pemberitahuan yang bersifat laporan bahwa ada warganya yang terpapar Covid-19 itu, istri lalukan lewat telepon.
Alhamdulillah laporan istri direspon Wakil dan Sekertaris Kelurahan. Dalam percakapan yang juga saya saksikan serta saya dengarkan antara istri dengan pejabat kelurahan tersebut, intinya mereka mengupayakan agar ibu mertua saya bisa diangkut ke Puskesmas terdekat, yakni di puskesmas Peninggilan namanya.
Pejabat kelurahan saya dengar dari percakapan di handphone istri sedang berada di puskesmas tersebut. Setelah berkoordinasi dengan pihak puskesmas tadi, rupanya seluruh ruangan rawat inap sudah terisi penuh.
Akhirnya, istri memaklumi kondisi itu. Saya pun dengan sikap yang sama memahami bagaimana sulitnya pihak-pihak terkait menangani pasien Covid-19 di wilayah Tangerang Kota yang melonjak drastis saat ini.
Tak berhenti sampai disitu, istri kemudian melakukan upaya lain agar ibunya bisa ditangani sebagai pasien Covid-19.
Oiya, kondisi ibu mertua sendiri memang sudah lemah sejak terpapar dan hanya melakukan isoman di rumah bersama kedua putrinya (adik ipar saya) yang juga ikutan Positif Covid-19.
Ibu mertua mengalami sakit pada bagian lambung sehingga kerap muntah-muntah. Kondisi itu semakin membuat kami prihatin tentunya. Beruntung, salah seorang sepupu istri yang tinggal bersebelahan adalah seorang perawat. Sehingga sepupu istri bisa memberi bantuan medis dengan memberikan suntikan infus agar ibu mertua tak muntah terus karena lambungmya yang memang sakit sejak positif Covid-19.
Kendati sudah diberikan infus, kondisi ibu mertua belum membaik. Istri kemudian berusaha lagi mencarikan tempat agar ibunya bisa ditangani sebagai pasien Covid-19.
Setelah tak bisa ditampung di puskesmas Peninggilan, saya yang kebetulan menyimpan nomor kontak Kadis Kesehatan Tangerang Kota, memberikan nomor tersebut ke istri agar segera meminta bantuan. Siapa tahu sesibuk apapun ibu Kadis itu, mau merespon seorang warga yang sedang membutuhkan bantuan.
Awalnya istri mengirim pesan lewat WhatsApp ke ibu Kadis Kesehatan. Belum juga direspon beberapa saat. Istri mulai risau. Dia bergegas ke RS swasta terdekat untuk memastikan apakah pasien Covid-19 bisa diterima. Ternyata lagi-lagi RS swasta itu penuh.
Saat hendak keluar RS swasta tadi, tetiba handphone istri berdering. Sang penelepon rupanya ibu Kadis Kesehatan tadi. Kata istri saat di telepon, pejabat tadi akan membantu dengan mencarikan tempat perawatan yang masih tersedia.
Akhirnya, dapatlah istri tempat perawatan untuk ibunya yaitu di Puskesmas Larangan Utara. Puskesmas ini hanya berbeda kelurahan saja dengan domisili ibu mertua saya.
Tak lama, istri dihubungi oleh petugas kesehatan di Puskesmas tersebut. Intinya ibu mertua sudah bisa diangkut ke Puskesmas terdekat itu
Satu persoalan teratasi, persoalan lain muncul yakni, kendaraan untuk membawa ibu mertua. Kebetulan kami belum memiliki mobil, hanya motor saja. Sehingga, ini menjadi persoalan baru.
Istri berinisiatif meminta bantuan ambulans. Maka dicarilah ambulans gratis terdekat lewat media sosial. Singkat cerita istri dapat terhubung ke salah satu relawan yang biasa membantu mengantarkan pasien dengan ambulans.
