Sering saya berpikir, betapa nyamannya kalau Samarinda punya bandara yang layak, setidaknya bisa didarati pesawat sekelas Boeing 737 sehingga bisa disinggahi maskapai-maskapai penerbangan nasional. Sungguh memalukan, Samarinda yang statusnya Ibukota Provinsi justru tidak punya bandara yang representatif. Urusan bepergian ke luar daerah masih banyak bergantung pada tetangganya, Balikpapan. Walhasil, banyak orang-orang di luar Kaltim yang bertanya-tanya: Ibukota kaltim itu di Samarinda atau Balikpapan sih?
Konyol memang, Statusnya Ibukota Provinsi, Jumlah penduduknya saja sudah 726,223 jiwa (sensus 2010), terbanyak kedua di Kalimantan setelah Kuching (Malaysia), jika wilayah Malaysia dan Brunei tidak dihitung, maka samarinda adalah Kota berpenduduk terbanyak di Kalimantan. Tapi untuk urusan fasilitas transportasi, masih kalah dari Balikpapan, bahkan kalah dari kab. Berau yang lokasinya ada di ujung utara Kaltim namun bandaranya terbilang sudah memadai.
Bukan berarti tidak ada upaya untuk membangun bandara. Di ujung utara kota Samarinda sebenarnya tengah di bangun bandara yang dinanti-nantikan masyarakat itu. Bahkan, Gedung terminal penumpang dan bangunan penunjangnya sudah selesai. Terminalnya sudah mampu menunjukkan kemewahannya, dengan mengusung desain arsitektur modern, dengan dominasi kaca pada eksteriornya. Menara pengawas juga sudah berdiri. Lalu, kok saya tidak mendarat di situ saja, kan lebih dekat daripada di Balikpapan?
Karena tidak ada landasan pesawatnya!
Aneh memang. pada umumnya pemerintah akan memprioritaskan pembangunan landasan pacu dulu, baru terminal penumpangnya di benahi. Tapi begitu banyaknya konflik pada proyek landas pacu bandara ini membuat pembangunannya telambat dan dibiarkan berlarut-larut (Pembangunan Bandara ini sebenarnya sudah dicanangkan sejak tahun 1995). Cap bermasalah memang sudah lama menempel pada proyek Bandara Samarinda Baru, mulai dari persaingan dengan Kab. Kutai Kartanegara tentang lokasi bandara, kasus wanprestasi dari mantan kontraktornya, PT. Nusa Cipta Realtindo, dan tarik ulur investor untuk pendanaan pembangunan landas pacu bandara. Dua masalah yang saya sebut pertama, bisa dibilang sudah tidak terlalu mengganggu, namun masalah terakhir ini yang sangat merisaukan.
di bulan November 2011 (Groundbreaking ke 2, lantaran proyek sempat terhenti) diumumkan bahwa Pengerjaan Bandara Samarinda Baru (BSB) akan dibagi jadi dua, yaitu sisi darat (Terminal penumpang dan bangunan-bangunan penunjang lainnya) serta sisi udara (Landas pacu). Sisi darat akan didanai oleh Pemprov, sedangkan sisi udara didanai investor. Nah, penyerahan landas pacu --suatu komponen terpenting dari bandara-- inilah yang jadi sumber molornya penyelesaian proyek. Sebelumnya dengan Sesumbar Gubernur Awang Faroek Ishak mengatakan bahwa Grup Bakrie sudah siap mendanai. berulang kali hal itu dikatakannya meski tidak ada progres sama sekali di lapangan mengenai landas pacu. lama-kelamaan hal ini juga memunculkan pertanyaan di kalangan publik: Jadi invest ga sih?
Nah, setelah berulang kali lobi-lobi namun tetap tidak ada kabar, akhirnya pemprov memilih investor baru, yakni Persada Investment (Panin Group). Tapi seiring waktu juga, nasibnya sama. Tidak ada kejelasan pembangunan.
Padahal Sisi Darat sudah selesai 100% pada akhir desember 2013. walhasil, kini ada bandara Abunawas di Samarinda, bandara yang terminal penumpangnya megah tapi tidak ada landas pacunya.
Memang masih banyak pemberitaan tentang "optimisme" penyelesaian proyek BSB ini. Namun saya masih tetap menganggapnya berita tak bermakna, selagi belum ada groundbreaking yang nyata untuk sisi udara. biarlah berita-berita "optimis" itu tetap ada agar kita tidak lupa dengan BSB, tapi jangan dijadikan pegangan. Selama beton belum dicor ke tanah, saya masih tidak berharap banyak, masih harus mengandalkan sepinggan, masih harus sabar dengan derita mabuk darat menuju Balikpapan. Menyebalkan!