Karya; Salwa Amalia Kaysan
Kita semua pasti pernah menerima janji-janji dari manusia. Entah itu dari kedua orang tua, teman, saudara, handai taulan, atau kekasih. Dari sekian banyak janji-janji yang kita terima, pasti ada yang diingkari, kan?
Rasanya bagaimana? Pasti kecewa berat, kan?
Itulah janji manusia!
Pasti sering kita dengar kata; jika lidah tak bertulang. Hmmmm, lidah memang tidak bertulang, tapi jangan kita menyalahkan sang lidah, dong!
Lidah juga sering membuat kita bahagia, dengan mengecap rasa enak di setiap makanan yang kita makan. Si lidah juga, yang membuat kita bisa melontarkan perasaan kita.
Hanya karena keegoisan kita untuk "berbohong", kita menyalahkan si lidah yang tak bertulang?
Kita juga sering mengumbar janji-janji juga, kan?
Eits, teman! Janji itu termasuk hutang juga, looh...
Pernah dengar kata; Mulutmu adalah harimaumu???
Naah, kontrol ucapan kita ada di kita ya, teman-teman. Jangan sembarang mengumbar janji, jika tak bisa menepati, jangan sembarang berkata, jika kita tak mampu bertanggung jawab atas perkataan tersebut.
Berapa banyak kata-kata yang keluar dari mulut kita, yang berdampak positif?
Kata-kata itu seperti doa. Doa untuk orang lain dan juga diri kita sendiri.
Lebih baik jika setiap ucapan kita adalah hal-hal yang positif, agar menjadi doa untuk kita dan orang sekitar kita.
Ternyata, ada dampak dari setiap ucapan yang kita lontarkan. Saat kita berkata negatif, seluruh semesta seakan mengamini.
Pernah ada cerita dari teman, tentang ayahnya.
"Ayahku sering bercanda akan memberiku mama baru, looh!" ujar Tika (nama samaran)
"Kamu mau?" tanyaku penasaran.
"Iiih, amit-amit! Ibu tiri itu lebih kejam dari ibu kota, kan? Hahaaaa..." sahutnya sambil tertawa getir.
"Nggak semua, sih!" sahutku asal.
"Hiks hiks..., bercandanya ayahku itu kini akan jadi kenyataan...., hiks...." ujar Tika menangis sesenggukan.
"Benarkah?" tanyaku prihatin.
Tika hanya mengangguk sedih, dengan air mata berlinangan.
Cerita tentang "bercandaan" si ayah Tika, memang sering kudengar. Saat aku kelompok belajar di rumahnya, aku sering mendengar, si ayah dengan santai berkata; "Nanti ada mama barunya Tika! Ha....ha...".
Beliau berkata dengan nada guyon. Padahal itu terdengar bukan hal yang nyaman untuk dijadikan guyonan.
Dari sini, guyonan itu jadi pertanyaan besar. Apa guyonan itu memang suatu pesan tersirat sejak lama, atau terlontar spontan saja.
Yang pasti, ada janji yang dilanggar. Janji sucinya pada istri, atau ibu Tika.
Tidak ada perempuan yang ingin diduakan, kan?
Sudahlah, itu bukan poin dari cerita ini!
Janji si ayah, setelah beristri dua, yang akan tetap bertanggung jawab penuh pada anak istripun, mulai lalai.
Seiring waktu Tika mulai kehilangan figur sang ayah. Sang ayah yang lebih condong ke istri muda dan anak-anak barunya, meninggalkan luka batin mendalam di hati Tika.
Lidah memang tak bertulang. Namun akan lebih baik, jika kita si tuan lidah tak bertulang itu, mampu mengontrol setiap ucapan yang keluar dari mulut kita.
Ingat ya teman-teman, ucapan yang keluar dari mulut kita itu seperti doa. Mulai sekarang kita harus mengatakan hal-hal yang positif saja, ya!
Jangan berucap hal yang membuat kita kehilangan semangat, ataupun sumpah serapah. Itu tidak baik. Jika hal itu dilontarkan kepada orang lain, itu tetap akan berefek pada diri kita juga.
Yuk, mulai berkata yang positif!
Jakarta, 11 Oktober 2024