Setelah bercakap-cakap soal teknis mengantarkan ibu mertua ke Puskesmas tadi, relawan tadi rupanya hanya menyediakan unit ambulans tanpa tim medis Covid-19. Sehingga keputusan akhir mereka tidak bisa mengantarkan ibu mertua ke Puskesmas yang sudah istri sebutkan tadi.
Tak bisa lewat relawan, istri nekat meminta bantuan ke tetangga yang kebetulan memiliki armada ambulans, karena tetangga kami itu anggota dewan dari partai besar.
Tiba di rumah anggota dewan, istri melapor ke saya. Katanya mobil ambulans yang posisinya standby itu tak ada sopir dan tenaga medisnya. Istri pun tak bisa memaksa. Kalaupun memaksa ambulans itu bisa dibawa sendiri, siapa yang mau nyupiri? Saya dan istri sama-sama tak bisa nyupir hehehe.
Tapi sudahlah. Dua bantuan ambulans akhirnya kandas. Lalu saya menyarankan istri order ojek online kendaraan roda empat saja.
"Jangan! Nanti drivernya menolak begitu tahu siapa yang dibawa." Kata istri masih di rumah dewan tadi seraya menunggu hujan redah.
Saya sepakat sama pendapat istri. Jadi saran saya tarik kembali. Tak lama hujan redah. Istri kembali ke rumah mungil kami, rumah kontrakan.
Masuk ke kontrakan sebentar, istri istirahat dengan dikelilingi ketiga anaknya yang biasa kami sebut "bocil." Makan sebentar, istri akhirnya memutuskan untuk membawa ibu mertua dengan menggunakan sepeda motornya.
Saya sedikit terkejut disitu. Tapi setelah istri menjelaskan barulah saya paham. Dengan menggunakan pakaian berlapis (kaos, jaket, mantel hujan lengkap), dobel masker, sarung tangan, kaos kaki serta kacamata, istri menjemput ibunya di rumahnya yang tak jauh dari kontrakan yang kami tinggalkan. Saya sendiri posisi harus standby di kontrakan menjaga ketiga anak kami.
Singkat cerita, istri sudah membawa ibunya ke ruang IGD Puskesmas Larangan Utara untuk dilakukan pengobatan atau tindakan medis Covid-19.
Beberapa jam atau menjelang Maghrib, istri tiba di kontrakan. Seluruh pakaian berlapis, kecuali kaos dan celana panjang dilepas di luar rumah dan langsung dimasukan ke dalam ember, direndam dan dicuci. Istri mandi, shalat Maghrib, istirahat sebentar.
Tak lama, istri bercerita soal dirinya yang tadi membawa ibunya pakai sepeda motor. Selama di perjalanan, rupanya istri tak henti-hentinya membunyikan klakson motornya. Istri sengaja melakukan itu, karena posisi ibunya saat dibonceng masih dalam keadaan terinfus cairan.
Tak disadari, rupanya klakson motor yang terus dibunyikan istri saya mengundang reaksi beberapa driver ojol. Mereka rupanya berempati kepada istri saya dengan memberikan pengawalan hingga mendekati posisi Puskesmas.
Mendengar cerita istri tadi, saya jadi merasa takjub dan kagum akan perjuangan perempuan yang saya nikahi pada 5 Juli 2005 lalu itu.
Selamat memasuki 16 tahun pernikahan ya istri. Semoga istri sehat prima, bertambah kesabarannya, makin banyak berbuat kebaikan dan yang paling penting mencintai dan menyayangi ketiga anak kami, 3 Asa.
Dan juga, ibu mertua serta kedua adik ipar semoga segera pulih dan negatif Covid-19. Saya, istri dan ketiga anak kami, semoga juga diberikan kesehatan selalu, dikuatkan ketahanan tubuh dan pikirannya, sehingga dapat melewati masa-masa sulit ini, amin YRA.
_(Larangan Utara, Ciledug, 3 Juli 2021)_