Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Rizal Ramli Tak Terganti

3 Januari 2024   11:42 Diperbarui: 3 Januari 2024   11:55 121 4
Dunia politik dan ekonomi Indonesia tidak lagi sama setelah Selasa, 2 Januari 2024. Salah satu sosok besarnya, Rizal Ramli, kembali ke alam baka.

Rizal adalah sosok langka. Namanya tidak meredup sejak dipenjara buntut aktivismenya di dunia kampus pada era 1970-an. Sel besi justru menempa Rizal menjadi pribadi yang konsisten, baik di dalam maupun di luar pemerintahan. Sampai meninggalkan dunia fana ini, garis perjuangan itu lurus, tak bengkok oleh silau materi dan kekuasaan.

Banyak orang bilang karakter Rizal tak cocok untuk memegang jabatan. Kalau kita perhatikan, memang jabatan-jabatan yang pernah diembannya sangat singkat. Dimulai dari Kepala Badan Urusan Logistik (2000-2001), Menko Perekonomian (2000-2001), Menteri Keuangan (2001). Lalu berlanjut dengan Menko Kemaritiman (2015-2016).

Tiga jabatan pertama mungkin pendek karena situasi politik dan karakter Presiden Abdurrahman Wahid sebagai bos Rizal. Akan tetapi, posisinya sebagai Menko Kemaritiman singkat karena tindakan Rizal sendiri. Baru dipercaya masuk kabinet pada Agustus 2015, pria berdarah Minang itu langsung menebar perang kepada tindak-tanduk Wapres Jusuf Kalla, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said, hingga Dirut Pelindo II RJ Lino. Menjelang pencopotannya pada Juli 2016, Rizal berselisih dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Pendirian Rizal dalam berbagai front tersebut mungkin benar. Bahwa pejabat negara semestinya tidak boleh punya konflik kepentingan. Bahwa proyek pemerintah tidak boleh didorong untuk memuaskan pihak-pihak tertentu. Juga, kebijakan negara semestinya menguntungkan rakyat.

Akan tetapi, aksinya membuat sesama anggota kabinet tidak nyaman. Rizal akhirnya dicopot pada Juli 2016 dan menyerahkan estafet kepada Luhut B. Pandjaitan. Memperhatikan kontrasnya dua orang tersebut menjalankan kementerian, kita bisa menduga bahwa memang langkah Rizal sebelumnya tidak berkenan di hati pemimpin tertinggi.

Terpental dari kekuasaan sama sekali tidak menenggelamkan nama Rizal. Dia sempat berniat maju dalam Pilgub DKI 2017, tetapi tidak ada partai politik yang mau mengusung. Sempat dia membandingkan diri dengan Ali Sadikin, Gubernur Jakarta 1966-1977 yang sebelumnya pernah menjabat Menteri Kemaritiman era Bung Karno, untuk menjustifikasi rencananya itu. Jelas era Ali Sadikin tidak sama dengan masa sekarang ketika jagoan partai politik harus punya materi dan berkenan transaksional.

Modal Rizal, pengetahuan dan idealisme, bukanlah magnet buat partai politik. Meskipun demikian, dia masih berambisi masuk dalam lingkaran kekuasaan. Ketika kelompok oposisi tidak punya pilihan selain memblok ke kubu Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019, Rizal pun ke sana. Dalam kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Prabowo memuji Rizal sebagai orang yang punya kualifikasi sebagai presiden.

Pujian itu sefrekuensi dengan keyakinan diri Rizal bahwa dirinya memang layak berkontes dalam pilpres. Dia telah mencobanya sejak 2009 terus sampai menjelang 2024. Senjata terakhirnya adalah menggugat ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi pada 2020. Langkah itu, bersamaan dengan sejumlah upaya uji materi berikutnya, mentah. Jika ambang batas dicabut, Rizal yakin bisa menjadi calon presiden dengan tiket dari partai-partai gurem.

Kecewa pada MK, Rizal terus mengkritik lembaga penafsir konstitusi tersebut. Ketika orang banyak memandang pendirian MK murni didasarkan pada argumentasi hukum, Rizal justru mencurigai pandangan personal hakim-hakim konstitusi. Sampai akhirnya, orang menyadari Rizal ada benarnya ketika MK melapangkan jalan buat kepala daerah berusia di bawah 40 tahun untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden.

Selama dua dekade ini mengamati kiprah Rizal Ramli, termasuk pernah bersinggungan beberapa kali dengannya, saya menilai sosok tersebut benar-benar sulit tergantikan. Menurut saya, Rizal adalah orang yang percaya bahwa memegang jabatan pemerintahan adalah langkah paling efektif untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Tentu bejibun insan ngarep kursi kekuasaan, tetapi bagi Rizal jabatan harus menggiring perbaikan. Memang, kendati menjabat pendek-pendek, kita bisa melihat kontribusinya memang terasa.

Sebagian orang mungkin berpikir bahwa kualitas intelektual Rizal bisa membuatnya eksis di mana pun. Menjadi pengajar atau peneliti, misalnya. Atau seperti yang dilakoninya sekarang sebagai aktivis dan oposan pemerintah.

Sayang di sayang, Rizal Ramli telah meninggalkan kita. Ketika materi dan kuasa tidak mampu membengkokkan dirinya, penyakit terus menggerogoti diri. Saya yakin, Rizal yang rasional itu sudah berpasrah diri ketika dokter memvonisnya dengan kanker pankreas. Dia mungkin sadar akan dipanggil Tuhan, tetapi pasti masih berhasrat untuk perubahan negeri.

Selamat jalan, Rizal Ramli!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun