Bicara kepenulisan masing-masing punya cara sendiri dalam menghasilkan ide, ada yang melalui perenungan, ada yang ketika bersentuhan dengan realitas kehidupan, ada yang lagi memandang laut, langit, taman dan seterusnya. Proses kreatifitas dalam menghasilkan tulisan di pengaruh oleh berbagai faktor baik dari dalam diri penulis maupun dari luar diri penulis.
Sebuah tulisan yang bagus tentu butuh asupan gizi yang memadai penguasaan kosa kata, referensi buku-buku yang bermutu, atau mungkin kemampuan mengolah rasa ketika bersentuhan dengan kenyataan-kenyataan yang ada di sekitar kita dan mencoba merangkainya menjadi kalimat yang menarik dan unik.
Mengenal dunia kepenulisan bagiku bukanlah yang pertama, meskipun masih sangat kosong baik penguasaan kosakata maupun referensi, apalagi asupan buku yang bermutu.
Di waktu SD saya cukup suka dengan tugas mengarang, namun tidak tahu kenapa? Ketika memasuki masa SMP hingga mahasiswa saya tidak begitu bisa merangkai kata. Paling laporan-laporan kuliahan saja, hingga suatu waktu di semester 7 seorang sahabat di kamar kostku meminta tolong kepadaku untuk di buatkan drama tentang pendidikan. Awalnya saya tidak menyanggupi karena memang aku tidak pernah membuat tulisan, apalagi drama hingga kumencoba menekan tombol-tombol mesin ketik tuaku, dan akhirnya jadi 2 halaman drama. Malam itu ideku terus mengalir dan dalam 2 hari 2 malam saya mampu menghasilkan 80 halaman Drama Pendidikan, beberapa puisi dan artikel-artikel. Dari situ saya mencoba terus menulis meski tidak pernah di kirim ke media, bagiku menulis adalah mengalirkan ide. Menikmatinya sendiri saja sudah cukup menghibur diri ketika dalam kesendirian, paling banter di nikmati teman-teman kos-kosan (tetangga kamar).
Dari situ aku mendengar ada sebuah forum studi kepenulisan yan sering mengadakan kajian, dan sempat aku ikuti hingga sempat menghasilkan Ontologi Puisi bersama. Di forum itu juga tulisan-tulisan lamaku kucoba perlihatkan sama pengurus yang kebetulan tulisannya sering di muat di koran Lokal dan sudah menerbitkan beberapa buku. Oleh dia tulisan-tulisanku di sarankan untuk di masukan di media lokal, namun urung hingga catatan tersebut hilang. Kalau di hitung-hitung kurang lebih 300-500 lembar. Sedih juga kehilangan catatan-catatan perjalanan. Mencarinya ke mana jatuh saat di perjalanan.
Empat tahun aku tidak pernah menulis lagi, baik artikel ataupun cerpen paling banter catatan-catatan harian yang aku posting di FB. Ide-ideku buntuh. maklum aku meninggalkan kota dan sibuk dengan rutinitas pekerjaan yang kadang tak pasti, hingga klimaksnya aku tak sanggup menulis satu kalimatpun, ideku buntu, kosa kata berantakan.
*************
Seorang kawan yang membisikiku, mengingatkan aku bahwa ada blog kepenulisan miliknya Kompas namanya Kompasiana, lebih lanjut di ceritakan di sana kita bisa memposting tulisan dan bisa berdiskusi. Akhirnya pada 7 bulan yang lalu saya pun mendaftar di Kompasiana.com dengan bermodal tuisan-tulisan yang saya posting di FB saya pun memindahkan tulisan tersebut di kompasiana, sambil menjalankan rutinitas kerja.
Saya betul-betul mati tidak mampu menulis apa-apa, jangankan satu tulisan, satu paragraph pun saya tidak mampu, hingga suatu hari sekitar 4 bulan yang lalu karena kekesalan yang menumpuk, hari itu terangsang aku untuk mengasilkan tulisan, dan jadilah satu tulisan. Dari titik balik itulah saya mulai mencoba merangkai kata dan alhamdulillah selama 3 bulan lebih saya sudah bisa menulis kurang lebih 120 tulisan di tengah rutinitas yang cukup padat.
Saya tidak katakan bahwa tulisanku bermutu tapi setidak-tidaknya bagiku yang penting bisa kunikmati sendiri sudah cukup, apalagi di baca sama orang lain lebih dari cukup, apalagi kalau banyak yang baca bisa mampir di hightlight tentu lebih senang berharap pesannya bisa sampai sama orang lain.
Begitulah awal ceritanya menulis di Kompasiana. Terima kasih Kompasiana
Salam Kompasiana.