Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Ini Memang Negeri Bedebah

13 Maret 2012   03:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:08 416 0

Melihat tingkah polah pejabat negara yang berlenggang dan berlimpah kemewahan, sementara hidup rakyat makin terhimpit dan terjepit oleh kemiskinan, yang muncul di hati adalah rasa muak, mual, jengkel dan marah.

Gaji pegawai naik, gaji di perusahaan-perusahaan swasta juga naik. Tetapi, pemerintah juga menaikkan harga BBM dan tarif listrik. Akibatnya harga bahan pokok, biaya produksi, dan ongkos trasportasi sudah naik ketika kenaikan harga BBM masih wacana. Dan, tensi darah pun ikut naik mendekati angka 200.

Rakyat seakan tidak pernah lagi merasakan ketenangan. Juga tidak lagi pernah mendengar berita baik nan menyejukkan. Berita yang tersiar semuanya mewartakan kepedihan, kesakitan, kecewa, lara, tangis, air mata, cucuran darah, caci maki dan kebohongan besar-besaran.

Taka ada lagi berita gembira yang membuat rakyat kecil bisa tertawa lepas. Sekarang wajah-wajah rakyat penuh kerut. Wajah mereka menampakkan duka, lara, tertindas, dan putus asa. Mereka putus asa karena tidak ada lagi tempat mengadukan nasib. Tidak ada lagi orang yang peduli terhadap mereka, tak ada yang bersedia mengangkat himpitan ekonomi yang mendera mereka.

Berita yang mereka lihat setiap hari adalah para pejabat yang mengkorupsi miliaran rupiah uang Negara. Sementara para petani di kampung-kampung hidup sengsara. Kebutuhan pokok harus ditebus dengan harga tinggi, sementara penghasilan mereka rendah. Untuk menanak nasi sulit karena harga minyak tanah mahal, beli gas tak mampu, kayu bakar susah dicari.

Menyaksikan debat tentang harga BBM yang ditayangkan Metro TV pekan lalu, ada senang ada jengkel. Senang karena bisa menyaksikan Kwik Kian Gie “menelanjangi “ para pejabat Kabinet Indonesia Bersatu yang hadir pada malam itu. Dengan enteng didukung data uraian yang jelas Kwik menyingkap bahwa Indonesia tidak merugi lantaran harga minyak dunia naik.

Minyak bumi kita diolah oleh perusahaan kita, dikerjakan orang kita, dan dijual kembali kepada orang kita. “Koq bisa, hasil dari perut bumi kita yang dikelola sendiri, untuk kepentingan sendiri, dijual dengan harga luar negeri?” kata Kwik Kian Gie.

Dengan wajah merah padam dan penuh tegang, Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, berusaha menjelaskan situasi keuangan yang “sebenarnya”. Bahkan, dengan pongah dia menantang siapapun yang ragu untuk mengaudit Pertamina. Kwik Kian Gie menyambutnya dengan senyum, karena sisi pendapatan sebenarnya dari usaha minyak ada di Departemen Keuangan, bukan di Pertamina.

Dari debat tersebut terlihat dengan terang benderang bahwa Pemerintah main “petak umpet” dengan rakyat dalam mengelola anggaran Negara. Atas nama mensejahterakan rakyat, mereka justru menipu rakyat. Atas nama menolong rakyat, mereka mencekik rakyat.

Dengan menaikkan harga BBM rakyat mana di Indonesia ini yang tidak tercekik?

Melihat dan merasakan kondisi Negara yang seperti sekarang ini, saya jadi ingat pada mantan jurubicara Presiden Gusdur, Adhi Massardi. Dia mengekspresikan kekecewaannya dengan puisi berjudul “Negeri Para Bedebah”. Berikut saya kutipkan puisinya :

Negeri Para Bedebah

Ada satu negeri yang dihuni para bedebah

Lautnya pernah dibelah tongkat Musa

Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah

Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?

Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah

Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah

Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah

Di negeri para bedebah

Orang baik dan bersih dianggap salah

Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan

Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah

Karena hanya penguasa yang boleh marah

Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah

Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah

Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum

Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah

Usirlah mereka dengan revolusi

Bila tak mampu dengan revolusi,

Dengan demonstrasi

Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi

Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun