Ekonomi Syariah hadir untuk menjawab kegamangan umat Islam terhadap derajat kesesuaian sistem-sistem perekonomian yang berlaku secara konvensional di seluruh dunia dengan Syariah Islam. Dengan semakin banyaknya insan di dalam dunia Islam yang terpelajar, wawasan yang terbuka di antara mereka pun menyadarkan akan sifat seluruh sistem ekonomi dunia yang secara kentara sekali telah didominasi tata-nilai kapitalisme. Sesuatu yang juga kemudian disadari umat Islam sebagai hal yang banyak sekali mengandung pertentangan dengan ajaran Islam. Segala macam genre dunia usaha dan industri, baik di sektor riil maupun jasa, apakah itu manufaktur, perbankan, kuliner, asuransi, otomotif, komputer, elektronika, perniagaan, garmen, ataukah berbagai sektor lainnya, mulai dari hulu hingga ke hilir, baik yang termasuk kelompok produksi maupun termasuk sistem distribusi dan penjualan, seluruhnya berorientasikan profit (serta, sebagai konsekuensinya, mengandalkan modal [kapital]) finansial dalam jumlah besar. Iklim seperti ini sudah bisa dipastikan kian menyempitkan ruang untuk pertimbangan moral dan martabat kemanusiaan semisal dorongan hati nurani untuk menjaga agar tidak ada orang atau bagian lingkungan yang dikorbankan, juga niat mulia untuk mencari cara agar semua pihak yang terlibat bisa mendapat keuntungan karena tidak ada yang dipandang sebagai musuh atau saingan yang harus dijatuhkan. Kondisi kapitalistis, yang terkesan bertendensi menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan dan kemakmuran sebanyak mungkin, seperti itu tidak hanya berlawanan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Islam, namun juga berlawanan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam semua agama, keimanan, dan keyakinan spiritual. Karena, memang, sekali lagi, iklim kapitalistik amat banyak ketidakcocokannya dengan standar kehidupan manusiawi yang luhur.