Ya, buronan kelas kakap 11 tahun atas tuduhan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, senilai Rp. 904 milyar tersebut, kurang lebih sebulan lalu "keluar" dari persembunyiannya, dan berkunjung ke negara yang selama ini tengah memburunya.
Luar biasanya, kunjungan Djoko Tjandra ke tanah air seolah tidak ada yang menyadarinya. Dia, dengan leluasa bisa mengurus perpanjangan e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan, serta bisa bolak-balik Jakarta - Kalimantan dengan leluasa.
Selidik punya selidik, ternyata leluasanya Djoko Tjandra wara-wiri di tanah air tersebut dibantu oleh beberapa oknum pejabat pemerintah dan kepolisian.
Dalam perpanjangan e-KTP, Djoko Tjandra dibantu langsung oleh lurah setempat, yang bernama Asep Subahan. Sedangkan dalam hal surat perjalanan, sehingga dirinya leluasa bolak-balik Jakarta - Kalimantan, dibantu oleh Kabiro Kordinasi dan Perjalanan PPNS Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Prasetyo Utomo.
Anggota kepolisian yang membantu Djoko Tjandra tidak hanya Brigjend Pol Prasetyo, melainkan ada lagi dua anggota lainnya yang sama-sama berpangkat jendral. Mereka adalah, Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.
Bantuan yang diberikan oleh perwira tinggi kepolisian tersebut adalah menghapus red notice atas nama buronan Djoko Tjandra dari data Interpol. Hal ini dilakukan sejak tahun 2014 lalu.
Sudah pasti dengan tidak terdeteksinya Djoko Tjandra ke tanah air, ditambah lagi dengan adanya keterlibatan aparatur negara yang membantunya, merupakan tamparan keras bagi pemerintah sekaligus membuktikan lemahnya kedaulatan hukum di tanah air.
Mungkin merasa malu terhadap publik dan merasa dipermainkan oleh Djoko Tjandra, pemerintah melalui aparat kepolisian Mabes Polri langsung bergerak cepat untuk menelusuri keberadaan sang buronan.
Pendek kata, pihak Mabes Polri dengan bekerjasama dengan pihak kepolisian diraja Malaysia, DjokoTjandra akhirnya bisa dibekuk, kemudian di gelandang ke tanah air, pada Kamis (30/7/2020) lalu. Dan, Direktur PT Era Giat Prima ini harus mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut di hadapan hukum yang berlaku di tanah air.
Sesuai dengan aturan yang berlaku, adalah hak Djoko Tjandra untuk mendapat bantuan hukum pada setiap proses tingkat pemeriksaan. Hal ini tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 54, yang berbunyi, "Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan."
Sedangkan pada pasal 55-nya, berbunyi,"Untuk mendapatkan penasihat hukum tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya."
Berkenaan dengam hal tersebut, Djoko Tjandra pun coba menggunakan haknya dimaksud dengan menyewa pengacara kondang tanah air, Otto Hasibuan. Otto mulai akrab dan dikenal publik, sewaktu dirinya menjadi pengacara Jesica Kumala Wongso dalam kasus "kopi sianida".
Sayang, saat menjadi pengacara Jesica atas kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin, pada tahun 2016 lalu, Otto tidak mampu banyak membantu. Jesica tetap dinyatakan bersalah dan divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Kemudian, Otto juga pernah diminta untuk menjadi pengacara mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, dalam kasus mega proyek KTP Elektronik. Namun, entah atas dasar alasan apa, Otto akhirnya mengundurkan diri jadi pengacara kasus Setya Novanto.
Otto pun beberapa waktu lalu sempat disebut-sebut diminta oleh pegiat media sosial (medos) Denny Siregar, untuk menggugat PT Telkomsel yang dianggap tidak mampu menyimpan kerahasiaan data pribadinya. Tapi, hingga kini belum jelas tindak lanjutnya seperti apa. Sampai akhirnya sekarang dia dipercaya oleh Djoko Tjandra untuk menjadi pengacaranya.
Otto Versus Kejagung
Sebagai pengacara, tentu saja sudah menjadi kewajiban Otto untuk membela kliennya. Dalam hal ini, Djoko Tjandra. Untuk itu, dia pun mulai bergerak cepat. Sebagai permulaan, Otto langsung "menyerang" Kejaksaan Agung (Kejagung).
Otto meminta Djoko Tjandra segera dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, karena penahanan kliennya tersebut diklaim tidak sah, karena beberapa alasan.
KEMBALI KE ARTIKEL