Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Mencurigai Sukarwo

15 Juli 2013   16:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:31 1012 3
Khofifah gagal melaju sebagai calon gubernur Jawa Timur. Begitu isi media sejak pagi hari ini. Kemarin malam, KPU Jawa Timur memutuskan Khofifah dan pasangannya, Herman Sumawiredja, tidak memenuhi syarat dukungan 15 persen suara partai politik. Dengan keputusan ini, hanya ada tiga pasang cagub-cawagub yang akan bertanding Agustus mendatang.

Bagi calon petahana, Sukarwo, jumlah tiga pasang ini mungkin terlalu banyak. Gubernur Jatim ini sempat berwacana agar pemilihan gubernur bahkan tidak perlu diadakan, apabila calon yang ada cuma satu. Siapa lagi kecuali dirinya sendiri. Pakde Karwo begitu percaya diri menang untuk periode kedua. Tidak sekedar menang, melainkan juga menang secara mutlak. Dia yakin bahwa calon lain sudah keder duluan menghadapinya.

Tapi pada kenyataannya tidak begitu. Mendengar pergerakan Khofifah yang didukung kiai-kiai NU, Sukarwo agak ciut nyali. Apalagi jika sang wakil, Saifullah Yusuf, tidak mau bergandengan tangan lagi dengannya. Duet Saifullah Yusuf-Khofifah seandainya terwujud, akan menghimpun seluruh potensi suara warga nahdliyin yang ingin memiliki gubernur di basisnya sendiri.

Rangkaian pilgub Jatim semakin menarik ketika PDIP, partai terkuat kedua, berancang-ancang memajukan calonnya sendiri. Pengalaman Pilgub 2008 menunjukkan sekalipun calon Banteng Moncong Putih kalah, tapi suara PDIP sebesar 20-an persen utuh. Bagi PDI P tampaknya penting untuk menang di tanah kelahiran Sukarno ini, akan tetapi lebih penting lagi untuk menyolidkan suara. Apalagi tambahan amunisi kader-kadernya yang menjadi bupati dan wali kota.

Melihat kenyataan akan ada dua penantangnya, satu Khofifah dan satu lagi dari PDIP, atau bisa saja keduanya bergabung, membuat Sukarwo gencar bermanuver. Pendekatan terhadap partai-partai di Jatim dilakukan terus-menerus. Suara Partai Demokrat yang 22 persen sebenarnya sudah cukup bagi Sukarwo, sang Ketum Demokrat Jatim. Tapi seperti keyakinan semula, semakin sedikit calon semakin baik.

Maka Golkar, PKS, Gerindra, Hanura, PPP, PKNU yang memiliki suara di DPRD Jatim pun mengiyakan turut dalam gerbong "Karsa" jilid II. Masih kurang, partai-partai kecil non-parleman pun diajak serta. Total ada 30 lebih partai yang mendukung calon ini.

Melihat hasil yang luar biasa ini, Sukarwo tampaknya ahli menerjemahkan kata-kata Bung Karno: samenbundeling van alle krachten, penyatuan seluruh kekuatan. Sukarwo yang masa mudanya adalah kader GMNI tampaknya terobsesi ingin seperti tokoh panutannya itu, menghimpun segenap suara partai untuk mendukungnya. Sukarwo tampil bak seorang tokoh pemersatu, bukan seperti seniornya di PDIP, Megawati Sukarnoputri, yang suka "sendirian".

Akan tetapi kita akan maklum kepada Bung Karno yang pada zaman itu memang harus menyatukan bangsa ini. Juga, pada waktu itu tidak ada pemilihan pemimpin secara langsung, sebagaimana menjadi tuntunan era Reformasi. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa partai-partai yang jelas-jelas berbeda ideologi: Masyumi, NU, PNI, dan PKI, tidak bisa bersatu. Membuang Masyumi sehingga tinggal hanya "Nasakom" juga pada akhirnya retak.

Zaman ini ideologi sudah cair. Motivasi partai adalah kekuasaan. Dengan demikian lebih mudah menyatukannya. Tapi Sukarwo yang sudah berupaya sekuat tenaga juga gagal menyatukan seluruh partai di Jatim masuk ke dalam gerbongnya.

PDIP tetap sendirian mengajukan calonnya, Bambang DH-Said Abdullah. Yang satu adalah bekas walikota Surabaya yang saking setianya pada partai mau turun pangkat menjadi wakil walikota. Satunya lagi merupakan anggota DPR dari Madura. Sedari awal Bambang sudah mengatakan berat untuk menang. Tapi, jika turun pangkat saja mau, apalagi menjadi cagub mesti toh akan kalah.

Satu partai besar lain, PKB, akhirnya mau menampung Khofifah yang sudah berupaya sekuat tenaga mengumpulkan partai-partai gurem. Dengan dukungan PKB dan partai-partai gurem itu, diperoleh total suara minimal untuk ikut dalam pilgub.

Namun di tengah perjalanan, suara partai gurem itu digembosi. Dua partai kecil, Partai Kedaulatan dan PPNUI, kedapatan melakukan dukungan  ganda. Selain mendukung Khofifah, kedua partai juga memberikan tanda tangan untuk Karsa sehingga KPUD pun tidak meloloskan Khofifah. Dua suara partai kecil itu tidak berarti bagi Sukarwo dan Gus Ipul. Tapi teramat penting bagi Khofifah.

Sungguh miris melihat situasi politik di Jatim. Siapapun yang mendesain penggembosan tersebut sangat keterlaluan. Jikalau benar tuduhan Khofifah bahwa pihak Sukarwo lah otaknya, ini adalah perbuatan yang mendegradasi proses demokrasi.

Sebagai pasangan petahana, Sukarwo sebetulnya tidak perlu takut bersaing dengan Khofifah. Lima tahun lalu, Sukarwo memang hanya mampu menang dengan selisih suara tipis dari Khofifah. Tapi selama 5 tahun berkuasa di Jatim, dia memiliki modal untuk mendapatkan dukungan lebih banyak. Selama hampir 5 tahun ini, Jatim terbukti lebih baik dalam hal pertumbuhan ekonomi dan investasi. Tidak ada pula berita-berita negatif dari Sukarwo-Gus Ipul yang tampil serasi.

Obsesi terbesar Sukarwo barangkali ingin melihat buah keberhasilan itu terkonversi di dalam kotak suara. Jika Khofifah maju, maka bisa dipastikan sekalipun menang jumlah dukungan kepadanya tidak akan bisa menyamai Fadel Muhammad di Gorontalo yang meraih 80 persen suara lebih. Jumlah suara di atas 60 persen adalah legitimasi keberhasilan seorang calon petahana, sendirian apalagi berdua.

Saya bisa maklum bagaimana perasaan Sukarwo-Gus Ipul apabila cuma menang secara minimalis yaitu di atas 30 persen. Dengan jumlah calon di atas 3 pasang, jumlah "sekecil" itu sangat mungkin. Malah apabila calon sampai 4 pasang, makin besar pilgub bersalngsung dua putaran seperti tahun 2008.

Sekiranya penggembosan itu benar, apalagi dilakukan dengan cara tak etis, tidak tertutup kemungkinan rencana gugatan Khofifah kepada KPU Jatim akan dimenangkan pengadilan. Bukan tidak mungkin simpati dan dukungan untuk Khofifah akan semakin deras karena selain seorang nahdliyin, Khofifah juga adalah seorang perempuan. SBY yang pernah "dizhalimi" perempuan saja sudah merasakannya, apalagi jika perempuan yang dizhalimi lelaki!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun