Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Sindrom Steven Johnson, Sebuah Malpraktek?

7 Agustus 2011   13:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:01 2862 0
Ratna Ningsih, warga Jakarta Timur tubuhnya melepuh setelah menjalani pengobatan di Puskesmas Ciracas. Kadinkes DKI Dien Emawati menyebut penyakit Ratna adalah Sindrom Steven Johnson (SSJ). Seperti biasa bila kasus SSJ timbul pada seorang pasien, maka saat ini opini masyarakat dan media masa terlalu mudah memvonis suatu kesalahan dokter atau malpraktek. Bila dicermati sebenarnya kasus SSJ bukanlah sekedar sebuah malpraktek. Tampaknya tidak ada seorang dokterpun bahkan seorang dokter yang paling ahli atau berpengalaman dapat menghindarinya.

SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis kulit melepuh kemerahan pada seluruh bagian kulit, bagian lunak seperti bibir, mata dan daerah kelamin. Penyakit SSJ sebenarnya bukan sekedar penyakit alergi obat biasa. Banyak faktor dan kondisi yang mempengaruhinya. Penyebab atau faktor yang mempengaruhi SSJ sangat rumit dan sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ biasanya diawali adanya infeksi virus, jamur, bakteri, parasit yang ditambah adanya alergi obat, makanan tertentu, penyakit kolagen, keganasan, kehamilan.

Keterlibatan obat yang diberikan sebelum masa awal setiap gejala klinis yang dicurigai dapat sampai 21 hari. Bila pemberian obat diteruskan dan gejala klinis membaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal. Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat, sulfa, penisilin, antikonvulsan, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif dan obat antiinflamasi non-steroid. Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.

Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.
Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab seperti virus, partikel obat atau metabolitnya atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik. Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya.

Gejala awal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, lemas, batuk, mata merah, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Kulit berupa kemerahan, bercah merah, bintil air yang melebar , pecah dan seperti melepuh seperti luka bakar meluas secara cepat secara simetris pada hampir seluruh tubuh. Pada mata bisa terjadi iritasi dan peradangan berupa konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi rusaknya kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisis ditujukan terhadap kelainan yang dapat sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab.

Penanganan penderita SSJ adalah terapi suportif dengan pemberian cairan dan elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Luka di mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin. Untuk infeksi, diberikana antibiotika spektrum luas,  Pada kasus yang tidak berat biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Keadaan lebih berat bila luka melepuh lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, pnemoni (infeksi paru) atau sepsis (infeksi berat).

Benarkah Malpraktek ?

Penyakit SSJ pada umumnya sering dianggap malpraktek justru sebenarnya jarang merupakan kesalahan dokter. SSJ bukan sekedar alergi obat biasa tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya. Tidak ada seorang dokterpun yang dapat menduga hal ini akan terjadi. Meski seorang dokter telah mengikuti prosedur pengabatan yang benar juga tidak bisa menjamin mencegah terjadinya kejadian SSJ. Dokter hanya bisa berhati-hati dan waspada saat penderita terdapat riwayat alergi obat. Namun, tidak setiap alergi obat dapat terjadi seperti kasus SSJ. Bahkan seorang yang tidak pernah mengalami alergi obat seperti kasus Ratna Ningsih tetapi akhirnya dapat terkena SSJ. Tiada seorang profesor atau dokter yang paling ahlipun dapat memprediksi dapat mencegah dan menghindari terjadinya SSJ.

Sehebat apapun seorang dokter tiada yang bisa memprediksi akan terjadinya SSJ. Bahkan tidak ada sebuah pemeriksaan laboratorium atau tes yang dapat mencegah untuk terjadinya SSJ. Tes alergi obatpun kalaupun dilakukan dan hasilnya negatif belum tentu dapat mencegah kasus SSJ karena penyebabnya multifaktorial.

Bukan hanya kasus SSJ berbagai kasus yang merupakan dampak suatu pengobatan dan penyakit, seringkali masyarakat bahkan media masa terlalu mudah memvonis sebagai malpraltek. Memang kasus malpraktek dokter juga harus diakui masih banyak terjadi. Tetapi hal ini bukan alasan untuk selalu memvonis malpraktek bila terjadi sebuah masalah dalam tindakan kedokteran. Hal ini bisa dimaklumi bahwa harapan masyarakat terhadap penyembuhan terhadap penyakit pasien demikian tinggi. Dan hal ini juga menyangkut biaya dan resiko nyawa yang dipertaruhkan saat terserang penyakit. Bila harapan sembuh, biaya yang sudah dikeluarkan sangat besar dan komunikasi antara pasien dengan dokter tidak terjalin baik maka label malpraktek itu akan terlalu sering dan terlalu mudah diucapkan oleh media dan masyarakat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun