Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Rongrongan Corona dalam Perjalanan Mudik dengan Pesawat

3 April 2020   16:24 Diperbarui: 3 April 2020   16:32 215 0
31 Maret 2020, tepat pemerintah RI mengeluarkan PP No 21 tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan Covid-19, disaat itu pula saya mendapatkan kiriman whatsapp dari kawan karib.

Isi pesan yang masuk adalah berkaitan dengan kepulangannya ke kampung halaman pada 2 April 2020 kemarin melalui Bandara Juanda, Surabaya. Tiket pesawat hingga kelengkapan perang seperti masker, hand sanitizer telah dipersiapkannya jauh hari.

Dari ceritanya, sebelum masuk ke dalam bandara untuk check in dirinya harus disemprot cairan disinfektan dan dicek suhu tubuh apakah normal (37 derajat) atau tidak (di atas 37 derajat) menggunakan thermal gun atau thermal scanner.

Setelah proses ini selesai barulah penumpang diperbolehkan masuk untuk check in. Selanjutnya petugas memberikan kartu kewaspadaan kesehatan (health alert card) yang dikeluarkan oleh kemenkes.

Kendati begitu, dari pengakuan teman saya, walau telah ada langkah preventif yang dilakukan di bandara, tidak menjamin apakah sesorang itu terbebas atau negatif virus corona. Karena ada beberapa kasus corona yang tidak menunjukan gejala sama sekali seperti yang terjadi pada salah satu pemain sepak bola Persib Bandung.

Sterilisasi Bandara dan Thermal Scanner yang Kurang Akurat

Dalam laporan CNN pada 3 April kemarin, menyebutkan bahwa bahkan Presiden Jokowi sekali pun tidak menjamin 100% alat thermal scanner yang ditaruh di bandara-bandara untuk mengecek suhu badan dapat menunjukan data yang akurat. Bisa saja alat tersebut meleset.

Karena bila alat tersebut mampu bekerja secara 100% maka, Indonesia tidak akan kecolongan masuknya warga asing dari Jepang yang membawa virus corona ke nusantara.

"Kita juga menjaga 135 pintu masuk ke negara kita, baik itu darat, baik itu laut, maupun udara, semuanya dijaga ketat meskipun dalam praktiknya ini tidak mudah. Karena ngecek dengan yang namanya apa, thermal scanner, itu kadang-kadang keakuratannya juga tidak bisa dijamin 100 persen," kata Jokowi seperti yang disadur dari CNN

Alih-alih beranggapan thermal scanner sangat effektif, namun lain hal dengan penelitian ilmiah.

Laporan yang ditulis oleh Billy J Qualty yang diterbitkan dalam Jurnal ECDC menyebutkan, thermal scanner yang digunakan di bandara hanya mampu memindai 44% penumpang saja. Dari hasil simulasi yang dilakukan terhadap 100 orang penderita corona, alat ini hanya mendeteksi 46 orang saja. Sementata 54 lainnya tidak terdeteksi.

Parahnya lagi, dari simulasi ini, penderita corona yang lolos dari deteksi tersebut akan menunjukan gejalanya di atas pesawat dan mulai menyebarkan virus tersebut kepada penumpang lainnya di dalam pesawat.

Selama penerbangan, virus Covid-19 pun akan semakin menunjukan gejalanya tergantung lama waktu perjalanan. Semakin lama perjalanan maka akan mudah dideteksi, namun semakin pendek perjalanan akan sulit dideteksi tatkala tiba di tempat tujuan.

Oleh karenya, pendeteksian covid-19 dalam rute lokal akan sangat sulit dibandingkan dengan rute internasional.

Dari penelitian tersebut, jurnal ECDC menyimpulkan bahwa pemindaian termal sangat tidak efektif mencegah penularan virus corona ke negara lain atau pun ke penumpang lainnya.

Karena termal hanya memindai panas tubuh seseorang. Dan pemindaian panas tersebut, hanya menjadi tindakan pencegahan semata. Dan bukan cara yang efektif dan masih kurang bukti yang kuat apakah orang tersebut terbebas covid-19.

Sebab, pemindaian hanya bisa dinilai efektif jika semua infeksi bergejala dan sensitivitas alat pindai panas nyaris sempurna, serta masa inkubasi virus pendek.

Sementara masa inkubasi virus corona cukup panjang yakni 14 hari. Selain itu, virus ini juga punya infeksi tanpa gejala dengan persentase yang lebih tinggi dari SARS.

Penyebaran Covid-19 di Pesawat

Dari kisah perjalan mudik teman saya, selama di pesawat, para penumpang duduk sebagaimana biasanya. Bila anda pernah naik pesawat, ada akan tahu bahwa di pesawat khususnya ekonomi, memiliki nomor kursi dan diberi huruf A hingga F laiknya kereta api.

Bila posisi duduk seperti bisanya, maka jarak antara penumpang satu dengan penumpang lainnya hanya sebatas siku saja. Atau bila anda menulis sesuatu di hp anda maka teman sebelah akan tahu dengan jelas apa yang anda tuliskan, karena jarak yang begitu dekat.

Dengan kata lain, pesawat yang ditumpangi sobat karib saya ini, tidak memberlakukan social distancing atau self distancing seperti yang telah dianjurkan.

Masalahnya, World Health Organization (WHO) telah memperingatkan agar hati-hati melakukan perjalanan menggunakan pesawat terbang. Berkaca pada kasus wabah severe acute respiratory syndrome (SARS) pada 2003 lalu, penumpang yang terinfeksi virus setidaknya akan menginfeksi penumpang lain dalam jarak dua baris dari tempatnya duduk.

Amy McKeever dalam tulisannya berjudul, "Here’s how coronavirus spreads on a plane—and the safest place to sit" yang publish dalam Nationalgeographic menjelaskan bagaimana cara virus corona dapat menular dalam pesawat terbang.

Menurut Amy, dalam 10 penerbangan transkontinental yang berdurasi 3,5 hingga 5 jam yang diteliti, penumpang pesawat tidaklah pasif dengan hanya duduk sepanjang perjalanan. Terkadang penumpang akan beranjak ke toilet pesawat.

Secara keseluruhan, 38 persen penumpang beranjak dari kursinya sekali dan 24 persen beranjak lebih dari sekali dalam sebuah penerbangan. Jika orang telah terinfeksi virus berjalan ke toilet, misalnya, maka ia dapat menyebarkan virus tersebut ke orang-orang yang dilaluinya atau ketika mereka gantian ke toilet.

Lantaran penumpang pesawat aktif dalam perjalanan, maka umumnya penumpang yang duduk di sisi lorong pesawat dan di tengah, berinteraksi dengan 58 hingga 64 penumpang sepanjang perjalanan. Lihat gambar di dibawah ini!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun