Andai nenek moyang kita masih hidup, sudah sumpah-sumpah kita-kita yang hidup di zaman ini, kekayaan alam yang begini masih di kasih ke bangsa* itu, freeport itu huff berapa % yang masuk ke Indonesia coba hanya 1 % yang masuk ke rakyat papua berapa? makanya rakyat papau sana mencak-mencak karena ketidak adilan yang nyata.
Kalau sudah begini, saya malu sebagai anak bangsa, kebangetan bangat, banyak-banyak bangetnya. Duh maafkan kami para pendiri republik. Maafkan kami para pahlawan bangsa, maafkan kami sepertinya perjuanganmu mengusir belanda, perjuanganmu dengan bambu runcing tak pernah di hargai sama anak cucumu ini. Sumpahin saja mereka kualat.
Jadinya apa kita menjadi negara kasihan. Utang luar negeri saja setiap detik bertambah, sekarang itu sudah hampir 2000 triliun. Uang sebanyak itu di pake untuk apa? Jalan-jalan masih pada bolong, atap-atap masih pada bocor, Tapi mungkin juga itu pake untuk mengganti sawah-sawah dengan di tanami gedung-gedung. Mengganti pasar-pasar rakyat kecil menjadi mol-mol, atau untuk biaya studi banding wakil kita yangg terhormat saking terhormatnya kursinya mungkin mengalahkan kursinya ratu balkis, kursi terbang mungkin kali yah.
Negara kasihan ini, juga di tandai pangannya dari hasil impor dulu itu bangsa Belanda itu ke Indonesia karena rempah-rempahnya, sekarang Jahe saja kita impor. Beras jangan ditanya, kedele, sayur-sayuran, bawang kita tergantung dari luar angkasa.
Kalau sudah begini, saya tidak bisa lagi tersenyum apalagi tertawa terbahak-bahak, bagaimana saya tertawa air mata ini sudah tak terbendung lagi. Kalau sudah begini mending cari tisu. Selamat beraktifitas dengan mencari rezeki yang halal, biar anak istri tidak sakit perut dan tidak was-was.
Salam Kompasiana.
Judul ini terinspirasi dari Tulisan Bung Odi Shalahuddin yang berjudul kasihan sekali negara ini