Sudah dua kali puasa ini kita dibayang-bayangi virus Corona (Covid-19). Sejak itu, apapun kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama, dilakukan secara virtual. Termasuk dengan kegiatan buka bersama di saat bulan suci Ramadhan.
Memang agak lucu kalau membayangkan bagaimana buka bersama tetapi esensi sebenarnya dilakukan sendiri-sendiri di lokasi yang berbeda satu sama lain.
Saya pribadi pernah membaca pesan di grup WhatsApp terkait kegiatan bukber virtual ini. Awalnya saya serius membaca pesan berantai tersebut. Dalam hati saya lega juga karena baru sepekan puasa, di grup WhatsApp sudah ada seorang kawan mengundang acara berbuka bersama. Isi pesannya seperti ini:
U N D A N G AN
Buka Puasa Bersama
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam sehat selalu.
Diberitahukan kepada member group ini dalam rangka menjalin silaturrahim, dengan ini kami mengadakan acara buka puasa bersama yang Insya Allah akan dilaksanakan pada :
hari : Ahad
Tgl. : 25 April 2021
Jam : 17.51 WIB s/d wkt buka puasa
Acara : Untuk mematuhi Prokes maka buka puasa bersama dilakukan secara VIRTUAL melalui ZOOM MEETING.
Menu Buka Bebas Sesuai Selera masing-masing, mau bubur ayam , sate kambing, kolak pisang, rendang, ayam bakar dan lain lain ( Tdk terbatas sesuai selera masing masing )
Demikian Undangan buka bersama ini dibuat dan semoga rekan rekan semua maklum adanya.
Salam Sehat Selalu.
Demikian pesan berantai di grup WhatsApp saya belum lama ini. Membaca pesan tersebut saya jadi tersenyum-senyum. Karena saya membayangkan bagaimana jadinya buka bersama tetapi dilaksanakan secara virtual.
Seru, pasti. Tapi saya kok malah jadi seperti merasa aneh, jika memang bukber tersebut benar-benar dilakukan sejumlah orang, kelompok atau komunitas.
Anehnya ya itu, soal bagaimana mereka bisa merasakan kebersamaan tetapi justru dipisahkan oleh jarak. Padahal pada bukber sebelum-sebelumnya di saat pandemi Covid-19 ini belum ada, saya pribadi sangat menantikan sekali momen bukber itu digelar, baik ketika saya masih kuliah bersama kawan-kawan di kampus, di tempat kerja atau di lingkungan keluarga.
Tetapi momentum bukber yang saya maksudkan tadi, sudah dua kali puasa ini berganti menjadi bukber virtual.
Saya membayangkan, pasti diantara kita jadi bersedih hati karena bukber yang sebelum-sebelumnya selalu diwarnai kebersamaan, canda tawa, foto bersama, kini tak ditemukan lagi suasana guyub seperti yang sudah-sudah.
Covid-19 ini memang telah mengubah kebiasaan setiap individu maupun kelompok, termasuk ketika melaksanakan bukber di kala Ramadhan.
Bukber virtual, sejatinya memang menampilkan wajah-wajah kita melalui audio-visual. Walau kita bisa memperlihatkan makanan dan minuman berbuka di hadapan teman-teman kita, tetapi kita sedikit pun tak bisa mencicipi makanan atau minuman teman-teman kita. Kita hanya bisa melihat tetapi tidak bisa menyentuh apalagi merasakan kenikmatan makanan atau minuman teman-teman kita lewat kegiatan bukber virtual tersebut.
Saya yakin, saya pribadi atau kawan-kawan Kompasioner, tak menginginkan kegiatan bukber virtual seperti sekarang ini. Tetapi, virus Corona ini telah memaksa kita untuk mematuhi protokol kesehatan Covid-19 yang dianjurkan pemerintah sejak Corona ada di Indonesia hingga negara-negara lain di dunia ini.
Semoga saja bukber virtual pada puasa tahun ini menjadi kegiatan terakhir, untuk nanti kita semua bisa benar-benar bukber sungguhan.
Jadi kalau saat ini ada istilah "selamat berbuka untuk yang "pura-pura puasa", apa iya akan ada juga istilah "bukper pura-pura" gegara dilaksanakan secara virtual?