Jam dinding pada musala tempatnya singgah itu seakan meminta pria itu untuk melanjutkan jalan pulang, meski hujan sepertinya belum akan cepat reda. Sebentar melongok ke arah jam dinding lagi. Sebentar kemudian memandangi jalan yang kini persis aliran sungai. Keraguan tampak dari wajahnya, tetapi segera berubah saat matanya tertuju pada hadiah untuk putri semata wayang tercintanya.
KEMBALI KE ARTIKEL