Mohon tunggu...
KOMENTAR
Book

Bocah Perangkai Mimpi

16 Juli 2024   09:02 Diperbarui: 16 Juli 2024   09:05 61 1
Bocah Pejuang Mimpi
Karya; Salwa Amalia Kaysan

Di ujung kota Jakarta, tinggal satu keluarga yang terdiri dari ibu dan dua anaknya. Sang ibu menggiatkan literasi keluarga. Menyediakan waktu untuk sekedar bisa membacakan nyaring, untuk putra bungsunya.

Kegiatannya dilandasi dari pengalaman putri sulungnya, yang speech delay, karena kurang interaksi dan komunikasi antar anggota keluarga.

Kay, sejak usia enam bulan, memang dititipkan kepada sang nenek, karena ibunya harus bekerja sebagai tulang punggung keluarga.

Kehidupan ekonomi keluarga dipikul oleh sang ibu, hingga membuat Kay kecil terabaikan.

 Hingga sebuah tragedi menimpa Kay, membuat sang ibu memutuskan untuk berhenti bekerja untuk mulai fokus mengurus Kay.

"Bu Ani, Kay masuk UGD!" ujar Tyas pelan.

Ani yang sedang presentasi terkejut dan meraih hape yang disodorkan Tyas. Saat itu Ani sedang meeting bersama salah satu group retail terbesar di Jakarta.

Dia meminta Tyas memegang hapenya, agar bisa memantau, jika saja ada kabar dari sang ibu, Nek Tari, dan putrinya, Kay.

Bagi Ani, Kay adalah prioritas. Walau sedang sibuk bekerja, Ani tetap menyempatkan diri untuk menghubungi Kay atau ibunya.

"Bu, kenapa dengan Kay?" tanyanya langsung di telpon.

"Kay didorong hingga berdarah, Ni!" sahut Nek Tari di seberang sana dengan panik, "sekarang sedang ditangani dokter!" ujar Nek Tari sambil terisak.

"Yaudah, Ani segera pulang!" kata Ani cepat.

"An, ada apa?" tanya Pak Gede, atasan Ani.

"Kay masuk UGD, Pak!" sahut Ani sambil mengusap airmata nya yang sudah membasahi pipi.

"Kamu urus Kay dulu ya, meetingnya nanti biar saya lanjutkan!" sahut Pak Gede pengertian.

Ani melajukan motor dengan cepat, membelah kesibukan lalu lintas kota Jakarta. Di pikirannya ingin segera sampai di UGD, dan melihat keadaan Kay.

Sampai di rumah sakit, Ani gegas ke ruang UGD, dan langsung memeluk Kay.

Kay hanya menangis tanpa suara seperti biasanya. Ditanyapun dia hanya diam. Ani menemui dokter yang merawat.

Dua gigi Kay patah akibat perundungan yang dialami. Sejak itu, Ani memutuskan untuk berhenti bekerja, dan fokus mengasuh Kay, yang didiagnosa speech delay.

Kay sangat bahagia sekali. Sang ibu mulai mendampinginya setiap hari. Bahkan sang ibu mulai mendongeng, dan juga membacakan nyaring buku-buku cerita anak. Pada usia enam tahun, kosa kata Kay bertambah dengan pesat.

Kay mulai suka dengan kegiatan membaca nyaring, dan mempunyai hobi baru, yaitu membaca buku.

Apa yang pernah dialaminya, selalu diingat dan mulai bermimpi, jika suatu saat nanti, tak ada lagi anak-anak speech delay diabaikan dan terus mengalami perundungan.

Dia ingat sekali saat-saat perundungan yang sangat tidak menyenangkan itu. Waktu adiknya lahir dan bertepatan dengan musibah yang datang menimpa mereka (meninggalnya sang ayah) Kay menyupport sang ibu untuk terus melakukan kegiatan membaca nyaring, agar adiknya tidak mengalami, seperti dirinya dulu.

Di saat itu, Kay juga mempunyai sebuah perkumpulan anak-anak, yang mempunyai hobi sama. Mereka juga mengalami perundungan juga. Hingga Kay mengumpulkan teman-teman nya itu.

Perkumpulan itu diberi nama Komunitas READOCIL n GRANDUNG. Ani yang mulai bekerja secara serabutan itupun, melakukan kegiatan literasi keluarga di taman-taman.

Awalnya hanya ingin membaca nyaring dengan suasana baru, sekalian mengajak anaknya "bertualang". Biasanya setelah bekerja sebagai buruh di suatu tempat, saat pulang Ani mengajak putra bungsunya mampir di taman atau RPTRA (Ruang Publik Terbuka Ramah Anak)

Saat menjemput Kay sekolah, Anipun selalu berbelok ke taman atau RPTRA untuk mendongeng atau membaca nyaring.

Dari kegiatan tersebut, ternyata banyak anak yang berminat ikutan mendengarkan dongeng, atau read aloud Ani. Setelah itu, Ani membawa serta buku-buku koleksi nya, untuk digelar, dan memperbolehkan anak-anak membacanya.

Kegiatan itu rutin Ani lakukan. Berawal dari ingin melakukan kegiatan literasi keluarga dengan suasana baru, malah menghantarkan Ani, Kay dan Moh melakukan kegiatan literasi.

Kay juga mulai serius mengurus komunitas nya. Dia membuka bimbingan melukis dengan cuma-cuma.Kini komunitas itu tidak hanya beranggotakan dari wilayah Jagakarsa saja. Anggota nya ada yang berasal dari berbagai wilayah di Jabodetabek.

Ani dan anak-anaknya merambah berkegiatan literasi ke perpustakaan besar, dan bergabung dengan komunitas-komunitas besar.

Kay, terus melangkah. Perjuangannya tak mudah, tapi dia semangat terus berjuang, dari nol besar.

Tak sedikit yang mencibirnya,

 "Duuh, anak yatim miskin aja belagu bikin komunitas literasi gratisan begitu! Hidup udah susah, malah bergaya menjadi Volunteer, hedeuh!"

"Kalo mimpi jangan ketinggian! Anak orang miskin jangan bergaya mau sekolah tinggi. Sekolah yang bener terus kerja! Nggak usah pakai mimpi mau kuliah, apalagi pakai acara jadi Relawanan kayak begitu!"

"Eh, mimpi itu jangan ketinggian! Biar nggak stress! Tahu diri dengan keadaan!"

Banyak lagi cibiran yang tidak mengenakkan lainnya. Kay hanya menganggap itu semua menjadi "cambuk" untuk kian semangat meraih mimpi.

"Ini hidupku, jadi hakku untuk membangun hidupku dengan mimpi-mimpiku sendiri, bukan dari pendapat orang lain yang meremehkan mimpiku."

Kay terus melangkah. Dia fokus pada mimpinya. Selama itu positif, dia lakukan dengan ucapan bismillah.

Jakarta, 16 Juli 2024.









KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun